Moskow (SIB)
Rusia menghabiskan hampir Rp 300 miliar per jam untuk perang di Ukraina sejak kampanye militer Presiden Rusia Vladimir Putin dimulai 24 Februari lalu. Menurut data Kementerian Keuangan Rusia yang dirilis Selasa (17/5) waktu setempat, seperti dilansir dari Newsweek, Kamis (19/5) pengeluaran Rusia untuk perang di Ukraina setiap jamnya mencapai sekira satu miliar rubel atau 15,5 juta dollar AS (setara Rp 288,25 miliar).
Menurut laporan The Moscow Times, anggaran federal Rusia pada April menghabiskan 628 miliar rubel (Rp 146,2 triliun) untuk pertahanan nasional, atau per harinya sekira 21 miliar rubel (Rp 4,8 triliun). Situs berita online Rusia itu mencatat bahwa jumlah pengeluaran harian itu sebanding dengan anggaran tahunan beberapa wilayah di Rusia. Laporan yang merinci biaya perang Rusia di Ukraina yang tinggi muncul saat pasukan militer negara itu terus berjuang melawan tetangganya yang gigih melakukan perlawanan.
Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan Putin telah kehilangan kekuatan yang awalnya dibanggakan Rusia selama tahap awal konflik. Pada Minggu (15/5), Kementerian Pertahanan Inggris merilis laporan yang mengatakan bahwa "serangan Donbas Rusia telah kehilangan momentum dan jauh di belakang jadwal."
Donbas adalah wilayah timur yang berisi dua wilayah yang diduduki oleh separatis pro-Rusia. Selain itu pada Senin (16/5), Institut Studi Perang (think tank Amerika Serikat) mengatakan pasukan Rusia di wilayah Kharkiv Ukraina "sebagian besar tidak berhasil" dengan serangan darat mereka baru-baru ini.
The Moscow Times mengatakan anggaran pertahanan Rusia telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak perang Rusia-Ukraina dimulai pada 24 Februari lalu. Pada Januari, pemerintah Rusia menghabiskan 233,7 miliar rubel (Rp 54,5 triliun) untuk militernya. Jumlah itu meningkat menjadi 369 miliar rubel (Rp 85,8 triliun) pada Februari, ketika Rusia mulai memindahkan pasukan dan peralatan ke perbatasan selama invasinya ke Ukraina.
Pada April, anggaran pertahanan Rusia membengkak menjadi sekira 628 miliar rubel (Rp 146 triliun), naik lebih dari 2 kali lipat dari anggaran tahun sebelumnya, yang sebesar 275 miliar rubel. The Moscow Times mengungkap dalam laporannya bahwa dari Januari hingga April tahun ini, Rusia telah menghabiskan total 1,681 triliun rubel (Rp 392 triliun) untuk biaya militer. “Jumlah itu tiga kali lebih banyak daripada yang dihabiskan negara untuk sektor pendidikan (517 miliar rubel setara Rp 120 triliun) dan perawatan kesehatan (615 miliar rubel setara Rp 143.7 triliun) di Rusia,†kata Times.
Dengan sanksi dan embargo minyak yang sangat merugikan ekonomi Rusia, Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan pada akhir April bahwa anggaran negara telah berubah dari surplus menjadi defisit yang diproyeksikan sebesar 1,6 triliun rubel Rp 374 triliun.
Dia juga mengatakan Dana Kekayaan Nasional (NWF) negara itu akan digunakan sebagai sumber utama untuk membiayai defisit anggaran, menurut laporan Reuters. "Jika pendapatan akan lebih tinggi dari yang direncanakan, kami akan menghabiskan lebih sedikit dari NWF," kata Siluanov tentang pemanfaatan dana darurat Rusia, yang berisi pendapatan minyak tersebut. "Dalam kasus sebaliknya, maka kita akan menghabiskan lebih banyak dari itu."
Senjata Laser
Sementara itu, Rusia menyatakan telah menggunakan senjata laser generasi baru di Ukraina untuk membakar drone atau pesawat tanpa berawak. Ini menandai pengerahan beberapa senjata rahasia Moskow untuk melawan berlimpahnya senjata Barat yang dipasok ke Ukraina.
Dilansir dari Reuters dan Channel News Asia, Kamis (19/5), Presiden Vladimir Putin pada 2018 meluncurkan serangkaian senjata baru termasuk rudal balistik antarbenua baru, drone nuklir bawah air, senjata supersonik, dan senjata laser baru.
Sedikit yang diketahui tentang spesifikasi senjata laser baru tersebut. Putin menyebutkan satu yang disebut Peresvet, dinamai dari seorang biarawan prajurit Ortodoks abad pertengahan, Alexander Peresvet yang tewas dalam pertempuran.
Yury Borisov, wakil perdana menteri yang bertanggung jawab atas pengembangan militer, mengatakan dalam konferensi di Moskow bahwa Peresvet telah dikerahkan secara luas dan dapat membutakan satelit hingga 1.500 km di atas Bumi.
Namun, dia mengatakan bahwa sudah ada sistem Rusia yang lebih kuat daripada Peresvet yang dapat membakar drone dan peralatan lainnya. Borisov menyebut satu uji coba pada hari Selasa lalu, yang disebutnya telah membakar drone sejauh 5 km dalam waktu lima detik. "Jika Peresvet membutakan, maka senjata laser generasi baru mengarah pada penghancuran fisik target - penghancuran termal, mereka membakar," kata Borisov kepada televisi pemerintah Rusia.
Ditanya apakah senjata semacam itu digunakan di Ukraina, Borisov mengatakan: "Ya. Prototipe pertama sudah digunakan di sana." Dia mengatakan senjata itu disebut "Zadira". Hampir tidak ada yang diketahui publik tentang Zadira. Namun, pada tahun 2017 media Rusia mengatakan perusahaan nuklir negara Rusia, Rosatom, membantu mengembangkannya sebagai bagian dari program untuk menciptakan prinsip-prinsip fisik baru berbasis senjata, yang dikenal dengan akronim Rusia ONFP.
Pernyataan Borisov menunjukkan bahwa Rusia telah membuat kemajuan signifikan dengan senjata laser, tren yang menarik bagi kekuatan nuklir lain seperti Amerika Serikat dan China. Menggunakan laser untuk membutakan satelit - atau bahkan membakarnya - pernah menjadi fantasi dari dunia fiksi ilmiah, tetapi negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia telah mengerjakan varian senjata semacam itu selama bertahun-tahun.
Selain manfaat dalam peperangan konvensional dengan membakar drone, sistem pengintaian yang menyilaukan juga memiliki dampak strategis karena satelit digunakan untuk memantau rudal balistik antarbenua yang membawa senjata nuklir. Borisov mengatakan generasi baru senjata laser yang menggunakan pita elektromagnetik lebar pada akhirnya akan menggantikan senjata konvensional. "Ini bukan semacam ide eksotis; ini adalah kenyataan," tandas Borisov. (Rtr/CNA/detikcom/Newsweek/kps/c)