Jakarta (SIB)
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menegaskan, institusinya tidak akan mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan majelis hakim Mahkamah Agung yang menganulir hukuman mati mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo menjadi hukuman seumur hidup. Alasannya, PK hanya milik terpidana dan ahli warisnya. Namun demikian, Kejagung akan segera mengeksekusi Ferdy Sambo ke Lembaga Pemasyarakatan setelah menerima salinan putusan dari MA.
"Soal upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali (PK) hanya bisa dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu (9/8).
Jubir Kejagung itu menegaskan, jaksa tidak memiliki kewenangan mengajukan PK. Alasannya, berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi kewenangan jaksa mengajukan PK sudah tidak ada lagi. Justru kewenangan itu hanya dimiliki pihak terpidana dan ahli waris.
"Kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjuan kembali kepada Mahkamah Agung," ujarnya.
Jubir Kejagung yang akrab disapa Ketut menegaskan, Jaksa bisa mengajukan permintaan PK apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
"Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain," ujarnya.
Selain itu, Jaksa juga bisa mengajukan PK apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Meskipun demikian, Ketut menegaskan Kejaksaan tetap menghormati putusan kasasi yang diputuskan majelis hakim Mahkamah Agung.
"Kami menghormati dan menghargai seluruh putusan MA," tukasnya
SIAP JEBLOSKAN
Sementara terkait eksekusi terhadap Ferdy Sambo dan terpidana lainnya yang hukumannya sudah inkrah, Ketut memastikan Jaksa eksekutor segera menjebloskan para terpidana ke penjara lembaga pemasyarakatan (Lapas).
“Tentu akan dieksekusi, tidak mungkin didiamkan karena satu bulan setelah putusan itu ada, kewajiban penuntut umum untuk melakukan eksekusi terhadap semua putusan,” ujar kata.
Akan tetapi Ketut menambahkan, pihaknya melalu Tim Jaksa Eksekutor dari Kejaksaan Negri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) masih menunggu salinan lengkap putusan perkara Ferdy Sambo dkk dari Mahkamah Agung.
Sebelumnya, hakim Mahkamah Agung tingkat Kasasi, mengabulkan permohonan kasasi Ferdy Sambo dan istrinya.
Kedua terdakwa yang sebelumnya divonis hukuman mati dan 20 tahun penjara dikurangi menjadi hukuman seumur hidup dan 10 tahun penjara.
Sebelumnya mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo, mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Mei 2023.
Sementara Putri Candrawathi terlebih dahulu mengajukan permohonan kasasi dibanding Ferdy Sambo yakni pada tanggal 9 Mei 2023.
Selain keduanya, MA juga mengurangi hukuman Ricky Rizal dari 13 menjadi lebih ringan, yakni pidana penjara delapan tahun.
Begitu pula dengan asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma'ruf dari 15 tahun, menjadi sepuluh tahun.
Tak Ada Remisi
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, tidak ada remisi untuk terpidana yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
"Ya memang, hukuman seumur hidup itu tidak ada remisi," kata Mahfud di kampus terpadu UII, Sleman, Rabu (9/8).
Mahfud mengatakan, remisi bisa diberikan terhadap terpidana dengan hukuman penjara waktu tertentu, semisal 20 tahun, 10 tahun, dan sebagainya. Mahfud meminta tidak ada permainan yang mengubah vonis Sambo.
"Jangan ada lagi permainan untuk mengubah dengan upaya yang dicari-cari lalu menjadi angka. Nah kalau angka itu bisa dikurangi setiap tahun. Jadi kalau seumur hidup dan hukuman mati itu ndak ada remisi," jelasnya.
Mahfud mengatakan upaya mengurangi masa tahanan dalam hukuman seumur hidup hanya bisa melalui grasi dari presiden. Namun terpidana harus mengakui kesalahan baru bisa meminta grasi.
"Itu hanya bisa ada grasi, grasi dari presiden, hanya itu yang mungkin. Tapi kalau grasi itu diminta, orang harus mengakui kesalahannya. Bahwa saya dihukum ini benar saya salah, hukumannya sudah benar, tapi saya minta grasi. Itu grasi namanya," ucapnya.
"Kalau mengaku saya tidak salah mau minta grasi ndak bisa grasi kalau sudah salah kok minta grasi, tidak salah kok minta grasi ya udah dihukum," sambungnya.
Sudah Final
Mahfud juga mengatakan vonis kasasi MA di kasus pembunuhan Brigadir Yosua itu sudah final.
"Menurut saya, seluruh pertimbangan sudah lengkap dan kasasi itu adalah final," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, dalam kasus ini, jika pemerintah diperbolehkan mengajukan upaya hukum, akan dilakukan. Hanya, dalam sistem hukum pidana Indonesia, pemerintah maupun jaksa tidak bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) jika kasus sudah sampai kasasi.
"Ya ini negara hukum. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung sudah memutuskan seumpama negara boleh melakukan upaya hukum itu, ya kita lakukan," urainya.
"Tetapi di dalam sistem hukum kita, kalau hukum pidana sampai kasasi, itu jaksa atau pemerintah tidak boleh PK. Yang boleh PK itu hanya terpidana. Kalau jaksa, tidak boleh," imbuhnya.
Sementara itu, mantan hakim agung Gayus Lumbuun meminta publik menghormati putusan MA terkait Ferdy Sambo dkk. Gayus memahami ada masyarakat yang kecewa dengan vonis tersebut, tetapi ia berpesan agar jangan berpikir negatif.
"Kita tidak boleh berpikir negatif meski kecewa. Saya memaklumi, masyarakat mungkin kecewa," kata Gayus Lumbuun kepada wartawan, Rabu (9/8).
Gayus Lumbuun menegaskan MA merupakan lembaga peradilan tertinggi. Oleh sebab itu berhak mengoreksi putusan sebelumnya.
"Judex juris berkonsentrasi kepada prosedur hukum apakah ada yang melampui batas wewenangnya. Apakah ada batas intervensi yang dilanggar. Ini lah mengapa bisa diubah di tingkat kasasi," ujar Gayus yang semasa menjadi hakim agung juga kerap menjatuhkan hukuman mati itu.
Di tingkat kasasi, hukuman Ferdy Sambo diturunkan menjadi seumur hidup dengan 2 hakim agung dissenting opinion yaitu hakim agung Desnayeti dan Jupriyadi. Menurut Desnayeti dan Jupriyadi, Ferdy Sambo layak dihukum mati.
"Ini ada 5, tiga lawan 2. Bila deadlock, bisa ditambah majelis atau cukup lima. Itu biasa terjadi dan jangan dimaknai dengan bermacam-macam," tegas Gayus. (H3/Detikcom/a)