Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 03 Agustus 2025

Sinode Godang HKBP dan Kepemimpinan yang Melayani

* Oleh Gurgur Manurung
- Minggu, 11 September 2016 14:54 WIB
2.065 view
Sinode Godang HKBP dan Kepemimpinan yang Melayani
Sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20 :28).

Sinode Godang ke-63 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dilaksanakan 12-18 September 2016 di Seminarium Sipoholon Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Banyak orang berdoa agar perhelatan ini berjalan dengan baik dan menghasilkan keputusan-keputusan yang berdampak baik untuk umat Tuhan, khususnya jemaat HKBP.

Bagi saya yang dibabtis, sidi, nikah dan anak-anak saya dibabtis di HKBP merasa senang dengan perhelatan ini. Tetapi agak kaku rasanya menulis tentang HKBP karena sudah lama tidak menulis tentang gereja yang saya cintai ini. Kaku karena 10 tahun terakhir sudah fokus menulis tentang profesi saya yaitu praktisi lingkungan. Di masa muda, betapa antusiasnya menulis tentang dinamika gereja, khususnya HKBP. HKBP memang gereja yang amat dinamis. Walaupun saya tidak menulis tentang dinamika HKBP 10 tahun terakhir, saya mengikuti diskusi-diskusi di dunia maya dan membaca tentang perkembangan HKBP.

Melihat dinamika terakhir menjelang Sinode Godang HKBP, tidak ada yang berubah. Warga HKBP menjelang Sinode Godang masih fokus kepada siapa yang akan terpilih menjadi Ephorus periode yang akan datang. Isu tim sukses dengan segala strategi pemenangan calon Ephorus masih isu yang sangat menonjol. Padahal, kita sudah sadar bahwa cara-cara ini berdampak negatif terhadap makna ajaran gereja. Di gereja kita diajarkan agar umat Tuhan sehati sepikir dalam memberitakan Injil Kristus.

Sinode Godang HKBP kali ini nampaknya tetap fokus ke siapa Ephorus yang akan dipilih. Padahal, Sinode Godang sejatinya fokus kepada evaluasi kepemimpinan yang lalu. Dari evaluasi itulah ditemukan strategi pelayanan yang baru untuk menjangkau jemaat dan strategi misi gereja di periode berikutnya. Kemudian, sinodestan membahas identifikasi masalah yang telah dipersiapkan peserta yang telah digodok setiap distrik. Setelah dilakukan evaluasi dan identifikasi masalah maka disusunlah program sesuai kebutuhan jemaat. Dalam  Sinode Godang inilah diputuskan program yang menjawab kebutuhan jemaat. Jadi, memprihatinkan jika Sinode Godang fokus kepada siapa yang akan dipilih saja. Siapa yang akan dipilih memang penting, tetapi ketika fokus kepada siapa, itu yang amat memprihatinkan.

Apa sesungguhnya masalah utama HKBP? Dari pengamatan saya ada pergeseran nilai pemimpin gereja yang melayani menjadi penguasa. Akibatnya, jemaat kurang percaya terhadap pemimpinnya.  Menarik pernyataan Pdt Robinson Butarbutar yang mengatakan bahwa hal yang paling perlu dilakukan adalah menguatkan spiritual di HKBP. Pendeta HKBP yang ditugaskan di desa terpencil tidak akan merasa diperlakukan tidak adil jika spiritualnya baik. Seorang yang memiliki spiritual yang baik mampu mengubah keadaan yang sulit menjadi baik dan penuh suka cita dan ucapan syukur. Mendorong umat yang di pedesaan atau tempat yang sulit untuk berkarya dan memuliakan Tuhan. Apa yang terjadi ketika suatu desa miskin dan hadir pendeta yang bersungut-sungut dan yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pimpinan HKBP? Sebaliknya, apa yang terjadi jika pendeta yang hadir memiliki spiritual yang baik? Semua akan berubah. Kita bandingkan dengan semangat ompui I.L Nommensen ketika membawa Injil ke tanah Batak. Nommensen menyampaikan Injil Keselamatan karena memiliki spiritual yang baik. Apa yang dikawatirkan jika ditempatkan di desa? Masa depan anak terancam? Faktanya, anak cucu ompui I.L Nommensen terbukti baik-baik saja, bukan?

Dalam benak saya, mengapa pendeta sering konflik soal Surat Keputusan (SK) tentang penugasan? Ini salah satu indikator spiritual yang terganggu. Perebutan kekuasaan dengan cara dukung mendukung untuk mencapai keadilan pribadi menjadi bukti tak terbantahkan. Konflik SK bukti valid jauhnya pendeta dari sikap rendah hati dan melanggar azas ketaatan. Pdt Robinson Butarbutar betul bahwa HKBP sebagai lembaga yang mengurus spiritual harus dikelola dengan kepemimpinan spiritual pula.

Persoalan spiritual ini berdampak kepada konflik internal dan kesulitan-kesulitan. Kita melihat  topik yang dibahas dalam gereja acapkali yang menonjol adalah konflik atau gesekan-gesekan yang jauh dari nilai-nilai pengikut Kristus. Cerita pendeta yang menderita seperti tidak mampu berobat adalah akumulasi kesalahan kolektif. Jika pendeta, majelis dan jemaat sehati sepikir untuk memuliakan Tuhan maka HKBP menjadi berkat bagi umat, bangsa dan dunia. Semua jemaat akan bahu-membahu untuk saling melayani dan hasilnya akan berkecukupan.

Pemimpin Napinajongjong (Pemimpin yang didukung)
Berbicara pemimpin, ada nilai budaya Batak yang tidak bisa dilupakan yaitu pemimpin napinajongjong (didukung masyarakat). Nenek moyang kita dulu berbicara soal napinaraja (rakyat yang mengusulkan), ndang parajarajahon (bukan menokohkan diri). Mencalonkan diri dengan mencari dukungan menjadi lelucon bagi kita yang belajar nilai-nilai gereja dan budaya Batak. Inilah penyakit yang perlu segera dipulihkan sebagaimana disampaikan Pdt Robinson Butarbutar. Kita melihat, ada pendeta mempersiapkan diri jadi pimpinan untuk berkuasa. Inilah sebabnya benturan antara nilai dan ambisi. Sejatinya, kita berjuang untuk menerapkan nilai-nilai Alkitab di masyarakat, bukan berjuang agar menjadi Pendeta Resort, Praeses, Sekjen atau menjadi Ephorus. Harapan besar kepada Sinode Godang agar kembali ke tugas dan fungsi Sinode Godang yang asli. Dan, itu bisa terjadi jika kita mau kembali ke nilai-nilai spiritualitas kita. Spiritualitas yang baik seperti penyerahan diri secara total kepada Tuhan Allah dan tidak menjadi batu sandungan.

HKBP akan menjadi gereja yang menjadi berkat kepada jemaat, bangsa dan dunia jika kita kembali untuk memperbaiki spiritual kita seperti yang disampaikan Pdt Dr Robinson Butarbutar. Semua akan beres jika spiritual kita baik. Jemaat di seluruh dunia akan mendukung pelayanan HKBP jika pendeta sebagai pemimpin spiritual memiliki spiritual yang baik. Sulit jemaat akan murah hati memberikan doa, dana dan daya jika yang muncul adalah kekecewaan akibat spiritual pemimpinnya yang tidak beres. Sebaliknya, semua kita sehati sepikir mendukung program HKBP jika pemimpin spiritual memiliki spiritualitas yang baik. HKBP membutuhkan kepercayaan jemaat kepada pemimpinnya. Pemimpin spiritual yang baik tentunya bersikap melayani bukan dilayani.

(Penulis lahir di Desa Nalela, Kecamatan Porsea, Tobasa, Sumut. Kini aktif di Yayasan Komunikasi Bina Kasih dan Yayasan Percepatan Pembangunan Kawasan Danau Toba (YP2KDT), Jakarta/h)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru