Humbahas (SIB)
Material proyek pelebaran akses jalan food estate di Desa Riaria Kecamatan Pollung Kabupaten Humbanghasundutan (Humbahas) dianggap tidak sesuai spesifikasi.
Material batu yang digunakan pada saluran irigasi dan pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) proyek lebih kurang Rp 69,9 miliar yang dikerjakan oleh PT Karya Murni Perkasa itu dituding menggunakan batu campuran jenis batu gunung dan batu padas berpasir.
Selain itu, pemasangan base pemadatan atas galian badan jalan diduga langsung menggunakan Sirtu (pasir berbatu) dari Bukit Sipalakki Doloksanggul tanpa dilakukan proses blending (pencampuran) di stone crusher (mesin pemecah batu).
Salah seorang warga Desa Riaria, A Marbun, kepada wartawan Kamis (3/6) lalu mengatakan, sangat meragukan spesifikasi material yang dipakai pada proyek pelebaran jalan food estate tersebut, karena proyek dari Kementerian PUPR melalui Dirjen Binamarga itu menggunakan batu padas dan Sirtu Sipalakki.
“Sangat tidak mungkin proyek sekelas kementerian menggunakan batu campuran dengan batu padas berpasir dan mirip batu sungai. Memang kita tidak mengantongi dan belum pernah melihat isi kontrak proyek tersebut. Namun hal ini perlu dipertanyakan, karena secara kasat mata material proyek itu kita duga tidak sesuai spesifikasi,†ungkapnya.
MEMBANTAH
Terpisah, staf PT Karya Murni Perkasa yang juga pengawas lapangan proyek pelebaran jalan akses food estate, Elman Simbolon saat dihubungi SIB via telepon selulernya Jumat (11/6) membantah pemakaian base jalan itu langsung dari Bukit Sipalakki. Dia mengatakan, material yang mereka gunakan untuk proyek itu berasal dari stone crusher (mesin pemecah batu).
“Semua base yang kita gunakan tidak pernah langsung dari gunung (Sipalaki). Semua harus lewat stone crusher. Tidak ada yang salah di sana. Kalau hanya sebatas diduga, itu sah-sah saja. Artinya, material tetap ada dari gunung, tapi material tetap diolah dulu di stone crusher,†katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk pemasangan base proyek itu, pihaknya bekerjasama dengan stone crusher milik Bantu Tambunan, CV Bukit Cahaya, CV Mitra Keluarga (MK) yang berada di Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta, dan CV PTDS di Doloksanggul.
Sementara untuk pemasangan batu pada saluran drainase dan TPT, kata Elman, tidak ada masalah jenis batu apa, yang penting kualitasnya memenuhi standar bukan batu muda.
“Sebenarnya jenis batu untuk pemasangan (saluran drainase dan TPT) tidak masalah. Yang penting abrasinya memenuhi. Karena setiap batu ada abrasinya. Jangan batu padas yang dari gunung yang masih muda. Harus yang benar-benar keras.
Bukan harus dari lokasi sana, lokasi sini. Jadi yang kita gunakan itu (batu padas berpasir), yang penting, mutunya masuk. Asal jangan sembarang diambil. Dari Sipalakki juga banyak batu yang muda. Itu tidak boleh,†ucapnya.
SUDAH MELALUI UJI LAB
Ditambahkan, untuk pasangan pembangunan saluran drainase dan TPT itu, semua memiliki mutu beton jenis K50. Artinya, 50 kg per cm2, dan itu sudah melalui uji lab dari Politeknik USU. Sehingga perbandingan antara batu, semen, pasir dan air semua ada hitungannya. “Jadi pada dasarnya untuk pemakaian batu tidak ada masalah,†pungkasnya.
Sementara itu, pemilik Crusher CV Bukit Cahaya, Bantu Tambunan saat dikonfirmasi via ponselnya, mengakui bahwa batu yang dipakai pada pembangunan pelebaran jalan tidak sepenuhnya dari pihaknya.
Kata dia, sejauh ini, batu yang dikeluarkan dari crusher miliknya masih di bawah seribu kubik. “Informasinya, batu crusher yang dipakai di food estate dari berbagai crusher yang ada di Humbahas, salah satunya CV Mitra Keluarga (MK) dan CV PTDS. Mungkin karena selisih harga sehingga mereka memakai crusher lainnya. Padahal, sebelumnya kita sudah teken kontrak,†ujarnya kecewa.
Lebih lanjut dia menyampaikan, jenis material yang mereka keluarkan dari crushernya adalah base klas A (lapisan atas) pemadatan badan jalan.
“Sejauh yang kita ketahui, base yang dipakai pada pemadatan badan jalan akses food estate hanya urpil (urukan pilihan) ukuran 5/7 sampai 10/10 serta base klas A dari crusher. Sesuai spek, pemakaian sirtu tidak dibenarkan,†pungkasnya. (BR7/c)