Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 04 Juli 2025

Spiritualitas Konsumtif

Oleh Pdt Estomihi Hutagalung
Redaksi - Minggu, 21 Juni 2020 17:35 WIB
837 view
Spiritualitas Konsumtif
Salah satu karakteristik masyarakat modern khususnya di era revolusi industri saat ini, ditandai dengan penggunaan sarana teknologi elektronik guna mendukung semua aspek kehidupan termasuk dalam kegiatan ibadah di gereja. Kecanggihan sarana teknologi dijadikan sebagai faktor penunjang yang penting dalam pelaksanaan ibadah maupun dalam mendukung praktek bergereja lainnya.

Pada faktanya, tanpa mengesampingkan adanya efek benturannya, kemajuan sarana teknologi diyakini dapat membantu jemaat guna semakin merasakan kekhusukan beribadah.

Tanpa mengesampingkan adanya praktek beribadah yang sudah dilakukan sejak lama melalui media televisi, ibadah siaran langsung di radio, maka dalam realitas dunia yang ditandai adanya pandemi Covid-19 saat ini, teknologi virtual menjadi sarana yang sangat
penting dalam aspek spiritualitas. Pada aspek tertentu, teknologi virtual seakan-akan menjadi bagian tak terpisahkan dari praktek bergereja. Walaupun ada sekelompok orang yang mencela bahkan menuduh tak beriman tindakan gereja yang melakukan ibadah di rumah-rumah guna menaati protokol kesehatan, tetapi praktek beribadah demikian harus dimaknai sebagai buah keberimanan.

Konsekuensi dari keyakinan demikian, gereja harus terus menggumuli cara beradanya dengan melakukan berbagai metode dan salah satunya melalui ibadah online. Di sisi lain, dengan semakin memadainya anggota jemaat memiliki dan menggunakan sarana teknologi virtual maka kondisi demikian bersinambung dengan program gereja guna mewujudkan panggilannya. Sehingga, pada faktanya sangat banyak gereja, khususnya di daerah perkotaan, melaksanakan peribadahan dengan menggunakan teknologi virtual, ibadah live streaming, ibadah online.

Dari berbagai metode ibadah virtual dimaksud, dengan mempertimbangkan adanya faktor-faktor tertentu, misalnya gangguan signal, maka gereja-gereja lebih banyak melaksanakan ibadah minggu dengan model "rekaman". Unsur-unsur liturgi yang bermuatan pada nyanyian, doa, pengakuan iman dan khotbah, semuanya direkam gereja sebelum hari Minggu. Demikian juga dengan pelaksanaan ibadah lainnya seperti ibadah kelompok sel, kelompok tumbuh bersama, ibadah sektor, ibadah Sekolah Minggu dan Remaja, dilaksanakan dengan model rekaman.

Hasil rekaman ibadah tersebut dimasukkan ke dalam aplikasi "youtube, facebook atau sarana virtual lainnya" untuk kemudian disiarkan, ditayangkan. Pada faktanya, hampir semua gereja menyediakan ibadah rekaman virtual, dengan model dan praktek liturgi, berbagai model uraian khotbah yang sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Lalu, pada hari dan jam yang ditentukan, masing-masing gereja "membuka pintu rumah ibadah untuk memulai" kebaktian.

Karena secara umum, metode ibadah online ini terbuka untuk umum bahkan diharapkan di"subscribe" oleh sebanyak orang, maka "rekaman ibadah" tersebut bukan hanya diikuti oleh masing-masing anggota jemaat tetapi dapat di"masuki" oleh siapapun yang merasa perlu, termasuk yang bukan anggota jemaat. Itu juga berarti bahwa anggota jemaat dari satu gereja tertentu dapat mengikuti ibadah yang "direkam" oleh gereja lainnya tanpa harus mendaftarkan diri menjadi anggota gereja yang hendak diikutinya dalam ibadah virtual tersebut.

Pada akhirnya, karena gereja menganggap "lebih baik tidak menghapus" hasil rekaman ibadah tersebut, atau mungkin bertujuan untuk menghitung jumlah pengunjung ibadah, maka kondisi demikian telah menjadikan dunia teknologi virtual (youtube, facebook dan yang lainnya) sebagai "pasar yang menyediakan berbagai menu ibadah". Teknologi virtual telah dijadikan sebagai alat untuk menyediakan "makanan spiritual, kebutuhan rohani" yang dapat dinikmati kapan saja, oleh siapa saja walau tidak di mana saja karena berkaitan dengan perangkat teknologi itu sendiri.

Dengan adanya realitas "pasar ibadah virtual", menjadikan umat beriman dengan sangat mudah untuk memilih "menu makanan rohani" yang sesuai dengan keinginannya. Umat beriman, dengan "sekali klick", akan diberi hidangan rohani virtual dengan berbagai selera dan dengan berbagai kondisi umat dalam "mengikuti ibadah" termasuk dengan "tidur sambil menikmati makanan". Jika sebuah tayangan ibadah rekaman tersebut dianggap kurang menjawab keinginan, maka dengan "sekali klick" akan pindah ke menu lain. Demikianlah kondisi tersebut dilakukan terus menerus sampai dianggap dapat memuaskan keinginan.

Lama kelamaan, praktek beribadah demikian, akan membuat umat beriman jatuh pada spiritualitas konsumtif. Sebuah praktek spiritual yang akan hanya mencari "kepuasan" tanpa dibarengi adanya produksi teologi melalui pergulatan rohani yang mendalam oleh masing-masing umat beriman. Dengan spiritualitas konsumtif demikian, maka umat Tuhan justru semakin merasa gersang, merasakan kedangkalan rohani di tegah lautan arus ibadah virtual. Spiritualitas konsumtif adalah gambaran spiritual banal, yang dangkal, tak bermakna yang berfokus pada selera pribadi guna memuaskan "keinginan daging".

Maka, kondisi demikian, telah menjadikan titik krusial pergulatan gereja semakin membesar ke ranah kecanggihan teknologi media elektronik. Pergulatan dimaksud bukan hendak menempatkan gereja pada posisi mempersalahkan teknologi tetapi pada dorongan kesadaran akan perlunya gereja mengedukasi anggota jemaat agar kritis dan selektif dalam meng"klick" makanan rohani tersebut. Sehingga "pengajaran yang diterima jemaat" tidak berlangsung pada ritual tumbuhan yang "dicabut lalu dimasukkan pada pot baru" kemudian "klick" lagi kotbah baru lalu "dicabut lagi untuk dimasukkan ke dalam pot yang baru".

Sebab, mestilah disadari, walaupun kotbah yang disampaikan berasal dari satu sumber yang sama yaitu Alkitab tetapi di dalam penjabarannya, kotbah dimaksud tentu saja dipengaruhi doktrin yang dipahami oleh gereja dan pengkotbahnya. Demikian juga dengan tata ibadah, umat Tuhan mestilah menyadari adanya perbedaan praktek liturgi karena warisan teologi atau tradisi dan pengajaran dari masing-masing gereja.

Maka, praktek bergereja masa kini haruslah mampu membimbing, mengarahkan, menuntun anggota jemaat guna menuju kedewasaan iman sehingga tetap kuat tidak diombang ambingkan angin pengajaran. Cara berada gereja harus selalu baru guna menjawab kebutuhan zaman dalam konteks zaman yang sangat dinamis. Sehingga, umat Tuhan tidak jatuh pada spiritualitas konsumtif tetapi menjadi umat Tuhan yang dewasa dan berjalan menuju kesempurnaan Kristus di dalam realitas dunia yang menderita akibat pandemic Covid-19. (d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru