Jakarta (SIB)
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyerahkan dua dokumen kepada Mensos.
Salah satu dokumennya terkait 176 lembaga serupa Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga menyelewengkan dana.
"Pada kasus yang terakhir dan seperti yang disebutkan Mensos, tadi ada 176 entitas lainnya yang diserahkan ke beliau untuk diperdalam selain kasus yang marak saat ini (ACT) ditangani teman-teman Bareskrim," kata Ivan kepada wartawan di gedung Kemensos, Jakarta, Kamis (4/8).
Ivan menyebutkan pihaknya sudah menyerahkan dokumen terkait kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk mendalami kasus yang serupa. Dia menjelaskan ke-176 lembaga baru ini memiliki modus yang sama dengan ACT.
"Kami nyatakan, ACT ini bukan satu-satunya. Jadi kita masih menduga ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kegiatan serupa, dan 176 tadi salah satu di antaranya yang kemungkinan (melakukan penyelewengan dana), kami sudah serahkan ke penegak hukum," jelas dia.
"Ya rata-rata memang modusnya adalah sama, ya penggunaan dana yang dihimpun publik itu tidak sesuai dengan peruntukan semestinya," imbuhnya.[br]
Untuk diketahui,kemarin, Ivan melakukan pertemuan tertutup dengan Mensos Tri Rismaharini dengan agenda membahas kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Melalui rapat tersebut, PPATK akan bergabung bersama dengan Kemensos dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas). Risma menjelaskan tugas dan fungsi satgas ini adalah mendalami hal-hal terkait dugaan penyelewengan dana oleh berbagai lembaga.
"Melalui tim ini, nanti mungkin bisa kemudian PPATK menelusuri, bergerak setelah itu," kata dia.
Dipakai Beli Rumah
PPATK juga mengungkap temuan adanya 50 persen dana donasi yang diterima Yayasan ACT mengalir ke entitas pribadi.
Sebanyak 50 persen dari dana senilai Rp 1,7 triliun yang diterima ACT itu disalahgunakan untuk membeli vila hingga rumah.
"Jadi kita melihat ada kepentingan untuk buat pembayaran kesehatan, pembelian vila, kemudian pembelian apa, pembelian rumah, pembelian aset," kata Ivan.
Ivan mengatakan dana donasi yang seharusnya disalurkan ke warga itu justru disalahgunakan oleh ACT. Dana yang diterima disebutnya malah digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Segala macam yang memang tidak diperuntukkan untuk kepentingan sosial," ungkap dia.
Minta Diaudit
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meminta Kemensos mengaudit seluruh yayasan serupa ACT.
"Belajar dari kasus ACT ini, pihak Kementerian Sosial juga diminta segera mengaudit lembaga-lembaga ini. Tidak hanya berkedok kegiatan agama tertentu, tetapi juga agama lainnya," kata Ace kepada wartawan.[br]
Ace meminta aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap lembaga mana pun yang melakukan tindak pidana.
Terlebih terhadap mereka yang melakukan penyelewengan bantuan berkedok filantropi.
"Pihak penegak hukum harus tegas kepada lembaga mana pun yang melakukan tindakan yang melanggar hukum, dengan cara melakukan penyelewengan bantuan berkedok filantropi Islam," kata Ketua DPD Golkar Jawa Barat itu.
Dengan demikian, Ace mendorong penegakan hukum terhadap lembaga-lembaga tersebut.
Ace mendesak agar lembaga bermodus aktivitas filantropi oleh masyarakat kemudian diselewengkan di luar peruntukannya diusut.
"Kita harus menegakkan hukum atas lembaga-lembaga seperti itu. Modus menarik uang dari masyarakat dengan dalih bantuan bencana namun diselewengkan untuk kepentingan di luar peruntukannya harus diusut," ujarnya. (detikcom/d)