Rekan-rekan seiman dalam Kristus Tuhan.
Hampir terasa di negara kita dililit krisis dan nampaknya semakin sulit ditemukan jalan keluar. Bukan krisis moneter, tetapi krisis hati nurani, moral dan keberadaban yang sedemikian kacau dan parah. Krisis itu diibaratkan seperti tumor ganas yang sudah merasuki seluruh tubuh, sehingga tidak tahu dari mana harus mulai dibasmi. Korupsi merajalela, penyelundupan makin tak terkendali, meja pengadilan tidak bisa menjanjikan keadilan. Ironisnya justru di tengah kesulitan yang kian mencekik, semakin marak pula orang yang mengail di tempat keruh, mencari kesempatan. Pemerintah pusing seraya menyerukan untuk mengencangkan tali pinggang.
Rekan-rekan seiman dalam Kristus Tuhan
Lewat nabi Yesaya, Tuhan bertanya, "Mengapakah kamu kamu membelanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Memang demikian sering hidup kita. Kita menghabiskan waktu dalam kecemasan dan kegelisahan, hingga kita jarang merasakan kedamaian dan keteduhan batin. Bagi kita waktu adalah uang, saat untuk meniti karier. Kita berfikir bahwa dengan mencapai itu semua, kita akan merasa tenteram. Ternyata kedamaian semakin menjauh dari kita, sebab kita semakin gelisah dengan apa yang kita miliki. Hati kita miskin, relasi dengan orang lain dingin dan hampa. Kita memandang orang lain sebagai musuh dan saingan yang harus disingkirkan.
Rekan-rekan seiman dalam Kristus Tuhan
Dalam Injil, kita mendengar orang banyak mengikuti Yesus dan mendengarkan sabda-Nya. Mereka mau mencari Kerajaan Allah dan meninggalkan segala sesuatu yang lain. Mereka tertarik dan terpesona dengan pewartaan Yesus dan untuk itu mereka siap menomorduakan yang lain. Seharian mereka mendengar Yesus. Mereka seperti domba tanpa gembala. Yesus tergerak oleh belaskasihan. Bersama Yesus mereka menemukan arti hidupnya.
Mungkin kita bertanya, "Bagaimana mencari pertama-tama Kerajaan Allah bila perut masih keroncongan, bila banyak anak menderita busung lapar, tidak sekolah, telanjang kedinginan di bawah kolong jembatan. Mereka mengikuti Yesus sambil membawa orang sakit karena tahu bahwa Yesus dapat membuat mukjizat. Mereka tidak perlu cemas selagi bersama Yesus." Inilah yang sering menjadi tantangan untuk mewartakan Injil. Di tengah penderitaan yang merajalela, orang lalu berkata, "Untuk apa ke Gereja? Apa yang kau dapat dari sana? Apa yang diberikan pastor kepadamu? Kamu dapat makan dari sana?" Orang banyak yang mengikuti dan mendengar Yesus bukan melulu yang sakit dan miskin. Mereka bukan kurang pekerjaan. Tetapi, mereka menemukan suatu kepuasan dalam mengikuti Yesus. Sabda Tuhan memberi mereka kehidupan.
Setelah seharian mengikuti dan mendengar Yesus, para murid minta supaya Yesus menyuruh orang banyak pergi membeli makanan. Yesus tidak mau orang yang terbuka hatinya untuk mendengarkan sabda-Nya pulang kelaparan apalagi sudah menjelang malam. Bisa jadi mereka akan mati di jalan. "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi makan" Para murid tidak boleh lepas tangan dan menghindar dari kesulitan dan masalah yang dialami orang banyak itu. Lalu bagaimana?
Di antara orang banyak itu ada yang membawa bekal untuk dirinya sendiri: lima potong roti dan dua ekor ikan. Setelah mendengarkan sabda Tuhan, hatinya tergerak untuk menyerahkan miliknya untuk diberkati oleh Yesus dan dibagikan oleh murid-murid. Terjadilah mukjizat, lima ribu laki-laki dan mungkin lebih banyak wanita dan anak-anak dapat makan sampai kenyang, bahkan masih tersisa dua belas bakul. Mukjizat itu berawal mula ketika dari antara mereka ada yang rela mengorbankan miliknya untuk dibagikan. Mukjizat terjadi dan tetap terulang bila ada keterbukaan untuk membagikan yang kita miliki, kendati sedikit dan hampir tak berarti, menjadi milik bersama. Bukan banyaknya yang menentukan, tetapi kesediaan dan keterbukaan hati.
Kelaparan, busung lapar, krisis dan penderitaan semakin menjadi-jadi justru karena semua orang hanya memikirkan diri sendiri, bahkan merampas milik orang lain. Mukjizat tak akan pernah terjadi bila tidak ada kesediaan berkorban, tetapi hanya mencari keamanan diri sendiri. Sebaliknya kerakusan, kelobaan, ketamakan kian merajalela. Orang tak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mencari kepuasan sendiri. Akibatnya, kelaparan dan sengsara tak terhindarkan. Bukan bumi kita yang miskin, tapi hati kita tidak peka terhadap dunia sekitar kita.
Seperti pada jaman kita, pada masa Yesus ketidakadilan juga merajalela. Tetapi Yesus tidak menghasut bangsa itu untuk mengadakan revolusi. Yesus justru mengajak mereka mencari dahulu Kerajaan Allah, mendengarkan sabda Tuhan. Sabda Tuhan membuka hati para pendengar untuk berani dan siap membuka tangan, saling menolong, membagikan roti dan ikan yang dia miliki untuk kesejahteraan bersama. Sabda Tuhan yang kita dengar justru mendorong kita untuk mencari kebenaran dan keadilan, memecahkan persoalan dan bersama-sama mengupayakan kesejahteraan, kedamaian dan kehidupan bersama. Kebobrokan mental justru menjadi biang keladi segala penderitaan. Dan itu hanya dapat disembuhkan bila siap mendengarkan dan meresapkan Sabda Tuhan.
Rekan-rekan seiman dalam Kristus Tuhan
Tanda memberi dan membagikan adalah pelajaran yang amat penting bagi para murid untuk memberikan apa yang mereka miliki dalam hidup. Lalu bagaimana dengan kita, sudahkan kita memberi dan berbagi kepada orang lain apa yang kita miliki atau justru kita mengumpulkan dan menyembunyikan dalam diri kita. Atau apa yang kita miliki justru digunakan untuk merusak kebersamaan dalam persekutuan. Ketika orang percaya mengucap syukur, ia yakin sudah menerima apa yang dimintanya. Dan apa yang diperolehnya mesti dibagikan kepada yang lain. Dengan demikian kita menjadi berkat bagi yang lain
Mengapa Yesus memakai roti para murid? Jawabannya adalah karena Yesus mau memberkati mereka. Ia mau menggandakan apa yang menjadi milik murid-murid tersebut. Yesus memberkati orang yang mau memberkati orang lain dan berkat-Nya itu sempurna. Dan berkat yang mereka miliki itu akhirnya dibagikan kepada orang lain. Apa yang terjadi dari lima roti dan dua ikan yang ada menjadi banyak akhirnya "mereka makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, sebanyak dua belas bakul." Dua belas bakul itu digunakan untuk bekal bagi mereka yang akan pulang ke rumahnya, sebab rumah mereka jauh. Lima roti dan dua ikan yang ada pada para murid itu akhirnya menjadi berkat bagi orang lain. Itulah makna ada untuk berbagi kepada yang lain.
Rekan-rekan seiman dalam Kristus Tuhan.
Kalau tiba-tiba Yesus bertanya kepada kita, berapa roti yang ada padamu? Apa jawaban kita. Mari berbagi apa yang ada pada kita. Dengan berbagi anda saya, dan kita akan merasa bahagia. Itulah yang diinginkan Tuhan kepada kita. "Kamu harus memberi mereka makan". (r)