Banda Aceh (SIB)
Spanduk dengan tanda pagar (tagar) Pecat Nova dan Ganti Sekda dibentangkan di tengah rapat paripurna DPR Aceh. Spanduk itu dipasang menjelang rapat diskors.
Pantauan wartawan rapat paripurna digelar di ruang paripurna DPR Aceh, Kamis (19/8). Rapat dipimpin Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin dan dihadiri Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Sidang tersebut berisi agenda penyampaian 'Pendapat Badan Anggaran DPR Aceh terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2020'. Setelah pembukaan, juru bicara Badan Anggaran (Badan) DPR Aceh Azhar Abdurrahman dan Abdurrahman Ahmad membacakan pendapat Banggar.
Menjelang akhir sidang, sejumlah orang masuk ke balkon ruang rapat DPR Aceh. Mereka kemudian membentangkan spanduk berwarna putih. Spanduk itu bertulisan #pecatNova #gantisekda.
Selain itu juga ada tulisan hitam 'AMARAH' dan #TolakLPJAPBA2020. Spanduk dibentangkan sekitar pukul 15.55 WIB atau beberapa menit sebelum rapat diskors untuk salat Asar.
Ketika sidang diskors, peserta aksi tersebut keluar dari ruangan paripurna. Sejumlah peserta aksi terdengar berteriak 'pecat Nova'.
Tolak
Sementara itu, dalam rapat paripurna tersebut Badan Anggaran (Banggar) DPR Aceh menolak Rancangan Qanun (Raqan) Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020. DPRA menilai pengelolaan keuangan Aceh sangat amburadul.
Juru bicara Banggar DPR Aceh Azhar Abdurrahman mengatakan terdapat 30 temuan dalam pengelolaan APBA berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2020. Temuan itu disebut perlu ditindaklanjuti Pemerintah Aceh.
Selain itu, kata Azhar, penggunaan anggaran daerah lebih mengutamakan biaya aparatur. Dia mencontohkan anggaran untuk staf khusus dan penasihat khusus Gubernur Aceh mencapai Rp 6,3 miliar serta bantuan untuk organisasi sosial lainnya.
"Kinerja ekonomi makro pemerintahan di bawah kepemimpinan saudara Gubernur Nova Iriansyah pada tahun ke-4, jika dilihat berdasarkan janji-janji kampanye sebagaimana yang dituangkan dalam RPJMA 2017-2022 masih jauh antara harapan dan kenyataan," kata Azhar dalam rapat paripurna.
Menurutnya, semua visi dan misi Aceh Hebat yang awalnya bertujuan menyejahterakan rakyat Aceh tidak tercapai pada tahun ke-4 kepemimpinan Nova. Buktinya, kata Azhar, sampai saat ini Aceh masih dinobatkan sebagai daerah termiskin se-Sumatera dan peringkat ke-6 termiskin se-Indonesia.
"Pengelolaan keuangan Aceh sangat amburadul, seperti yang terjadi pada tahun anggaran 2020, di mana Silpa Aceh mencapai Rp 3,96 triliun," jelasnya.
Dia mengatakan pergeseran anggaran atau refocusing sebanyak empat kali melalui perubahan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA Tahun Anggaran 2020 dilakukan tanpa pemberitahuan dengan DPR Aceh. Selain itu, Banggar DPR Aceh disebut menemukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku pada pengelolaan keuangan di Sekretariat Daerah Aceh dan di Badan Pengelolaan Keuangan Aceh.
"Banggar DPR Aceh juga menemukan banyak program dan kegiatan yang tidak tepat sasaran. Terutama di Dinas Pendidikan Aceh, Dinas Perhubungan, Dinas PUPR, Dinas Pengairan, Dinas Perkim, dan dinas-dinas yang lain, sehingga sangat merugikan Aceh, artinya juga bertentangan dengan berbagai ketentuan perundang-undangan," ujar Azhar.
Politikus Partai Aceh ini menyebutkan, realisasi pendapatan APBA Tahun 2020 mencapai 117,68% atau Rp 2,5 triliun lebih dari rencana sebesar Rp 2,1 triliun. Sedangkan realisasi belanja APBA anggaran 2020 sebesar Rp 9,2 triliun atau 82,62% dari target 10,2 triliun.
"Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka dengan ini Badan Anggaran DPR Aceh tidak dapat menyepakati/menyetujui Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2020," ucap Azhar. (detikcom/c)