Jakarta (SIB)
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei dengan tema 'Kondisi Ekonomi'. Hasil survei LSI menunjukkan mayoritas responden menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Survei diselenggarakan pada 13-21 Agustus 2022. Sebanyak 1.220 responden dipilih secara acak dengan menggunakan metode multistage sampling dengan margin of error ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan pewawancara yang telah dilatih.
Responden ditanya pendapat mana yang lebih sesuai dengan pendapat Ibu/Bapak sendiri tentang harga BBM dinaikkan untuk mengurangi beban APBN versus tidak dinaikkan meski harus menambah utang. Hasilnya, 58,7% responden menolak kenaikan BBM walaupun itu akan menambah utang.
"Hampir 60% (58,7%) masyarakat menyatakan sebaiknya BBM tidak usah dinaikkan, walaupun itu akan menambah utang. Jadi kalau kebijakan menaikkan harga BBM itu bukan kebijakan yang populer, saya kira nanti kita lihat apakah keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, terutama Pertalite dan solar nanti punya efek negatif terhadap kepuasan terhadap kinerja presiden. itu baru bisa kita lihat beberapa waktu ke depan," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam jumpa pers virtual, Minggu (4/9).
"Meski harga bahan bakar dunia saat ini mengalami peningkatan, tapi pemerintah harus berupaya agar harga bahan bakar tidak dinaikkan, termasuk jika harus menambah utang," sambungnya.
Meski begitu, Djayadi menyebut ada 26,5% masyarakat yang setuju dengan kenaikan harga BBM.
Mereka menyetujui itu karena berkaca dari harga BBM di dunia yang mengalami peningkatan.
"Karena harga bahan bakar dunia saat ini mengalami peningkatan, maka untuk mengurangi beban APBN sebaiknya harga bahan bakar juga dinaikkan," ujarnya.
Sementara itu, 14,8% masyarakat memilih tidak tahu atau tidak menjawab terkait pertanyaan tersebut.
Survei ini digelar pada 13-21 Agustus 2022 sebelum pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM.
Diketahui, pemerintah menaikkan harga BBM mulai Sabtu (3/9). Presiden Jokowi pun buka suara soal harga BBM subsidi naik itu.
"Mestinya uang negara itu diprioritaskan untuk subsidi masyarakat yang kurang mampu dan pemerintah saat ini harus buat keputusan dalam situasi sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM," kata Jokowi dikutip dari keterangan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9).
"Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini dapat subsidi akan mengalami penyesuaian," tegas Jokowi.[br]
Serba Salah
Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, menyebut kondisi soal BBM saat ini memang serba salah.
"Ya kita melihat kondisi saat ini serba salah dan punya konsekuensi. Jika tidak ada kenaikan BBM, maka anggaran kita akan membengkak dan mempengaruhi program-program yang sudah direncanakan," kata Eko kepada wartawan, Sabtu (3/9).
"Jika harga BBM dinaikkan, maka konsekuensi pada peningkatan harga kebutuhan pokok, inflasi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Apa yang dilakukan Pak Presiden dengan memberikan bansos tambahan untuk menanggulangi penurunan daya beli sudah tepat," tambah Eko.
Legislator PAN itu menyarankan agar yang memiliki kendaraan mewah tidak mengisi Pertalite, tapi harus Pertamax Turbo.
Menurutnya, subsidi BBM itu diberikan bukan kepada mereka yang sudah mampu.
"Malu dong, mobil mewah tapi isinya Pertalite," satir Eko.
Saran kedua dari sisi suplai. Menurut Eko, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah dari Pertamina dan pemerintah bagaimana bisa membatasi agar yang kaya tidak membeli BBM bersubsidi.
"Mereka yang beli BBM bersubsidi bisa beli lewat aplikasi, bisa pendataan yang jelas perlu dibatasi," ucapnya.
Panggil Pertamina
Sementara itu, Komisi VI DPR RI bakal memanggil Pertamina terkait kenaikan harga BBM tersebut.
"Kita akan panggil Pertamina," kata Ketua Komisi VI DPR RI, Faisol Riza, kepada wartawan, Sabtu (3/9).
Faisol menyebut, pemanggilan terhadap Pertamina dilakukan pekan ini.
Menurutnya, Pertamina dipanggil untuk koordinasi pengawasan kenaikan harga Pertalite yang bersubsidi.
"(Pertamina dipanggil terkait) Kenaikan harga Pertalite yang subsidi perlu pengawasan," ucapnya.
Lindungi Kelompok Rentan
Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut kenaikan harga BBM untuk melindungi kelompok ekonomi rentan di tengah krisis pangan dan energi.
"Di tengah krisis energi dan krisis pangan global, masyarakat di berbagai belahan dunia menghadapi dampak kenaikan harga pangan dan energi. Untuk itu, perlindungan harus diprioritaskan kepada kelompok ekonomi rentan," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Abraham Wirotomo dalam keterangan pers tertulis, Minggu (4/9).
Abraham menerangkan saat ini pemerintah tengah melakukan pengalihan subsidi dalam bentuk bantuan sosial.
Dia berharap bantuan itu dapat diterima tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Dengan pengalihan subsidi langsung ke orang dalam bentuk bantuan sosial bisa lebih tepat menyasar masyarakat yang lebih membutuhkan," ujarnya.[br]
Abraham menyebut pemerintah telah melakukan beberapa perbaikan agar bantuan sosial itu tepat sasaran.
Perbaikan-perbaikan itu, kata Abraham, mulai dari data sasaran atau data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) juga penyaluran bansos yang bisa diakses oleh masyarakat melalui situs cekbansos.kemensos.go.id.
"Jadi masyarakat bisa memberikan usulan siapa yang belum mendapat bantuan namun dirasa layak dan juga bisa memberikan sanggahan siapa yang mendapat bantuan sosial namun dirasa tidak layak," tuturnya.
Lebih lanjut, Abraham memastikan seluruh data itu sudah sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Dengan begitu, menurutnya, tidak ada lagi data ganda atau data fiktif saat penyaluran bantuan sosial.
"Sudah ada 126 juta data DTKS yang padan dengan NIK, 33 juta data yang sudah diperbaiki daerah, 16 juta data usulan baru, dan 3,5 juta data yang dicoret karena tidak layak," ujarnya. (detikcom/d)