Sabtu, 27 Juli 2024

Ojol Gugat Minta MK Hapus Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR dan Pejabat Tinggi

Redaksi - Jumat, 09 September 2022 09:42 WIB
530 view
Ojol Gugat Minta MK Hapus Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR dan Pejabat Tinggi
(KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA)
Suasana rapat paripurna ke-28 masa sidang V tahun 2021-2022 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022). Ilustrasi
Jakarta (SIB)
Seorang penarik ojek online (ojol) Surabaya, Ahmad Agus Rianto (29), menggugat uang pensiun seumur hidup anggota DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dihapus. Termasuk uang pensiunan seumur hidup para pejabat tinggi lainnya.

Pasal yang digugat adalah Pasal 12 ayat (1) ayat (2), Pasal 13, ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 14 ayat (1) ayat (2), Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), ayat (2) ayat (3), Pasal 17 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4) ayat (5), Pasal 18 ayat (1) ayat (2), Pasal 19 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

"Menyatakan Pasal yang digugat yaitu Pasal 12 ayat (1) ayat (2), Pasal 13, ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 14 ayat (1) ayat (2), Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), ayat (2) ayat (3), Pasal 17 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4) ayat (5), Pasal 18 ayat (1) ayat (2), Pasal 19 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian pinta Ahmad Agus Rianto dalam berkas gugatan yang dilansir website MK, Kamis (8/9).

Ahmad Agus Rianto memberikan kuasa kepada tim hukum Muhammad Sholeh, Runik Erwanto, Muhammad Saiful, Yusuf Andriana, dan Farid Hermawan.

Pemohon menilai, jika dilihat dengan nilai utang Indonesia yang sedemikian besar, tentunya pemerintah harus efisien menggunakan anggaran APBN.

"Bukankah hal ini sangat paradoks jika APBN justru digunakan untuk bayar pensiun para pejabat negara," bebernya.

Pemohon membandingkan Indonesia dengan Arab Saudi, sebuah negara penghasil minyak yang mampu menggratiskan pendidikan buat rakyatnya hingga rumah sakit gratis.

"Tentu Indonesia tidak bisa disamakan dengan Arab Saudi. Faktanya, sekolah dasar swasta saja masih bayar, rumah sakit masih bayar, kecuali masyarakat miskin ditanggung negara melalui BPJS. Tentu sangat ironis jika negara harus menganggarkan pensiun bagi pejabat negara," ucapnya.

Menurut pemohon, lembaga presiden, DPR, menteri, gubernur, dan bupati adalah lembaga politik. Maka orang yang terpilih adalah hasil dari pemilihan umum, dan masa kerjanya cuma 5 tahun dan boleh menjadi hanya dua periode atau 10 tahun.

"Maka tidak seharusnya mendapatkan dana pensiun. Sebab, masa kerjanya terlalu pendek, berbeda dengan pegawai negeri," paparnya.

Saat ini, kabupaten/kota di Indonesia sekitar 514 daerah. Belum lagi ada 34 propinsi.[br]





"Artinya, setiap 5 atau 10 tahun sekali negara harus menganggarkan pensiun kepala daerah dan wakil lebih dari 1.000 pejabat negara," urainya.

Pemohon juga menyentil, bagaimana dengan mantan pejabat negara yang berhenti karena masa jabatannya habis, dia diberhentikan dengan hormat, tapi setelah menerima pensiun ternyata terkena kasus korupsi saat dia menjabat.

Bukankah, pensiunnya tetap berjalan, sebab saat berhenti dari jabatannya, dia tidak bermasalah.

"Penjelasannya, jika ada anggota DPR meninggal, istri/suami akan mendapatkan dana pensiun, yang lebih celaka lagi, anggota DPR yang mengalami pergantian antarwaktu, baik yang mengganti dan yang diganti sama-sama mendapatkan dana pensiun.

Secara tidak langsung undang-undang a quo memberikan arti, meskipun ada anggota DPR menjabat 3 bulan karena dia mengalami pergantian antarwaktu, dia berhak mendapatkan hak dana pensiun," bebernya.

Menurutnya, gaji bulanan plus tunjangan buat para pejabat negara sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tabungan di hari tua.

"Jika pensiun itu dimaknai sebuah penghargaan negara kepada para pejabat negara yang telah mengabdi bertahun-tahun, tentu dokter dan guru- guru yang mengabdi di daerah terpencil lebih berhak mendapatkan hak pensiun dibanding para pejabat negara yang bekerja dengan fasilitas yang lebih dari cukup," pungkasnya.(detikcom/d)





Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Pj Wali Kota : Ini Baru Pertama, Saya Apresiasi KONI Tebingtinggi
Anggota DPR NasDem Ujang Iskandar Ditangkap Kejagung di Bandara Soekarno-Hatta
Modal Jadi Juara Dunia dan Asia Tenggara, Binaraga Sumut Optimis Raih 5 Medali Emas PON Aceh-Sumut
DPRD SU dan Pj Gubernur Sumut Sahkan Ranperda PjP APBD Sumut TA 2023 Rp12 T
Rapat Banmus DPRD Simalungun Jadwalkan Rapat Paripurna Hak Interpelasi Besok
DPRD Palas Gelar Paripurna KUA PPAS 2024 dan Ranperda Inisiatif
komentar
beritaTerbaru