Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 08 September 2025
Refleksi Tahun Baru 2020 :

Dunia Berubah,Kasih Tuhan Kekal dan Setia

Catatan Pdt Luhut P Hutajulu
- Minggu, 05 Januari 2020 20:03 WIB
1.992 view
Dunia Berubah,Kasih Tuhan Kekal dan Setia
SIB/Dok
Pdt Luhut P Hutajulu
Pergantian atau perubahan tahun mengakibatkan perubahan dan keadaan yang baru di pelbagai aspek hidup kita. Ada perubahan yang menyenangkan, namun ada pula perubahan yang menimbulkan rasa kurang pasti.
Saat-saat seperti pergantian tahun menyadarkan kita bahwa waktu terus berubah. Keadaan yang telah menjadi pasti di tahun yang lalu akan segera berakhir, kemudian diganti dengan keadaan yang serba tidak pasti. Tidak ada yang tetap. Segala sesuatu ada waktunya. (Pengkhotbah 3:2-8).
Kata-kata Pengkhotbah ini secara tidak langsung merupakan gema dari pemikiran Herakletus, filsuf Yunani, yang hidup sekitar 200 tahun sebelum Pengkhotbah Herakletus berujar, "Panta, rhei, ouden menei", artinya:"Segala sesuatu mengalir, tidak ada yang tetap".
Saat menghadapi perubahan itu kehadiran seseorang yang mencintai kita dapat mengurangi ketidakpastian.
Perasaan itu pula yang ditimbulkan Nabi Yeremia kepada umat Israel dan Yehuda ketika mereka diliputi ketidakpastian dalam pembuangan di Babel. Yeremia menyampaikan kepastian kehadiran Tuhan, "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu"(Yer. 31:3). Perhatikan sifat atau kualitas kasih Tuhan: kekal dan setia.
Di tengah ketidakpastian akibat perubahan dan pergantian, Allah memberi jaminan bahwa sikap-Nya kepada umat tidak akan berubah, apa pun juga yang terjadi. Kasih Tuhan bukanlah " aku cinta kamu, kalau kamu baik", melainkan "aku cinta kamu, bagaimana pun juga kamu". Itulah kasih yang kekal dan setia, yaitu tidak bersyarat dan tidak tergantung keadaan.
Waktu terus berubah dan keadaan juga ikut berubah. Tidak ada kepastian yang permanen, tetapi kasih Allah sebagaimana sudah ditunjukkan oleh Yesus tidak berubah. Surat Ibrani 13:8 menegaskan,"Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin, maupun hari ini dan sampai selama-lamanya".
Waktu bukan hanya terus berubah, melainkan juga terus mengalir. Waktu dalam hidup kita mengalir bagaikan air sungai yang tidak dapat kita tarik kembali. Air itu mengalir dengan cepat. Jarang kita sadari bahwa semakin lanjut usia kita semakin cepat pula sang waktu mengalir.
Apakah manusia selalu tunduk kepada ruang dan waktu?
Manusia itu dilahirkan bebas, tetapi di manapun ia terbelenggu. Ia berpikir bahwa ia adalah tuan atas yang lain. Sesungguhnya, ia lebih budak dari mereka", demikian Jean Jacques Rousseau, pemikir Perancis yang sangat besar. Manusia selalu tunduk pada ruang dan waktu, namun manusia adalah pencipta. Manusia itu bebas tanpa batas, justru di dalam rangka keterbatasannya. Seperti yang dikatakan Bonhoeffer: Kebebasan tanpa ketaatan adalah perbudakan hawa nafsu, sedangkan ketaatan tanpa kebebasan adalah penindasan. Tanggungjawab adalah kedua-duanya. Ketaatan di dalam kebebasan, dan kebebasan di dalam ketaatan. Itulah manusia yang sebenarnya. Goethe, pujangga Jerman yang mashur itu, pernah mengatakan bahwa sejarah setiap kali membuka pintunya untuk perubahan. Bahwa perubahan tidak terjadi, kerap kali adalah karena tidak ada orang yang mempunyai cukup kemauan dan keberanian untuk memasukinya.
Abad ke-21 ini antara lain ditandai oleh bangkitnya kesadaran manusia sebagai pribadi yang bebas menentukan apa-apa bagi dirinya sendiri. Kesadaran manusia untuk melepaskan diri dari semua ketergantungan yang membatasi kebebasannya untuk menentukan apa yang paling baik bagi dirnya. Orang makin menyadari akan autensitas dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu, zaman ini juga ditandai oleh perlawanan-perlawanan manusia terhadap otoritas-otoritas, terhadap kekuasaan-kekuasaan yang dianggap memenjarakan kebebasan manusia. Pertarungan antara autensitas melawan otoritas. Agama merupakan salah satu sasaran perlawanan itu. Apa yang benar tempo dulu, tidak usah harus menjadi benar saat sekarang. Manusia yang autentik, harus merupakan manusia yang bebas dari struktur kehidupan agamaniah.
Sikap orang modern terhadap agama seperti itu, sehingga bukan tidak beralasan penganut-penganut agama yang baik seringkali tidak lagi menjadi manusia-manusia yang bebas, tetapi budak-budak mati dari doktrin dan hukum-hukum agama. Ia tak usah bertanya dan bergumul. Ketaatan yang penuh dan menyeluruh, tanpa ruang dan waktu untuk bimbang dan bertanya, 'mengapa' dan' apa sebab'nya, kecuali memang harus begitu.
Orang sangat patuh pada tradisi, biasanya adalah orang yang lebih menghargai bentuk daripada isi. Apa pun isinya, asalkan bentuknya cocok dan sesuai dengan kelaziman. Kalau ada di"agenda HKBP" semua harus ditaati. Salah satu tugas penatua di agenda penahbisannya ialah" Mandasdas anakboru sikola, asa ondop ro" .( Mengajak anak perempuan untuk rajin datang ke sekolah). Tahun 1890 tugas ini sangat tepat dan relevan, namun pada abad 21 ini, bukan tugas penatua lagi untuk mengajak anak perempuan untuk sekolah, karena anak laki-laki dan perempuan sudah setara dan sudah semua mencari sekolah tanpa diajak oleh penatua.Apakah isi agenda HKBP bisa dirobah? Gereja yang terlampau cinta kepada kebiasaan, terlampau berpegang kepada tradisi, adalah gereja yang hidup tenang dan tenteram. Tetapi juga adalah gereja yang beku dan mati. Di mana khotbah disampaikan, tanpa ditaati. Di mana doa dinaikkan, tanpa keluar dari hati. Di mana nyanyian-nyanyian diperdengarkan, dengan lesu tidak dihayati. Kalau biasanya pendeta itu berkhotbah dengan jubah hitam, timbul perasaan yang kurang enak, kurang mantap, jika kebetulan pendeta tidak menggunakan jubah hitam ketika berkhotbah. Tidak bisa ditanya 'mengapa' mesti warna hitam jubah pendeta karena itu sudah kebiasaan. Apakah cocok warna hitam jubah pendeta di Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa yang udaranya panas? Orang yang taat kepada tradisi hal ini tidak bisa dipertanyakan.
Tetapi ada pula orang-orang yang justru mempunyai sikap yang sebaliknya. Orang yang sama sekali tidak mau terikat pada kebiasaan-kebiasaan. Orang-orang yang kegemarannya ialah mendobrak kebiasaan-kebiasaan, merancangkan dan menciptakan hal baru. Kalau biasanya hanya laki-laki yang merokok dan pergi ke lapo, apa salahnya kalau perempuan juga merokok dan pergi ke lapo. Kalau berdoa di dalam suatu persekutuan biasanya hanya satu orang yang berdoa. Mengapa tidak bisa ditopang dengan kata-kata sambutan 'haleluya' 'puji Tuhan' " dll. Orang yang mementingkan isi, dan bukan bentuk. Hakikatnya, bukan wadahnya. Isinya, bukan bungkusnya. Namun ada kelemahannya dan sikap ini mengandung banyak kesulitan. Setiap saat dalam hidupnya dikejar-kejar untuk menciptakan hal-hal yang baru. Karena setiap yang baru tercipta, ia segera menjadi lama. Ketika sesuatu terasa sudah lama, ia pun kembali harus mengubahnya. Kalau orang berkeluarga itu berbahagia karena cinta, apa perlunya menikah itu? Asal saling mencintai, apa lagi? Yang penting isinya tidak perlu formalitasnya. Kehidupan akan menjadi tanpa pegangan, karena hanya mementingkan isi tanpa bentuk.
