Tapanuli Utara (SIB)
Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Utara menggelar sosialisasi pencegahan kasus pertanahan di Kabupaten Tapanuli Utara di Wisma Hineni Hotel Tarutung, Rabu (24/11).
Narasumber acara tersebut adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tarutung Golom Silitonga, SH, Kajari Tapanuli Utara yang diwakili Kasi Intel Mangasi Simanjuntak SH dan Kapolres Taput yang diwakili Kasat Reskrim AKP Kristo Tamba SIK dan Kanit Tipiter Aipda Pol Imron Barus. Acara itu juga dihadiri Camat Siborongborong, Camat Adiankoting dan beberapa pelaksana kepala desa dan lurah.
Ketua Pengadilan Negeri Tarutung Golom Silitonga, SH memaparkan tentang kasus pertanahan dalam hukum perdata dan upaya pencegahan dalam perspektif peradilan.
"Adapun penyebab timbulnya kasus pertanahan adalah sebagai berikut, pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat, luas tanah yang tidak bertambah dan belum terbitnya administrasi pertanahan.Masyarakat, pemerintah dan swasta serta pihak asing berkepentingan akan tanah sebagai sumber kehidupan dan kepentingan pembangunan. Tanah memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial yang tinggi sehingga kebutuhan akan tanah terus meningkat. Tanah tidak dikuasai secara fisik dan pluralisme alas hak, " jelasnya.
Dia mengatakan, pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua proses yakni, proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan dan berkembang proses penyelesaian sengketa melalui perdamaian di luar peradilan maupun pada saat proses litigasi.
Kasi Intel Kejari Taput, Mangasi Simanjuntak, SH dalam sosialisasinya memaparkan tentang strategi hukum pidana dalam pemberantasan mafia tanah.
" Praktik - praktik mafia tanah sungguh menciderai semangat luhur bangsa Indonesia, " jelasnya.
Dia menjelaskan, untuk mengatasi terjadinya praktik mafia tanah, perlu dilakukan kebijakan tata kelola pertanahan yang baik.
"Dalam pengurusan dokumen pertanahan Sertifikat Hak Milik (SHM) khususnya pada pra perolehan, potensi terjadinya tindak pidana misalnya pemalsuan surat yang melanggar Pasal 263 ancaman hukuman 6 tahun penjara, pemalsuan surat autentik yang melanggar Pasal 264 ancaman 8 tahun penjara, keterangan palsu dalam akta yang melanggar Pasal 266 ancaman 7 tahun penjara, " terangnya.
Dia menerangkan, apabila terbukti adanya kerja sama dengan pejabat misalnya kepala desa, PPAT, dan/atau BPN maka dapat di junctokan ke Pasal 55.
"Selain itu apabila terbukti ada penyuapan atau gratifikasi dalam penyalahgunaan kewenangan, dapat diterapkan UU Tipikor, " paparnya.
Dia menerangkan, modus operandi yang sering terjadi yakni, penggunaan surat hak tanah yang dipalsukan, pemalsuan warkah, pemberian keterangan palsu, pemalsuan surat, jual beli fiktif, penipuan atau penggelapan, sewa menyewa, menggugat kepemilikan tanah dan menguasai tanah ala preman.
Kasat Reskrim Polres Taput AKP Kristo Tamba, SIK bersama Kanit Tipiter Aipda Imron Barus yang mewakili Kapolres Taput dalam kesempatan tersebut memaparkan materi tentang tindakan nyata Polri dalam pencegahan kasus tanah di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara.
" Faktor penyebab terjadinya perkara pertanahan yakni, faktor pertama, pemilik tanah tidak mengusai objek tanahnya. Dalam hal ini pemilik tanah yang memiliki bukti kepemilikan baik berupa sertifikat maupun surat alas hak lainnya, tidak menguasai objek tanahnya sehingga diusahai orang lain, " jelas Kasat Reskrim.
Dia menyampaikan, kemudian faktor kedua, pemilik tidak mendaftarkan tanahnya. Para pemilik tanah masih kurang kesadaran untuk melakukan pendaftaran tanahnya guna memperoleh sertifikat ke Kantor Pertanahan sehingga mempermudah orang lain untuk mengklaim kepemilikan tanahnya tersebut. Faktor ketiga, aparat pemerintah desa kurang hati - hati membuat dan atau menandatangani surat alas hak tanah karena tanpa terlebih dahulu melakukan validasi.
"Jenis - jenis perkara pertanahan yakni, perdata dan pidana. Untuk masalah pidana yakni, penggelapan hak atas barang - barang tidak bergerak yang umum disebut sebagai penyerobotan tanah yang tertuang pada Pasal 385 KUHP, pengusaan tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah dan pemalsuan surat yang melanggar Pasal 263, Pasal 264 dan Pasal 266 KUHP, " jelasnya.
Dia juga menerangkan, upaya pencegahan dalam perkara pertanahan yakni, penegakan hukum, sosialisi hukum dan peran serta Pemerintah untuk mengingatkan jajarannya khususnya dari tingkat desa sampai dengan kecamatan untuk melakukan kewenangannya sesuai dengan ketentuan. (F4/c)