Saat ini umat Kristen belum beribadah di gedung gereja karena virus corona. Namun jadi bahan perenungan, bagaimana orang Kristen awalnya beribadah di gedung gereja?.
Jemat mula-mula memandang dirinya sebagai musafir yang berjalan dari bumi ini dengan semua kesusahpayahannya menuju ke kota sorgawi sambil menanti-nantikan kedatangan Tuhan Yesus kembali kedua kalinya. Dengan keyakinan seperti itu jemaat beribadah tidak merasa membutuhkan gedung. Jemaat beribadah di rumah-rumah dan setelah semakin banyak mereka mulai memakai gedung-gedung yang diambil-alih dari kaum kafir dan negara. Apabila keamanan mereka terancam oleh keputusan pemerintah stempat, maka tidak jarang mereka mengganti tempat, bahkan beribadah bersama di tempat rahasia, misalnya di tempat pemakaman di bawah gedung-gedung dan jalan-jalan kota (katakombe). Mereka mencerminkan gaya hidup Tuhan Yesus yang pernah mengaku, "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Luk.9:58).
Kemudian, ketika jumlah anggotanya semakin bertambah, keadaannya diubah menurut hukum, dari kelompok yang tidak sah menjadi pemeluk agama yang diakui oleh pemerintah. Lebih lanjut, sudah jelas bahwa Tuhan Yesus belum kembali sesuai dengan harapan mereka. Kenyataan baru itu mendorong persekutuan-persekutuan Kristen untuk mengembangkan siasat yang sesuai dengan kenyataan tersebut sambil memegang teguh keyakinan bahwa memang dunia ini tetap fana dan tidak abadi. Mereka merencanakan urusan sehari-hari seakan-akan kedatangan kembali Yesus ditunda saja.
Dengan demikian mereka memanfaatkan gedung basilika yang dibangun untuk memenuhi kebutuhaan perdagangan dan kenegaraan Roma. Denahnya memperlihatkan sebuah gedung empat persegi panjang. Sesudah diambil-alih untuk maksud gerejawi diubah untuk kebutuhan ibadah.
Seni bangunan basilika itu merupakan"alat peraga dalam batu". Khususnya bagi Gereja Purba, kebaktian dibagi atas dua bagian, yang satu bagi para calon dan anggota sah, sedangkan yang kedua dibuka hanya untk orang yang susah naik sidi. Sebelum jam kebaktian pagi, semua calon baptisan berkumpul pada serambi. Lantas mereka diantar masuk ke tempat khusus di naos, yaitu "kapal", artinya secara harfiah. Namanya dianggap cocok karena dalam kapal itu semua penumpang (warga) dibawa secara simbolis ke pelabuhan aman di sorga nanti, entah ombak lautnya dahsyat, entah tenang. Sesudah masuk ke naos itu, perhatian para hadirin diarahkan pada mezbah di atas bima yang lebih tinggi letaknya ketimbang lantai naos, tempat mereka berdiri. Dari situ mereka dibina dan beribadah. Gereja bagai bahtera. Gereja dan bahtera mirip dalam beberapa hal. Oleh sebab itu, sejak abad ke-3 gereja diibaratkan sebagai bahtera. Sebagaimana bahtera selalu "mengarahkan haluannya ke pantai seberang" yang menjadi titik tujuan, demikian juga gereja perlu merumuskan apa visi dan misi yang menjadi arahnya. Bahkan arsitektur gereja pun membuat gedung gereja bagai bahtera, (misalnya Gedung Gereja HKBP Taman Mini).
Gedung basilika dengan langit-langitnya yang mendatar melambangkan landasan iman yang tidak tergoyahkan. Di luarnya terdapat begitu banyak tantangan bagi iman para warga, tetapi di dalamnya ketebalan tembok dan mezbah melambangkan "kota yang tidak akan goyang" yang sama dengan Allah sendiri (Mzm 46:6,8).
Gedung gereja gaya Bizantun yang paling ternama mulai dibangun di Konstantinopel pada tahun 532 M dan diselesaikan pada tahun 537. Hagia Sophia (Hikmat Kudus) namanya. Dengan kubahnya yang besar dan kubah-kubah terbelah yang menutupi naos, para pembangun telah menghasilkan kesan akan ruang luas yang mengagumkan. Dengan teknik mosaik sejumlah peristiwa Alkitab dijadikan kelihatan (lihat. Gereja HKBP Rawamangun dan HKBP Cibubur), khususnya yang menyaksikan Yesus yang ilahi. Para warga tidak hanya sadar akan kegiatan tokoh-tokoh Alkitab melalui bacaan dari Alkitab dan khotbah, malahan dengan matanya sendiri melihat apa yang dibuat tokoh-tokoh tersebut. Pelayanan pendidikan gereja melalui seni Bangunan Gedung Gereja.
Pembangunan gedung gereja ini merupakan persembahan suci kepada Tuhan dan sekaligus pula sebuah "kurikulum" yang membina para warga Kristen "…tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara…" mereka (Luk 1:1).
Di antara abad ke-9 dan ke-12 di Eropa Barat, para arsitek mengembangkan seni bangunan berbeda lagi yang bernama Romawi atau Romanesk. Berbeda dengan bangunan Bizantin, kubah lengkap tidak dimanfaatkan lagi karena para pembangun tidak merasa puas lagi dengan keterbatasan yang nampak dalam gaya bangunan Bizantin, misalnya tidak mungkin membuat gedung empat persegi panjang. Sementara sekitar tahun 1150 para ahli bangunan gedung gereja di Eropa Utara, khususnya di Perancis, Jerman dan Inggris, yang menghasilkan seni bangunan lain lagi yang dinamakan gaya bangunan Gotik. Dengan gedung Gotik masih menyerupai bentuk salib seperti halnya dengan gedung Romawi, tetapi lengan salib itu dibangun kiri-kanan dari titik tengah denah panjangnya.
Pada masa reformasi terjadi pertentangan-pertentangan terhadap pengajaran Roma Katolik. Dekorasi, gambar, patung tidak diizinkan lagi berada dalam ruangan geraja. Kemudian mimbar khotbah diletakkan di tengah-tengah dan dibuat lebih tinggi agar dapat menjadi pusat komunikasi, yang meletakkan pembaruan berdasarkan firman Tuhan, yang diberitakan melalui khotbah. Di bawah mimbar khotbah itu terdapat meja Perjamuan Kudus dan tempat persekutuan yang tidak lebih penting dari khotbah itu sendiri.
Pada zaman modern arsitektur gereja modern mendesain pusat ruangan gereja sedemikian rupa sehingga tidak hanya berfungsi sebagai tempat acara liturgi, tetapi juga dapat dipakai dalam melaksanakan berbagai aktivitas lainnya. Setiap saat gereja harus melayani para anggota jemaat, tidak hanya di satu tempat tertentu dapat dilaksanakan acara kebaktian, tetapi kehendak Tuhan harus diproklamasikan dan dimanifestasikan di dunia yang berubah-ubah.
Sehingga menjadi bahan perenungan bahwa Yesus menunjukkan ibadah yang benar. Ia katakan bahwa Allah itu adalah Roh. Kalau Allah itu Roh maka Allah itu tidak bisa dibatasi oleh benda-benda atau gedung gereja. Kalau Allah itu Roh, maka Allah itu tidak bisa dibatasi oleh tempat. (Yohanes 4:22-26). (p)