Bagaimana sikap kita terhadap tradisi? Bagaimanakah sikap Yesus sang manusia sejati, terhadap tradisi? Dari kisah perjamuan kawin di kota Kana ( Yohanes 2:9-11), jelaslah bagi kita, betapa Yesus itu menghormati kebiasaan-kebiasaan yang ada. Ketika air anggur yang merupakan sajian tradisional (adat) dalam perjamuan itu habis, Yesus tidak berkata: O, air anggur itu tidak perlu. Yang penting ialah bahwa mereka menikah. Tidak perlu gelisah. Tanpa anggur mereka toh menikah juga. Itu yang penting! Yesus tidak bertindak begitu, dan tidak bersikap begitu. Ia menyediakan air anggur, bahkan air anggur yang amat baik. Supaya kebiasaan yang baik itu dapat terus berlangsung. Tetapi Yesus tidak hanya berhenti di sini. Yesus, bukan hanya menghormati kebiasaan, tetapi juga mengisi kebiasaan itu dengan lebih baik. Ini berarti: mengubah kebiasaan. Yesus mengubah kebiasaan, tetapi yang Ia ubah bukan hanya bentuknya, melainkan juga isinya
Waktu adalah kesempatan mengabarkan Injil di dunia ini. Tahun 2020 di HKBP, menjadi tema pelayanan ialah: Orientasi Pelayanan Pekabaran Injil (zending). Di awal tahun 2020 ini, Tuhan Allah menyapa kita dengan Firman-Nya , yang tertulis di Ibrani 1:1-3, yang menunjukkan perbuatan karya Tuhan Allah mengasihi manusia sebagai ciptaan-Nya sejak dahulu kala sampai saat ini, bukan hanya bangsa tertentu atau daerah tertentu, bukanhanya untuk bangsa tertentu, tetapi Allah menyapa semua manusia melalui Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus Juruselamat kita. Tahun 1824 tanah Batak sudah kedatangan misionaris pertama yaitu Pdt.Richard Burton dan Pdt. Nathaniel Ward yang diutus gereja Babtis Inggris kemudian diikuti oleh missionaris yang yang lain dan yang paling menonjol di gereja Batak ialah Pdt. Dr. IL. Nommensen yang disebut menjadi "apostel orang Batak". Sekarang HKBP terpanggil juga untuk menyampaikan Injil di tengah-tengah dunia ini. Di dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan, sangat penting melakukan reposisi-merobah posisi-sebagai suatu upaya untuk melaksanakan yang tepat, efisien dan berguna. Dengan demikian setiap upaya pelaksanaan reposisi dimaksudkan supaya pekerjaan itu akan lebih baik hasilnya dan lebih bermutu. Oleh karena itu, tindakan melaksanakan reposisi di dalam suatu tugas adalah sangat baik. Dengan demikian suatu pelaksanaan tugas tidak lagi berdasarkan kebiasaan atau tradisi saja. Hal seperti itulah yang dilakukan Allah kepada umat manusia dalam upaya menyelamatkan manusia dari keberdosaannya. Itulah yang disaksikan dan dinyatakan penulis Ibrani, ketika dikatakan:"sejak zaman dahulu Allah telah berulangkali dan dalam berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan pesan-pesan nabi-nabi (Ibrani 1:1). Artinya, Firman Allah diberitakan namun karena Firman Allah yang diberitakan itu kurang berbuah, maka Firman Allah menjadi daging, dan itulah Yesus Kristus (Yoh.1:1-4+14).
Selamat mengabarkan Injil! (c)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru