Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 28 Juni 2025

Rumah Tradisional Batak Terancam Punah

- Sabtu, 19 Maret 2016 17:45 WIB
1.010 view
Rumah Tradisional Batak Terancam Punah
Dr. Cosmas Batubara
Jakarta (SIB)- Rumah-rumah tradisional Batak dewasa ini  terancam punah karena berbagai faktor.  Antara lain, karena  terbakar, rusak,  tidak terawat dan lain sebagainya. 

Karena itu, sangat wajar jika  hal ini menjadi keprihatinan orang-orang Batak yang masih peduli akan adat, budaya, tradisi dan peninggalan leluhur bangso Batak.   

Hal ini mengemuka, dalam   Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Menyelamatkan Rumah Adat Batak (Save Batak’s House)” akhir pekan lalu di  Anjungan Sumut, TMII, Jakarta Timur, diselenggarakan  Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT),  bekerjasama dengan Komunitas Seniman Tradisi Sumatera Utara (Kosentra Sumut), dan pengelola Anjungan Sumut  Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.  

Pelaksanaan FGD dilatarbelakangi adanya peristiwa kebakaran empat unit rumah adat Batak yang telah berusia 200 – 250  tahun di Huta Lumban Binanga, Desa Jangga Dolok, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Provinsi Sumatera Utara pada hari Jumat, 1 Januari 2016 lalu.
Forum FGD menghimpun pandangan dan pemikiran dari berbagai perspektif seperti arsitektur, sejarah, budaya dan tradisi Batak, kesenian  dan pemerintahan, untuk menyelamatkan rumah tradisional Batak yang semakin tergerus arus zaman dan modernisasi. 

Pemandu FGD,   Jhohannes Marbun mewakili YPDT yang selama ini  dikenal sebagai pemerhati warisan budaya di tanah air  menginformasikan  bahwa setidaknya  12 (dua belas) peristiwa kebakaran Ruma atau Sopo Batak dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir (2010-2016), termasuk Ruma Batak di Jangga Dolok.   

Tampil beberapa nara sumber antara lain, Dr Bisuk Siahaan (tokoh masyarakat), Dr Cosmas Batubara ( mantan Menaker),  Prof Ir Gunawan Tjahjono M.Arch., Ph.D. (Guru Besar Arsitek Universitas Indonesia),  Prof Dr.-Ing Ir Uras Siahaan (Guru Besar Arsitek Universitas Kristen Indonesia), Ir Galuh Widati MSc. (Dekan Fakultas Teknik UKI),   Ir Parlin Sianipar (Forum Masyarakat Balige),   Ir Joyce Sitompul br Manik (Ketua Kosentra Sumut), Ir Jesman Gultom (Ahli Aksara Batak/ Kosentra Sumut), Drs. Maruap Siahaan, MBA (Ketua Umum YPDT), Drs Jerry RH Sirait (tokoh budaya dan pendidikan, YPDT), Saut Poltak Tambunan (Sastrawan Batak), dan lain sebagainya. 

Bisuk Siahaan  menyatakan,  bahwa  orang Batak  sekarang  ini hampir sudah kehilangan adat, budaya, tradisi, dan peninggalan leluhur Bangso Batak.  
“Saya sangat terkejut ketika mendengar di Belanda ada pameran barang-barang leluhur peninggalan Bangso Batak selama 3 (tiga) bulan. Hal ini bisa diartikan bahwa  orang di luar Bataklah saat ini  yang memiliki peninggalan leluhur nenek-moyang suku Batak,” kata Bisuk Siahaan sembari menambahkan, bahwa   orang-orang Jerman dan Belanda masih menyimpan barang-barang leluhur  masyarakat Batak.

Dikatakan,  selama ini  pemerintah lebih mengutamakan pelestarian bangunan-bangunan tua berarsitektur  peninggalan masa kolonial, misalnya Kota Tua Jakarta, Kota Lama Semarang, Kota Baru Yogyakarta, dan beberapa peninggalan masa kolonial lainnya.

