Jakarta (SIB)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menilai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) cepat tanggap dalam merespons temuan cemaran kasus gagal ginjal akut misterius.
Dalam sidak langsung yang dilakukan Senin pagi (31/10), Muhadjir melihat langsung proses pengujian obat sirup tersebut.
Meski begitu, Muhadjir meminta penelusuran lebih lanjut terkait unsur apakah mungkin ada kesengajaan di balik penggunaan kedua zat toksik etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirup, sehingga diduga menewaskan lebih dari 150 anak.
"Karena sejak dari sananya bahan penolong ini cukup tinggi dosisnya. Secara detail tadi dapat informasi dari lab, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya," kata Muhadjir, Senin (31/10) dalam keterangan tertulis.
Tentunya, bila didapati unsur kesengajaan, semakin memperkuat proses sanksi pidana.
Ia juga berharap kasus ini bisa dijelaskan secara terbuka ke publik agar juga menjadi sorotan industri farmasi bersama.
"Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini," tuturnya.
Dalam temuan barunya, BPOM RI sudah melihat sejumlah pelanggaran yang dilakukan industri farmasi termasuk perubahan sumber bahan baku tidak sesuai standar lantaran tidak melapor ke BPOM, hingga tidak melakukan pengujian ulang dan kualifikasi supplier obat.
Gelar Perkara
Terpisah, Bareskrim Polri melakukan gelar perkara terkait dugaan tindak pidana di kasus gagal ginjal akut.
Nantinya kasus ini bakal ditentukan untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan atau tidak.
"Meningkatkan mungkin ya dari lidik (penyelidikan) ke sidik (penyidikan). Terus masalah tindak lanjutnya apa, pembagian tugasnya seperti apa nanti mana yang perlu didalami, gitu. Harus semuanya komprehensif ya," kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto kepada wartawan, Selasa (1/11).
Pipit mengatakan, gelar perkara digelar pada Selasa (1/11).
Sebelumnya, BPOM telah mengumumkan tiga perusahaan farmasi yang telah diberi sanksi terkait cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup. Satu industri farmasi berasal dari Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Adapun tiga perusahaan farmasi yang disanksi itu adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma.
Tiga produsen obat ini disebut tak memenuhi standar atau khasiat mutu untuk memproduksi obat sirup.
"Kami menemukan produk obat sirup paracetamol drop, paracetamol sirup, rasa peppermint produksi PT Afi Pharma. Jadi ada satu produsen ketiga yang diduga ada unsur pidana," kata Kepala BPOM RI Penny K Lukito, Senin (31/10).[br]
Laporkan
Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI melaporkan, hingga Senin (31/11) Indonesia mencatat total 304 pasien gangguan ginjal misterius pada anak.
Angka tersebut merupakan jumlah kumulatif yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Dari total kasus tersebut, sebanyak 159 pasien meninggal dunia.
"Sampa tanggal 31 Oktober, total kasus kita ada 304 dan yang masih dirawat di seluruh Indonesia sebanyak 46 kasus. Meninggal 159 kasus atau 52 persen, dan sembuh 99 kasus. Jadi ini per 31 Oktober," ungkap juru bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril dalam konferensi pers virtual, Selasa (1/11).
Lebih lanjut Syahril melaporkan, pasien gangguan ginjal akut tersebut paling banyak berusia 1 hingga 5 tahun dengan total 106 pasien.
"Ada terbanyak itu di kelompok umur 1-5 tahun sebanyak 106 anak. Kemudian di bawah 1 tahun (sebanyak) 21 anak, dan seterusnya 23 (kasus) pada (usia) 6-10 tahun. Dan ada 9 (kasus) anak pada (usia) 11-18 tahun," pungkas Syahril.
Terkait penyebab ratusan kasus gagal ginjal akut pada anak, Kemenkes RI mengerucutkan dugaan penyebab yakni cemaran bahan etilen glikol pada sejumlah jenis obat cair atau sirup yang sempat dikonsumsi anak-anak. (detikHealth/detikcom/a)