Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 07 Juli 2025

Mati kok Keuntungan?

* Oleh Pdt Estomihi Hutagalung
- Minggu, 25 November 2018 21:20 WIB
1.129 view
Mati kok Keuntungan?
Benarkah kematian begitu mengerikan dan selalu menakutkan? Diskursus mengenai kematian akan selalu menguras emosi, menimbulkan gejolak batin. Karena bagi sebagian orang, kematian dianggap sebagai sebuah ancaman dan punahnya semua hal yang dicintai dan dinikmati dalam hidup. Itu sebabnya, mereka selalu menghindari semua hal yang mendekatkannya ke pintu kematian.

Gambaran mengenai manusia yang mengalami ketakutan demikian pernah diungkapkan oleh Martin Heidegger bahwa "ketakutan terbesar manusia dalam sejarah hidupnya adalah menghadapi kematian". Mengapa takut menghadapi kematian? Menurut tokoh utama kaum filosofis eksistensialis ini bahwa pada hakekatnya manusia selalu berada dalam proses "menjadi ada dan hidup". 

Dengan pernyataan demikian, maka kematian akan dipahami sebagai suatu hal yang dapat mengingkari hakekat kemanusiaan itu sendiri. Kematian dianggap sebagai suatu peniadaan kehidupan. Itulah sebabnya, banyak orang selalu merasa cemas, mengalami ketakutan dalam menghadapi kematiannya.

Tetapi tidak demikian halnya dengan keyakinan Rasul Paulus sebagaimana diungkapkan dalam pengajarannya kepada jemaat Filipi 1: 21. Menurut tokoh besar Alkitab ini, kematian bukanlah hal yang menakutkan, bukan hal yang menghancurkan atau menghakhiri segala kehidupannya. Sebab kematian adalah sesuatu yang bermakna, memberi nilai yang melebihi batas-batas logika sehingga Paulus mengingatkan bahwa ".....mati adalah keuntungan".

Keyakinan akan kematian sebagai keuntungan itulah yang diajarkan dan diwariskan oleh gereja bagi umat beriman. Dan di dalam praktek pastoralnya, gereja selalu meneguhkan keyakinan jemaat untuk selalu mendasarkan pemahamannya bahwa kematian adalah sesuatu yang bermakna, kematian menjadi dasar berpijak pada tahapan kehidupan menuju surga yang disediakan oleh Tuhan. 
****

Adanya perbedaan pemahaman mengenai kematian adalah suatu penanda realitas kehidupan bahwa kematian selalu bersifat misteri. Manusia menjadi takut kepada kematian, bukan hanya karena kematian menegasikan eksistensinya dalam dunia. Lahirnya ketakutan akan kematian juga dipengaruhi ketidak mampuan manusia dalam memahami misteri itu sendiri. Sebab tidak ada bukti empirik yang dapat dijadikan sebagai dasar keyakinan.

Guna menjawab realitas misteri demikian, maka kita dapat mengimani apa yang diimani oleh Rasul Paulus dan Jemaat mula-mula mengenai peristiwa Paskah. Rasul Paulus dan jemaat mula-mla, walupun menghadapi ancaman penganiayaan, ancaman hidup di penjara, mereka tidak takut kepada kematian. "Kematian adalah keuntungan" demikian ungkapan Paulus.

Teguhnya pendirian dan keberanian menghadapi kematian, lahir dari keyakinan empirik akan adanya kuasa Allah yang mengalahkan kuasa maut dan membangkitkan Yesus Kristus dari kuasa kematian. Dan kuasa itu adalah kekal sifatnya sampai selama-lamnya. Sebab, jika Yesus Kristus tidak dibangkitkan dari kematian, maka kuasa kematian akan membawa kehidupan kepada ketakutan dan kesia-siaan. 

Sehingga, kemenangan Yesus dari kematian dan dibangkitkan oleh Allah, hal itulah yang menjadi bukti adanya kemenangan pengharapan akan kehidupan yang kekal. Sebab dalam kematian itulah, sebagaimana diingatkan Leonardo Boff, teolog pembebasan Amerika Latin, terungkap kehidupan yang berpengharapan. Sehingga, kematian Yesus di kayu salib juga membangkitkan pengharapan akan masa depan yang adil, damai dan sejahtera sebagai realitas hidup Surga. 

Dengan demikian, kematian tidak boleh dianggap sebagai hukuman dan buah dari realitas skeptis akan kehidupan yang tidak berpengharapan. Kematian adalah jembatan spiritualitas meninggalkan dunia fana menuju kehidupan Allah. Kuasa Allah yang membangkitkan Yesus Kristus dari kematian itulah yang menjadi dasar dan menjadi energi yang kuat bagi orang beriman dalam menjalani kehidupan. 

Sehingga, orang beriman tidak memaknai kematian sebagai suatu kesia-siaan dan menjadi akhir kehidupan tanpa makna. Tetapi, kematian adalah sebuah jembatan spiritualitas sebagai sarana dalam menyeberangkan manusia dari kehidupan di dunia yang fana menuju kehidupan sorga yang kekal.
****

Keyakinan iman demikian akan berimplikasi luas sehingga orang beriman akan melihat dan memaknai kehidupannya sebagai sesuatu yang bernilai. Itu berarti, selagi masih ada di dunia dan sambil berjalan menunggu panggilan dari Tuhan, maka kehidupan orang beriman haruslah mencerminkan tanda-tanda kerajaan sorga; damai sejahtera, sukacita.

Itulah sebabnya, liturgi gereja pada Minggu akhir tahun gereja bermuatan pada "mengenang orang-orang yang meninggal". Minggu ini bukan hanya bernuansa romantis yang menguras emosi, air mata akan kepergian orang yang kita cintai dan hormati. Tujuannya, agar kita yang masih hidup dalam perjalanan dunia, harus mempersiapkan diri untuk melewati jembatan spiritualitas yaitu kematian.

Itulah kandungan etis dari pernyataan teologis "memontomori". Dan persiapan hidup orang beriman sebagai buah keyakinan kepada Yesus Kristus itulah yang menjadi tiket, modal, tanda masuk menuju kehidupan kekal di sorga yang telah Tuhan sediakan. Maka, pada keyakinan iman demikianlah orang Kristen dapat mengamini dan mengimani seruan Paulus bahwa "mati adalah keuntungan". (l)

Editor
:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru