Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 02 Juli 2025

Covid-19 Dan Penundaan Sinode Godang HKBP

Oleh Pdt Banner Siburian MTh Praeses HKBP Distrik XIX Bekasi
Redaksi - Minggu, 01 November 2020 10:32 WIB
1.299 view
Covid-19 Dan Penundaan Sinode Godang HKBP
Foto dok/Pdt Banner Siburian, M.Th
Pdt Banner Siburian, M.Th
Jadwal awal Sinode Godang (Agung) HKBP ke-65 adalah 19-25 Oktober 2020. Sekiranya itu terlaksana, berarti, Minggu 25 Oktober 2020 adalah sekaligus momentum pelantikan fungsionaris baru HKBP periode 2020-2024. Tanggal itu akan menjadi ukiran babak baru dalam tubuh HKBP, bahkan menjadi encounter baru dalam menentukan perjalanan HKBP empat tahun ke depan. Namun, jadwal awal tersebut tidak jadi terlaksana. Kiranya dalam bingkai berteologi, kita celik melihat rancangan Tuhan dalam penundaan tersebut.

Semoga tidak ada penunggang gelap dalam penundaan Sinode itu, yang mengeruk keuntungan pribadi atau kelompok, baik internal atau eksternal HKBP. Kita semua harus peka mengantisipasi berbagai dampak tak termaksud (unintended consequences). Semoga pula bukan rancangan subjektivitas manusia. Sekiranya pun itu ada, pastilah Tuhan berkuasa memutar haluannya. Kita semua harus belajar dari sejarah. Mengulang sejarah kelam, sengaja atau tidak, sadar atau tidak, akan menjadi sebuah legacy buruk dalam perjalanan kehidupan bergereja. Keledai saja, tidak akan mau terjerumus ke jurang yang sama untuk kedua kalinya, bukan?
Pandemi Covid-19 telah menjadi ancaman terbesar di dunia saat ini. Jutaan manusia di dunia telah terinfeksi oleh virus yang tidak kelihatan secara kasat mata ini. Ratusan ribu manusia telah meninggal dunia oleh wabah yang mematikan itu. Di Indonesia, ribuan orang telah mati terpapar oleh ganasnya virus yang mengglobal ini. Kita semua bersedih, berbagai kompleksitas dampak yang ditimbulkannya amatlah memilukan. Mulai dari ancaman psikologis misalnya, nyawa, ekonomi dan ancaman ketahanan pangan, tanpa kecuali, semuanya haruslah kita hadapi dengan tegak.

Selain visi dan misinya di dunia ini, tentu HKBP memiliki tugas dan tanggungjawab moral etis agar rakyat kita, setidaknya warga HKBP, tidak semakin menambah deretan jumlah permasalahan. Covid-19 di satu sisi dan penundaan Sinode Agung HKBP di sisi lain, kiranya tidak menjadi dua keberadaan yang saling memicu dan memacu kuantitas permasalahan di tengah masyarakat. Covid-19 adalah musuh kita bersama. Namun, hiruk pikuk atau bahkan disain penundaan Sinode Agung pun jangan sampai dicovidkan sehingga semakin memperkeruh suasana. Mekanisme dan legal standing yang ada, haruslah dieksekusi oleh semua stakeholder yang ada. Maka dinamika di akar rumput akan teredam dengan baik. Perang bersama untuk memutus mata rantai Covid-19 pun dapat berjalan semakin efektif.

Setelah Yesus mati di kayu salib, Dia dibaringkan (lay down) di makam Yusuf Arimatea. Setelah itu, lalu Dia di-lock down dalam kubur itu selama tiga hari. Batu penutup makam Yesus, sebesar apapun itu, meski manusia tidak dapat berkuasa untuk menggulingkannya, namun Tuhan telah membuka lock-down kubur tersebut pada hari ke-tiga. Itulah hari minggos, hari kebangkitan sekaligus hari kemenangan Tuhan melawan kuasa dan sengat maut. Kuasa maut, sebesar apapun itu, sehebat apapun dia, tetap tunduk kepada Tuhan, sumber segala kuasa yang ada.

Covid-19 bagaimanapun telah membuat dunia, Indonesia, bahkan HKBP ter-lock down dari berbagai keleluasaan melakukan berbagai kegiatan dan program kerja. Kita telah begitu lama terbaringkan atau ter-lay down bahkan ter-lock down oleh virus mematikan itu. Laksana batu penutup makam Yesus, tak seorangpun dari kita, tak satu bangsa pun di dunia ini, yang nyata-nyata dapat menggulingkan batu besar itu agar kita segera keluar dari kehidupan yang ter-lock down itu. Lock down kehidupan itu adalah momentum bagi setiap kita untuk mengandalkan kuasa Tuhan; bukan mengandalkan kekuatan diri sendiri. Semakin manusia hanya mengandalkan dirinya, ilmunya, kuasanya, jabatannya, maka hidup lay down dan diikuti dengan lock down, tentu akan semakin berkepanjangan.

Di kala Nuh dan ciptaan lainnya ter-lock down dalam bahtera Nuh melawan terpaan dan terjangan air bah, ketaatan kepada Tuhan adalah satu-satunya jalan keselamatan bagi mereka. Nuh sebagai nahkoda bahtera, senantiasa mengedepankan suara Tuhan dari ketimbang pikirannya. Seisi rumahnyapun hidup damai. Tak pernah diberitakan ada pertikaian dalam bahtera itu. Setiap makhluk bersama pasangannya bersama ciptaan lainnya pun hidup dengan rukun dan tenteram. Masing-masing penghuni bahtera saling menjaga agar bahtera itu tetap aman mengapung berselancar di gelombang air bah. Burung merpati pun tak ketinggalan melakukan tugasnya dengan baik, terbang menilik tanah dalam samudera raya, sebagai pertanda apakah sudah waktunya keluar dari suasana lock down itu.

Memang globalisasi menuntut kita semua lebih interaktif dan partisipatif satu sama lain. Konvergensi antar potensi akan memperkokoh derap dan komitmen transformasi pelayanan dalam rangka mendahulukan kehendak Tuhan ketimbang kepentingan individu atau kelompok. Tanpa kebersama-samaan yang tulus, ke depan kita akan bagai Dinosaurus yang keberadaannya hilang ditelan zaman. Atau laksana kegagahan kerajaan Sriwijaya, yang tinggal sejarah hilang ditelan dahsyatnya arus globalisasi. Segala ikatan soliter haruslah kita buang dan singkirkan. Sebaliknya, sikap egaliter menjadi sikap yang elegan bagi kita semua, agar bagaikan Nuh, kita semua pun dapat berselancar dalam perahu lock down Covid-19 ini.

Baru-baru ini, saya terkesima melihat gambar-gambar replika bahtera Nuh dari Amerika Serikat. Dia digambarkan semirip mungkin sesuai dengan temuan para arkeolog. Di sana ada gambar logistik yang tertata, para pelayan dapur berbagi sesuai dengan job description. Terdapat pula tim doa yang sungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan. Ada tim pemantau ke luar bahtera, tim perawat bahtera, tim pemelihara ternak dan hewan, juga semacam tim announcing (entah tentang apa). Ada juga tukang perapian besi membentuk berbagai pedang (persiapan untuk pekerjaan baru atau antisipasi melawan musuh). Ada pula denah sejarah bangsa-bangsa (table of nations) sesuai dengan Kejadian 10, bahkan aula, tak terkecuali ruangan keluarga dengan mengabadikan gambar-gambar tokoh. Wah, luar biasa kebersamaan mereka dalam suasana lock down itu. Hidup ter-lock down, namun sangat kreatif, dan tidak ada yang hidup ber-lay down semata.

Semua kita, khususnya para pimpinan, pendeta, majelis dan warga jemaat HKBP, marilah kita mengisi momentum penundaan Sinode Agung ini untuk melihat sesama kita semua mitra; bukan sebagai saingan apapagi musuh. Namun, berulang-ulang menunda, akan menjadi bentuk perlawanan kepada kuasa Tuhan di satu sisi, atau bentuk lain dari pengandalan diri sendiri di sisi lain. Marilah kita berkarya lebih sungguh, agar produktif bagi semua pihak, terutama produktif bagi pekerjaan Tuhan. Sebagai mitra, marilah membuka mata untuk melihat dan mengakui kemajuan orang lain, sekaligus membuka hati untuk memajukan orang lain, demi kemajuan bersama, terutama demi kemajuan gerejaNya.

Covid-19 maupun penundaan Sinode Agung HKBP tidak boleh membuat kita surut atau lalai untuk membangun tubuh Kristus. HKBP harus semakin membangun sumber daya manusia yang transformatif. Birokrasi kita pun (memimjam istilah Jokowi) harus kita bangun agar lebih gesit, tanggap, akuntabel dan transparan. Rantai strukturisasi harus semakin diperlancar, agar kinerja para stakeholder semakin cepat, peka dan responsif dalam melayani warga. Tidak sebaliknya semakin menyusahkan warga jemaat apalagi menjadi sinis terhadap HKBP.

Wabah Covid-19 memang telah membuat hidup kita diperhadapkan dengan ketidakpastian. Semua kita kuatir tertular atau terinveksi bahkan kepada kematian itu sendiri. Ketidakpastian menyangkut pekerjaan, ekonomi, hubungan sosial, bahkan mungkin kegamangan dalam hidup beriman dan bergereja. IMF sendiri telah memperhitungkan pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok hingga 0,5 persen. Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, malah memberi estimasi hingga 0,3 persen. Dikuatirkan, konsekuensi Covid-19 akan menggerus kita kepada krisis ekonomi terburuk. Pengangguran akan terjadi besar-besaran hingga ke angka 7,5 persen. Kurang lebih 5 juta orang akan kehilangan pekerjaan.

Tetapi kita percaya, pandemi Covid-19 suatu waktu akan berakhir. Kuasa Tuhan pasti bekerja hingga kini bahkan hingga akhir zaman. Dialah Alfa dan Omega. Tuhan tidak menghendaki wabah ini terus mengancam kehidupan umatNya beserta segenap ciptaan. Sama seperti wabah ebola, zika, SARS dan wabah lainnya, semuanya itu pasti akan berlalu. Kita harus kembali tegak berdiri setelah terpuruk diterpa Covid-19 ini. Kita juga harus setia dalam pengharapan, bahwa penundaan Sinode Agung HKBP pun, kita maknai sebagai momentum menanti kairos arak-arakan Nuh masa kini, dalam memimpin HKBP keluar dari bahtera lock down Covid-19 ini. Salam sehat untuk kita semua !.- (f)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru