Medan (SIB)
Kolaborasi jurnalis internasional dalam misi Open Lux menyisir data-data diperbankan Luxembourg Jerman, yang dicurigai menjadi wadah operasi pengemplangan pajak para miliarder dunia. Salah satu dokumennya mengungkap kepemilikan gelap gedung-gedung mewah di Jerman oleh Sukanto Tanoto dari Indonesia, bersama putranya Andre Tanoto.
Sukanto Tanoto selama ini dikenal sebagai 'raja sawit dengan sejumlah usaha perkebunan sawit, antara lain PT Asian Agri dan RGE, raksasa perkebunan sawit di Indonesia termasuk di Pulau Sumatera.
Andre Tanoto disebut membeli satu dari tiga gedung mewah rancangan arsitek kondang Frank O Gehry seharga 50 juta euro (Rp 847 miliar) di kota pusat perekonomian Dusseldorf, ibukota negara bagian Nordrhein Westafalen. Hebatnya, Sukanto juga membeli gedung empat lantai bekas istana Raja Ludwig Bavaria di Munchen, yang sekarang jadi kantor pusat perusahaan asuransi Allianz di kawasan prestisius Ludwigstrasse. Menurut dokumen OpenLux,gedung mewah historik itu dibeli seharga 350 juta Euro atau sekitar Rp 6 triliun.
Anggota Parlemen Uni Eropa dari fraksi Partai Hijau, Sven Giegold mengungkapkan keluarga Sukanto Tanoto secara diam-diam membeli gedung-gedung mewah itu lewat pihak perusahaan cangkang (mirip makelar bisnis dengan praktik jasa konsultan investasi) di Cayman Islands, Singapura dan Luxembourg.
Saat ini ada 55 ribu perusahaan cangkang yang mengelola dana sampai 5 triliun Euro di Luxembourg.
Sven menegaskan, pembelian terselubung (harta-harta gelap) biasanya dilakukan untuk mengemplang pajak atau pencucian uang dan sangat merugikan bagi Jerman, Luxembourg dan Indonesia. Di Jerman, kerugiannya mencapai 20-an miliar Euro.Pihak otoritas di Jerman ternyata tidak mengetahui bahwa konglomerat sawit asal Indonesia itu yang membeli properti mewah tersebut.
Sukanto, pendiri dan pemilik perusahaan Raja Garuda Emas (RGE eks RGM: Raja Garuda Mas) adalah orang terkaya ranking-22 versi Forbes 2020 dan pernah masuk barisan orang tajir di Singapura.
RGE adalah induk perusahaan Asia Pacific Resources International Holding Ltd (APRIL), salah satu perusahaan produsen kertas terbesar di Indonesia. Total aset RGE mencapai USD 20 miliar dengan sebaran perusahaan di Indonesia, Cina, Brazil dan Kanada. Sukanto pemilik grup perusahaan besar Royal Golden Eagle yang berpusat di Singapura itu juga memiliki PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan Sateri. Namun, di balik itu, Sukanto juga dikenal aktif dalam berbagai kegiatan sosial melalui yayasan Tanoto Foundation.
Selain temuan Open Lux ini, pihak organisasi lingkungan hidup internasional Greenpeace mencap Sukanto Tanoto sebagai 'perusak hutan terbesar dunia' dan menuding praktek bisnis minyak sawitnya terlibat praktik penghindaran pajak dan pelanggaran HAM.
Program investigasi Open Lux dinilai legal atas regulasi Aturan Transparasi Uni Eropa sejak 2018, yang didukung lembaga investigasi Offshore Convicted Citizen Resources Proect (OCCRP) yang melibatkan komunitas jurnalis berkolaborasi dengan media Prancis Le Monde dan media Jerman Sddeutsche Zeitung (SZ).
Platform jurnalisme investigatif ini bertujuan mengungkap kasus-kasus kejahatan terorganisir dan korupsi skala besar di sejumlah negara, termasuk praktik pendanaan terorisme dan aksi pencucian uang. Regulasi ini mewajibkan negara-negara anggota Uni Eropa membuat daftar kepemilikan transparan yang memuat nama-nama pemilik properti dan data perusahaan lengkap daftar pemegang sahamnya.
Mirip Open Lux, misi investigasi Panama Paper pada 2016 lalu juga mengungkap kasus serupa, yang melibatkan sejumlah pejabat penting dan pengusaha di Indonesia. Pihak ICW kemudian pada 2019 sempat menyoroti empat menteri yang 'diduga ikut main' di jaringan Panama Paper dan Paradise Paper.
Ke-4 menteri tersebut, masing-masing membawa perusahaan Vezelay International Corporation (VIC) yang terdaftar di British Virgin Island, Nusantara Energy Resources (NER) di Bermuda, Mayfair International Ltd (MIL) di Seychelles (Afrika Timur) pada 2006, dan perusahaan Gainsford Capital Ltd (GCL) dan Serenity Pacific (SP), keduanya terdaftar di British Virgins Island. (M04/newsedetik.com/kompas.com/a)
Sumber
: Hariansib edisi cetak