Injil Lukas 12:13-21 tentang "orang kaya yang bodoh" ini tidak enak didengar, apalagi bagi orang yang sedang berjuang mati-matian mencapai hamoraon (kekayaan), hagabeon (banyak keturunan), hasangapon (kemuliaan, prestise). Lebih tidak enak lagi kalau kita kaitkan dengan apa yang dikatakan oleh Yesus sebagaimana dalam Lukas 6:24 "celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu".
Tetapi karena Yesus yang mengatakannya, kita harus menerimanya. Sebab, Yesus jauh lebih baik mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Teguran Yesus selalu untuk kebaikan orang-orang yang dikasihiNya.
Dalam Lukas 12:13 seorang berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku".
Masalah utama di sini, orang ini mau memanfaatkan atau memperalat Yesus untuk kepentingan dirinya, untuk memenuhi keinginan hatinya. Mungkin saja dia berselisih dengan saudaranya itu dan dia lebih mementingkan harta warisan ketimbang persaudaraannya.
Peristiwa ini mendorong kita untuk memeriksa diri dan dunia sekitar. Dulu, masa pahit getirnya kehidupan, yang bersaudara atau abang-adik bisa sangat kompak, saling peduli dan hidup dalam harmoni. Sekarang, sesudah orangtua bisa mewariskan harta kepada anak-anaknya, justru sesama saudara bertengkar, bahkan berpengadilan hanya untuk memperebutkan harta warisan. Begitulah kalau harta bertakhta dalam hati, persaudaraan pun terpinggirkan.
Yesus menolak, permintaan orang itu untuk menjadi "hakim" atas harta warisan mereka. Mengapa? Yesus tidak hadir untuk memenuhi ketamakan manusia.
Sebaliknya, Yesus mau menyampaikan kehendakNya untuk dihidupi, untuk bebas dari ketamakan. Yesus dengan sangat tegas memperingatkan supaya berjaga-jaga dan waspada terhadap segala ketamakan: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan,…" (ayat 15). Kata Yunani yang digunakan di sini untuk ketamakan adalah pleonexia yang berarti "kehausan untuk memiliki lebih banyak." Mungkin dari sini muncul ungkapan: "Harta dunia itu bagaikan minum air, semakin diminum semakin haus". Ketamakan jugalah yang membuat keadaan bumi ini sekarang terbilang sekarat. Penghancuran hutan; pengotoran sungai, danau, laut; polusi udara; punahnya berbagai spesies; munculnya berbagai virus dan sebagainya merupakan akibat langsung dari ketamakan manusia.
Dalam hal ini Mahatma Gandhi benar dengan berkata, "Bumi ini cukup menyediakan kebutuhan semua orang tetapi tidak cukup menyediakan untuk ketamakan setiap orang."
Untuk lebih menjelaskan bahaya ketamakan, Yesus menggunakan perumpamaan tentang seorang kaya yang bodoh. Inti pesan atau arti dari perumpamaan ini adalah ayat 21: dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Tuhan. Jadi, orang bodoh di sini adalah yang mengumpulkan harta bagi diri sendiri. Tidak kaya di hadapan Tuhan.
Orang yang disebut dalam perumpamaan ini sebenarnya pintar secara intelektual. Matematikanya jalan. Hitung-hitungannya kelihatan akurat. Tetapi ia "orang bodoh" karena mengumpulkan harta bagi diri sendiri. Tidak kaya di hadapan Tuhan.
Bagaimana orang yang kaya dalam Tuhan? Kaya di hadapan Tuhan artinya menempatkan Tuhan menjadi yang pertama dan terutama dalam kehidupan. Mulai dari perencanaan, proses pekerjaan, memetik buah hasil jerih payah, hingga pengelolaan atau pemanfaatannya harus dalam hubungan dengan Tuhan.
Kaya dalam Tuhan berarti peduli pada orang-orang yang bekerja bersamanya. Jangan sampai ia menjadi kaya dengan hanya memanfaatkan orang lain apalagi memperlakukan mereka hanya sekadar sepasang mur dan baut dalam mesin produksi. Selain itu, ia tidak terutama memperbesar lumbung dan tempat penyimpanan barang-barang atau rekening terlalu gemuk, tetapi memperlebar jangkauannya menolong orang-orang yang miskin.
Firman Tuhan ini menyapa kita yang hidup pada zaman ini. Sedikitnya ada tiga hal yang kiranya mendapat perhatian kita secara khusus. Pertama, kita harus memperhatikan peringatan Yesus dan menyelidiki diri apakah ada sifat mementingkan diri dan tamak di dalam hati kita. Pementingan diri dan ketamakan ini biasanya mewujud dalam pengagungan gengsi, memperalat orang lain untuk kepentingan diri sendiri sama sekali tidak peduli dengan orang lain, terutama yang bekerja bersama-sama dengan kita.
Dengan kerendahan hati dan dengan mengandalkan kasih Tuhan kita harus berubah. Demi kebaikan kita dan orang lain. Kedua, kita harus hati-hati dengan maraknya apa yang disebut dengan "Injil Kemakmuran". Penganutnya mengkampanyekan slogan "Jika Anda percaya kepada Tuhan, Anda pasti kaya dan Makmur".
Dan biasanya mereka dengan mengutip ayat-ayat Alkitab mengharuskan perpuluhan. Yang jelas, Yesus tidak pernah menjanjikan bahwa jalan akan selalu lurus dan mulus kalau kita mengikut Dia. Malahan kita harus memikul salib. Ketiga, biarlah kita kaya di hadapan Tuhan: Tuhanlah milik kita yang paling berharga, bersukacita atas apa yang diberikan Tuhan kepada kita, serta dengan sukacita pula rela menolong sesama. Sebab, tidak ada sesuatu yang kita miliki yang tidak kita terima dari kemurahan Tuhan. (c)