Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 25 Desember 2025

Tak Sesuai Standar Mutu dan Takaran

Bareskrim Sita 201 Ton Beras Oplosan
Redaksi - Jumat, 25 Juli 2025 20:51 WIB
159 view
Tak Sesuai Standar Mutu dan Takaran
Jakarta, Kamis (24/7).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf (3 kiri) didampingi Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko (2 kanan) menunjukkan beras yang terindikasi tidak sesua

Jakarta(harianSIB.com)
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menyita sebanyak 201 ton beras dari berbagai merek karena tidak sesuai standar mutu dan takaran. Ratusan ton beras itu terdiri atas beras premium dan medium.


"Sampai pagi hari ini, barang bukti yang sudah kita sita yaitu beras total 201 ton," kata Dirtipideksus sekaligus Kasatgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7).


Sebanyak 201 ton beras oplosan yang disita terdiri atas beras premium kemasan 5 kilogram dari berbagai merek sebanyak 39.036 kantong dan beras premium kemasan 2,5 kilogram sebanyak 2.304 kantong.


Selain itu, Helfi mengatakan pihaknya juga menyita sejumlah dokumen legalitas dan sertifikat penunjang, di antaranya dokumen hasil produksi, dokumen hasil maintenance, legalitas perusahaan serta dokumen izin edar.


"Ada juga dokumen sertifikat merek, dokumen standard operating procedure pengendalian ketidaksesuaian produk dan proses, dokumen lainnya yang berkaitan dengan perkara," jelas Helfi.


"Hasil uji lab juga bagian dari pada barang bukti yang kita dapatkan, yaitu hasil lab dari Kementerian Pertanian terhadap 5 merek sampel beras premium, yaitu Sania, Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, dan Jelita," lanjut dia.


Helfi memastikan pihaknya akan melanjutkan proses penyidikan dengan memeriksa sejumlah saksi dari pihak korporasi produsen beras yang tidak sesuai dengan standar mutu. Setelah itu melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.


Sebelumnya, Brigjen Helfi mengungkapkan informasi awal adanya dugaan beras tidak sesuai mutu ini disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Helfi mengatakan saat itu Amran menemukan anomali pada harga beras.


"Pada 26 Juni Mentan menemukan anomali karena di masa panen raya beras surplus kok terjadi kenaikan harga yang luar biasa, ini yang disampaikan, dan trennya tidak menurun, tapi malah naik," kata Helfi.


"Sehingga dilakukan pengecekan ke lapangan, dan ternyata ditemukan di pasar yang dilakukan oleh beliau dari 6 sampai 23 Juni 2025 pada 10 provinsi, mendapatkan sampel beras 268 pada 212 merek beras," imbuhnya.


Adapun hasilnya sebagai berikut:
Temuan pada sampel beras premium;
- Terdapat ketidaksesuaian mutu, di bawah standar regulasi, sebesar 85,56%,
- Ketidaksesuaian HET sebesar 59,78%
- Ketidaksesuaian berat beras kemasan atau berat real di bawah standar sebesar 21,66%


Temuan pada sampel beras medium;
- Terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 88,24%,
- Ketidaksesuaian HET atau harga di atas HET sebesar 95,12%,
- Ketidaksesuaian berat beras kemasan atau berat real di bawah standar sebesar 90,63%.


Atas temuan tersebut, Helfi mengatakan ada kerugian yang dialami masyarakat. Nilai kerugian mencapai Rp 99,35 triliun.


Kemas Ulang
Helfi menyatakan pihaknya tidak melakukan penyitaan sepenuhnya terhadap beras oplosan. Dia memastikan pengungkapan kasus beras oplosan tidak akan mengganggu stok pangan di masyarakat.


Helfi menyebutkan pihaknya tetap mempersilakan para produsen untuk mendistribusikan beras sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.


"Langkah satgas pangan untuk menjaga ketersediaan stok pangan kita. Karena satgas pangan ini bertindak ultimum remedium," kata Helfi.
"Artinya, distribusi tetap berjalan dengan baik, tidak mengganggu stok yang ada di pasaran," lanjutnya.


Helfi menyatakan pihaknya telah mengumpulkan sejumlah produsen beras agar dapat menjual produknya sesuai dengan ketentuan. Sebab, 201 ton beras yang menjadi pokok penyidikan dan disita Bareskrim itu hanya sebagian dari keseluruhan beras yang diproduksi. Sisanya masih bisa dijual produsen selama sesuai ketentuan.


"Kita minta turunkan harga sesuai dengan isi komposisi dan itu sudah dilakukan, mereka ada yang sudah bersurat, ada yang sudah mungkin menyampaikan melalui media. Bukan ditarik, tapi didistribusi tetap dijual hanya harga yang kita turunkan sesuai dengan isi komposisi tersebut," terang Helfi.


"Sehingga stok tidak terganggu, penanganan perkara kita ambil penyisihan barang bukti untuk kita sita, untuk proses penyidikan. Jadi barang tidak akan ada masalah," sambung dia.


Polri telah menaikkan kasus dugaan beras oplosan tidak memenuhi standar mutu, kualitas, dan volume ke tahap penyidikan. Sementara, terdapat tiga produsen dari lima merek yang menjual tidak sesuai dengan ketentuan.


Lima merek itu diproduksi oleh tiga produsen, yaitu PT Padi Indonesia Maju (PIM) dengan merek Sania; PT Food Station (FS) dengan merek Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah, dan Sentra Ramos Pulen; serta Toko Sentra Raya (SY) dengan merek Jelita dan Anak Kembar.


Meski telah naik ke penyidikan, saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu. Namun Helfi tak menutup kemungkinan bakal menjerat individu maupun korporasi jika terbukti melakukan pelanggaran.

Denda Rp 10 Miliar
Dittipideksus Bareskrim Polri menyatakan produsen beras yang menjual produk tidak sesuai dengan standar mutu dan takaran terancam hukuman penjara dan denda hingga miliaran rupiah. Peringatan ini dikeluarkan buntut maraknya produsen yang melanggar standardisasi mutu dan menjualnya di atas harga eceran tertinggi (HET).


"Dari hasil penyidikan kita untuk sementara, pasal yang kita persangkakan terhadap perkara tersebut yaitu tindak pidana perlindungan konsumen dan/atau pencucian uang dengan cara memperdagangkan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu pada label kemasan," kata Helfi.


Perihal itu tertuang pada Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi: 'Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dengan label, etiket keterangan, iklan/promosi penjualan barang atau jasa tersebut'. Dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


"Ancaman hukuman Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu pidana penjara 5 tahun maksimal dan denda maksimal Rp 2 miliar. Untuk ancaman hukuman undang-undang tindak pidana pencucian uang, yaitu pidana penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar," tegas Helfi.


Karena itu, Helfi mengingatkan para pelaku usaha agar tak melakukan tindakan licik yang merugikan masyarakat. Dia memastikan tak akan ragu menindak tegas pelaku usaha yang terbukti melakukan kecurangan.


"Kepada para pelaku usaha, kami tegaskan untuk tidak melakukan praktik-praktik curang yang merugikan konsumen dan melanggar ketentuan yang berlaku, kami tidak akan segan-segan menindak dengan tegas terhadap penyimpangan dan pelanggaran yang terjadi," tegas Helfi.


"Kami berharap upaya penegakan hukum ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan dapat mencegah terulangnya kejahatan serupa di masa mendatang," pungkasnya.


Pengusutan kasus beras oplosan ini merupakan langkah cepat Bareskrim untuk menindaklanjuti atensi Presiden Prabowo Subianto. Kasus ini berawal dari laporan Menteri Pertanian Amran Sulaiman kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Koordinasi

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi ketidaksesuaian standar mutu dan takaran beras. Kejagung bakal berkoordinasi dengan Polri hingga TNI mengenai hal itu.


"Dalam rangka melaksanakan tugas dan penyelidikan ini tentunya kita akan melakukan komunikasi dan berkoordinasi dengan Satgas Pangan dari Mabes Polri dan Gugus Ketahanan Pangan dari TNI," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna di kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (24/7).


Diketahui, Satgas Pangan Polri juga tengah mengusut kasus dugaan beras oplosan . Perkara itu kini telah naik ke tahap penyidikan.
"Nanti makanya kita akan lakukan komunikasi dengan supaya bagaimana supaya tidak beririsan," ucap Anang.


Karena itu, Anang kembali menyebut pihaknya akan berkomunikasi dengan Polri untuk menghindari tumpang-tindih dalam proses pengusutan.


"Makanya nanti adanya perlunya komunikasi dan koordinasi, karena kami sudah melakukan pemanggilan kemarin," terangnya.
Kejagung juga telah memanggil enam produsen beras. Seluruhnya diagendakan untuk diperiksa Senin (28/7) mendatang.


"Kejaksaan sudah melakukan pemanggilan terhadap enam perusahaan. Kita sudah melakukan pemanggilan, hari Rabu kemarin sudah melakukan pemanggilan untuk hadir hari Senin," ungkap Anang.


Anang memerinci enam produsen beras yang dipanggil, yakni PT Wilmar Padi Indonesia, PT Food Station, PT Belitang Panen Raya, PT Unifood Candi Indonesia, PT Subur Jaya Indotama, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group). Anang menuturkan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan umum. Karena itu, dia belum bisa menjelaskan lebih rinci. (*)

Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru