Kolombo (SIB)
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa menawarkan untuk berbagi kekuasaan dengan oposisi setelah unjuk rasa menuntut pengunduran dirinya semakin meluas. Rajapaksa dituntut mundur di tengah memburuknya krisis ekonomi Sri Lanka yang diwarnai kekurangan pangan, bahan bakar minyak dan obat-obatan.
Seperti dilansir AFP, Senin (4/4), seruan Rajapaksa terhadap para legislator Sri Lanka disampaikan saat pasukan keamanan bersenjata lengkap dikerahkan untuk meredam aksi memprotes situasi yang diakui pemerintah sebagai kekurangan kebutuhan pokok terburuk sejak negara itu merdeka dari Inggris tahun 1948.
"Presiden mengundang seluruh partai politik dalam parlemen untuk menerima jabatan kabinet dan bergabung dalam upaya mencari solusi untuk krisis nasional," demikian pernyataan terbaru dari kantor Rajapaksa.
Ditekankan bahwa solusi untuk krisis yang semakin mendalam harus ditemukan 'dalam kerangka kerja demokrasi, dengan ratusan orang bergabung dalam unjuk rasa spontan di berbagai kota dan desa setempat.
Mundur
Seruan berbagi kekuasaan itu disampaikan setelah 26 menteri kabinet pemerintahan Rajapaksa mengundurkan diri secara massal dalam rapat pada Minggu (3/4) tengah malam waktu setempat. Hanya kakak Rajapaksa, yakni Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, yang masih menjabat.
Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Ajith Cabraal juga bergabung dalam daftar pejabat tinggi yang mengundurkan diri massal itu.
Aktivitas perdagangan terhenti setelah beberapa detik bursa saham negara itu dibuka, dengan harga saham merosot di atas batasan lima persen yang memicu penghentian otomatis.
Sri Lanka berada dalam cengkeraman kekurangan pangan dan bahan bakar minyak yang diwarnai naiknya inflasi yang mencetak rekor dan terputusnya pasokan listrik, tanpa ada tanda-tanda situasi krisis ekonomi akan berakhir dalam waktu dekat.
Pemerintah telah mengumumkan rencana mencari bailout dari Dana Moneter Internasional (IMF), namun pembicaraannya belum juga dimulai.
Tentara dan polisi Sri Lanka ditempatkan dalam kondisi siaga tinggi setelah jam malam selama 36 jam diakhiri pada Senin (4/4) pagi waktu setempat. Jam malam diberlakukan demi menekan terjadinya kerusuhan, namun laporan intelijen memperkirakan lebih banyak kerusuhan akan terjadi di negara tersebut.
Sebelumnya, sepanjang Minggu (3/4) malam, ratusan orang menggelar unjuk rasa damai di berbagai kota dengan mengecam cara Rajapaksa menangani krisis di Sri Lanka. Para aktivis setempat menyatakan hendak menggelar unjuk rasa lebih besar di beberapa kota penting pada Senin (4/4) untuk memaksa Rajapaksa dan keluarganya mengundurkan diri dari jabatan di pemerintahan.
Dilansir dari BBC, Senin (4/4), pengunjuk rasa menentang jam malam untuk turun ke jalan di beberapa kota. Negara ini sedang bergulat dengan apa krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Hal ini sebagian disebabkan oleh kurangnya mata uang asing yang digunakan untuk membayar impor bahan bakar. Dengan pemadaman listrik yang berlangsung setengah hari atau lebih, dan kekurangan makanan, obat-obatan dan bahan bakar, kemarahan publik telah mencapai titik tertinggi baru.
Menteri Pendidikan Dinesh Gunawardena mengatakan kepada wartawan pada Minggu bahwa menteri kabinet telah menyerahkan surat pengunduran diri mereka kepada perdana menteri.
Putra perdana menteri sendiri, Namal Rajapaksa, termasuk di antara mereka yang mengundurkan diri. Dia berharap itu akan membantu 'keputusan presiden dan PM untuk membangun stabilitas bagi rakyat dan pemerintah'. (detikcom/a)