Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025
Dugaan Korupsi Penyewaan Pesawat

Kejagung Tetapkan Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Tersangka

* Juga Mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo
Redaksi - Selasa, 28 Juni 2022 09:16 WIB
281 view
Kejagung Tetapkan Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Tersangka
(Foto: Liputan6/Nanda Perdana Putra)
BERI KETERANGAN: Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan keterangan soal dua tersangka baru korupsi di PT Garuda Indonesia, yakni mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo
Jakarta (SIB)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedardjo sebagai tersangka.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka anyar kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT. Garuda Indonesia.

"Kami juga menetapkan tersangka baru sejak Senin, 27 Juni 2022, kami menetapkan dua tersangka baru, yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda. Kedua adalah SS selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi," kata Jaksa Agung St Burhanuddin di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Senin (27/6).

Kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini mencapai Rp 8,8 triliun.

"Kejaksaan telah melakukan penyidikan TPK PT Garuda, ini tindak lanjut pertama. Hari ini kami mendapat penyerahan hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda senilai kalau di Indonesia-kan Rp 8,8 triliun, itu kerugian yang ditimbulkan oleh PT Garuda.

Emirsyah dan Soetikno disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, sebelumnya Kejagung telah menetapkan 3 tersangka. Mereka adalah:

1. Setijo Awibowo (SA) selaku VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012
2. Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014
3. Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012

Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

Tidak ditahan
Jaksa Agung ST Burhanuddin menerangkan alasan para tersangka tidak ditahan karena mereka saat ini juga tengah menjalani pidana di kasus Garuda yang ditangani oleh KPK.

"Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK," kata Burhanuddin.

Berbeda
Burhanuddin menegaskan perkara yang menjerat Emirsyah Satar di Kejagung berbeda dengan pernah ditangani KPK. Burhanuddin menyebut, kasus Garuda Indonesia yang ditangani KPK hanya sebatas mengenai suap.

"Jadi untuk kasus ES ini tentunya adalah dalam rangka zaman direksi dia, ini kan terjadinya pada waktu itu, ini pertanggungan jawab atas pelaksanaan kerja selama dia menjabat sebagai direktur karena yang di KPK adalah sebatas mengenai suap," kata Burhanuddin.

Burhanuddin menerangkan kasus Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung saat ini berkaitan dengan pengadaan dan kontrak-kontrak yang terjadi pada zaman kepemimpinan Emirsyah Satar.

Burhanuddin memastikan tidak ada asas ne bis in idem dalam kasus yang ditangani Kejagung dan KPK. "Ini mulai dari pengadaannya dan tentunya tentang kontrak-kontrak yang ada, itu yang minta pertanggung jawab, yang pasti bukan ni bes in idem," kata Burhanuddin.

Diketahui Emirsyah saat ini masih menghuni Lapas Sukamiskin terkait perkara korupsi yang diusut KPK dengan hukuman 8 tahun penjara.

Dalam perkara KPK, Emirsyah saat itu didakwa menerima suap yang jumlahnya sekitar RP 46 miliar dari Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Emirsyah menerima suap secara bertahap, dengan rincian;
Rp 5.859.794.797, USD 884.200 (atau sekitar Rp 12,3 miliar), EUR 1.020.975 (atau sekitar Rp 15,9 miliar), SGD 1.189.208 (atau sekitar Rp 12,3 miliar).

Sumber uang itu berasal dari Airbus S.A.S, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc.

Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR mengalir melalui Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.

Soetikno Soedarjo juga turut diadili dalam kasus ini. Selain Emirsyah dan Soetikno, Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno juga ikut terjerat dalam kasus ini karena ikut menerima suap.

Selain didakwa menerima suap, Emirsyah dan Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Emirsyah menerima suap dari Soetikno kemudian mentransfer uang itu ke sejumlah rekening atas nama orang lain dan menitipkan uang itu ke orang lain di rekening bank luar negeri.

Emirsyah juga membeli sejumlah aset di Australia dan di beberapa tempat. Kemudian dia juga membeli sejumlah kendaraan mewah.
Terkait kasus ini, baik Emirsyah dan Soetikno sudah divonis.

Di pengadilan tingkat pertama, Emirsyah diadili 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai SGD 2,1 juta.

Sedangkan, Soetikno Soedarjo divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Emirsyah dan Soetikno sama-sama melawan putusan hakim itu. Namun, di tingkat kasasi permohonan mereka ditolak
Alhasil, Emirsyah tetap divonis 8 tahun penjara. Soetikno juga tetap divonis 6 tahun penjara.

Respons KPK
Bagaimana tanggapan KPK?
"KPK menyampaikan apresiasinya kepada Kejaksaan Agung yang telah melakukan penyidikan dugaan TPK pada PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021. Di mana dugaan TPK (tindak pidana korupsi) ditangani secara optimal dari kecukupan alat bukti yang diperoleh aparat penegak hukum sesuai prinsip-prinsip mekanisme hukum yang berlaku," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (27/6).

Ali mengatakan, KPK pernah menangani perkara suap dan tindak pidana pencucian uang Emirsyah Satar dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai tersangka.
Namun KPK menyebut perkara itu berbeda dengan yang ditangani Kejagung saat ini.

"Penyidikan oleh Kejaksaan RI dalam sangkaan yang berbeda pada perkara di PT Garuda Indonesia ini merupakan wujud penguatan bersama penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia," jelasnya.

Ali berharap penetapan tersangka Emirsyah itu dapat memberikan efek jera kepada para pelaku. Dia juga berharap kerugian keuangan negara bisa kembali dengan pengusutan kasus ini.

"Sehingga penegakan hukum ini betul-betul dapat memberikan efek jera bagi para pelakunya, dan pemulihan bagi kerugian keuangan negara yang telah ditimbulkannya," kata Ali.

Duduk Perkara
Perkara ini bermula pada kurun waktu 2011-2021, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan pengadaan pesawat dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang mana untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode Tahun 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya antara lain:

1. Kajian Feasibility Study / Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel;

2. Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR;

3. Adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.

Dengan demikian, akibat penyimpangan dalam proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 tersebut mengakibatkan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.

"Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc -Kanada dan perusahaan Avions de transport regional) (ATR)- Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. -Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) - Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.(detikcom/d)






Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru