Medan (harianSIB.com)
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejagung Dr Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan perkara pidana umum (Pidum) berdasarkan Keadilan Restoratif atau restorative justice (RJ), termasuk berkas perkara 3 tersangka dari Kejati Sumut.
Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana dalam siaran persnya via aplikasi pesan kepada wartawan termasuk jurnalis Koran SIB Martohap Simarsoit, Minggu (22/5-2022), menyebutkan, penghentian penuntutan itu dilakukan melalui ekspose perkara secara virtual, Jumat (20/5/2022).
Acata itu juga dihadiri JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada JAM-Pidum, Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat TP Oharda, serta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) yang mengajukan permohonan RJ.
Adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu, tersangka Joko Aminoto Zebua alias Joko Zebua alias Pak Iqbal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sibolga yang disangka melanggar Pasal
351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Kemudian, Marela Br Tarigan dari Cabang Kejari Karo di Tigabinanga yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, tersangka Ranto Togi Sihombing dari Kejari Humbang Hasundutan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Selanjutnya, tersangka Asmad bin Mat Karel dari Kejari Bangka Selatan yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tersangka MAS’AT alias AAT bin ARBAIN dari Kejari Hulu Sungai Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, tersangka Margono alias Gono Bin Samid (Alm) dari Kejari Hulu Sungai Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Menurut Kapuspenkum, sebagai pertimbangan untuk pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Alasan lainnya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar serta pertimbangan sosiologis yaitu masyarakat memberi respon positif.
“Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kajari dan Kacabjari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,†kata Kapuspenkum. (*)