 Padahal di Indonesia sangat banyak bangunan-bangunan tua berupa rumah tradisional (adat) yang jauh lebih bermakna yang menunjukkan identitas dan integritas suku-suku bangsa di Indonesia. 

Tokoh masyarakat  Cosmas Batubara mengharapkan agar para generasi muda bersatu padu  menyelamatkan dan melestarikan peninggalan leluhur Bangso Batak, salah satunya dengan menyelamatkan rumah tradisional Batak.

“Sesungguhnya kelebihan yang dimiliki rumah Batak dapat dipelajari dan kita  harus mencoba mengusahakan membangun kembali rumah Batak atau memperbaiki rumah Batak yang sudah rusak dan rapuh sebelum rumah itu roboh dan hancur,” kata Cosmas Batubara.

Jerry RH Sirait menyatakan bahwa dengan melestarikan rumah tradisional Batak (Ruma Batak dan Sopo Batak), maka kita sudah melestarikan adat, budaya, tradisi, dan peninggalan leluhur Bangso Batak.   Sebab,  dalam rumah tradisional Batak,  ditemukan  adat, budaya, tradisi, dan peninggalan leluhur bangso Batak. 

Kepala Anjungan Sumut di TMII Jakarta,  Tatan Daniel berpendapat bahwa hilangnya rumah tradisional Batak juga  berarti hilangnya kampung adat Batak. 
Sebab, kampung adat Batak adalah tempat disimpannya nyanyi-nyanyian, lak-lak, tonggo-tonggo,  filosofi Batak dan lain sebagainya. 

 Guru Besar Arstitek Universitas Indonesia (UI )  Prof Ir Gunawan Tjahjono M.Arch, PhD. mengemukakan, dari perspektif kebudayaan dan sejarahnya, Bangso Batak memiliki banyak kekayaan.  Dari rumah tradisionalnya saja,  sudah dapat  dilihat kekayaan tersebut.

Gunawan Tjahjono menegaskan bahwa membangun rumah berarti membangun diri dari suatu komunitas. 

“Jika kita melestarikan rumah tradisional berarti kita melestarikan pengetahuannya. Saat ini kita semakin kehilangan hal tersebut, sehingga  perlu ada  tindakan penyelamatan rumah tradisional Batak,” ujar Gunawan. 

Problem rumah tradisional rata-rata karena terbakar, selain itu, karena  sekarang ini   kita hidup di budaya modern. 

Menurutnya,  budaya modern identik dengan budaya tulisan. Sebaliknya, nenek-moyang kita dulu hidup dalam budaya lisan.

“Kadangkala untuk menyampaikan budaya lisan itu kepada komunitas untuk dapat diingat, mereka terjemahkan dalam wujud simbol-simbol berupa ukiran, pahatan, dan patung,” tukasnya.

Gregorius Antar, mengemukakan,  bahwa "rumah tradisional dianggap zaman kebodohan. Orang-orang pada zaman tersebut masih percaya roh-roh orang yang sudah mati.

Akibatnya ketertarikan untuk melestarikan rumah tradisional tidak ada sama sekali. Padahal sebenarnya rumah tradisional itu memiliki kearifan lokal yang tidak tertandingi oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di masa modern. 

Sebagai contoh, rumah tradisional Batak adalah rumah yang didesain untuk tahan gempa karena memang kawasan mereka tinggal rawan gempa ketika itu. Bisa  dibandingkan,  dengan rumah modern yang terbuat dari batu, pasir, dan semen. 

Ketua Umum YPDT, Maruap Siahaan  mengajak forum untuk membentuk tim untuk merevitalisasi Ruma Batak dalam rangka menyongsong kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata kelas dunia  dengan melibatkan seluruh stakeholder dan masyarakat di kawasan Danau Toba

Bisa dimulai dengan pembangunan Ruma Batak Jangga Dolok. Selain itu,  membedah Ruma Batak di kawasan Danau Toba untuk menggali kembali nilai nilai dari sisi arsitektur, budaya, kearifan lokal, bahan dan teknologi pembuatannya.

Disarankan,  melibatkan mahasiswa untuk live in  mengerjakan bedah rumah tersebut. (G01/ r)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru