Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 10 Juli 2025

Menyambut Kehadiran Tuhan

Catatan Pdt Dr Luhut P Hutajulu
Redaksi - Minggu, 20 Desember 2020 10:49 WIB
1.242 view
Menyambut Kehadiran Tuhan
Foto Dok
Pdt Dr Luhut P Hutajulu
Mari bayangkan hal ini: Apa yang dirasakan oleh seorang prajurit ketika ia dipercayakan untuk menjaga dan mengawal tanda-tanda kebesaran negara, misalnya bendera pusaka dan naskah proklamasi. Tentunya sangat bangga dan bertekad untuk melakukan dengan baik.

Demikian yang dialami Daud, bahwa TUHAN Allah memilih dan menugaskannya untuk mengawal bangsa Israel bertemu dengan Tuhan. Untuk itu Daud berperang mengalahkan orang Filistin, lalu kemudian memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Segala persiapan dibuat, kereta baru disiapkan dan kekudusan Tabut itu dijaga agar tidak disentuh sembarang orang. Suatu kebanggaan tersendiri bagi Daud (baca kisah ini di 2 Sam 6). Tidak heran jika ia menggubah suatu mazmur yang diciptakannya untuk nyanyian sorak-sorai bagi TUHAN Allah Israel. Kejadiannya berhubungan dengan Hari Raya Pondok Daun, sebuah perayaan tahunan Tahun Baru, penahbisan Bait Allah, dan dibawanya tabut ke Yerusalem.

Jika kita membaca Mazmur ini, maka harus membayangkan bahwa Tabut Perjanjian itu sedang diangkut menuju Yerusalem dan puji-pujian itu dinyanyikan oleh sekalian orang yakni lagu yang diciptakan khusus oleh Raja Daud. Tabut Perjanjian adalah simbol kehadiran Allah. Melihat Tabut itu berarti menyaksikan kehadiran Allah. Sesuatu yang menggetarkan secara spiritual tetapi juga beban khusus secara psikologi. Semua kondisi itu bercampur aduk lewat mazmur pujian ini.

Mata saya langsung tertuju kepada ayat 3-6 saat membaca Mazmur 24. Saya bertanya-tanya, "Siapakah yang dapat berada dekat hadirat Tuhan? Siapa yang bisa menerima berkat Tuhan? Ada empat syarat, yaitu orang yang bersih tangannya, murni hatinya, tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan tidak bersumpah palsu. Keempat syarat itu harus dipenuhi semuanya, padahal saya sadar bahwa saya tidak bisa memenuhi keempat syarat tersebut. Bila kita jujur, saya yakin bahwa tidak seorang pun yang bisa memenuhi keempat syarat tersebut secara sempurna.

Mengapa syarat bertemu Tuhan amat ketat? Saya yakin bahwa Daud memiliki konsep yang benar tentang Allah. Tuhan adalah pencipta dan pemilik seluruh bumi dengan segala isinya. The Glory in Creation (kemuliaan dalam ciptaan)

Dialah Raja Kemuliaan. Penyebutan "Raja Kemuliaan" sampai lima kali dalam Mazmur 24:7-10 menunjukkan bahwa sebutan itu mendapat penekanan dan sudah sepatutnya membidik setiap hati yang merasa dirinya layak berada di hadirat Tuhan. Kesombongan rohani dapat menyusup sangat senyap dalam hati kita. Kita harus terpukau dengan gambaran Daud tentang Tuhan, walaupun saya yakin bahwa tidak ada satu gambaran pun yang dapat mewakili keagungan dan kemuliaan Tuhan yang sesungguhnya. Namun, gambaran Daud seharusnya cukup membuat kita mengerti mengapa Daud begitu ketat mengemukakan syarat bagi orang yang dapat berada di hadirat Tuhan.

Setelah menjelaskan siapa TUHAN, Allah Israel itu yang akan datang ke kota kudus Yerusalem, dan menguraikan tentang siapakah yang layak untuk menyambutnya, maka selanjutnya pemazmur melalui nyanyian pujian itu menghimbau agar umat menyambut kejadiranNya sekaligus memberikan gambaran bagaimana menyambut kehadiran Tuhan itu.

Siapakah yang akan datang itu? TUHAN, Allah Israel. Siapakah Dia? Dia adalah Raja Kemuliaan. Demikian pemazmur menyebut tentang Allah. Bahwa Allah harus dipandang sebagai Raja. Raja pasti mulia, tetapi jika disebut bahwa raja ini adalah Raja Kemuliaan, maka itu bermakna Raja di atas segala raja. Bagaimanakah menyambut Raja Kemuliaan itu? Pemazmur memberikan dua cara secara berurutan yang diulang pada ayat 7 dan 9. Cara menyambut-Nya adalah dengan "Angkatlah kepala" dan "Terangkatlah pintu yang berabad-abad". Apa maksud kalimat-kalimat itu?

1. ANGKATLAH KEPALA
Yerusalem sebelum menjadi ibukota kerajaan Israel, wilayah ini juga dikuasai Filistin. Umat Israel menjadi "bulan-bulanan" Filistin pada masa itu. Bagaikan orang yang kalah, demikian kepala tertunduk penuh dengan kepedihan. Namun, ketika Raja di atas segala raja datang, yakni Raja Kemuliaan, maka mereka yang menyerah, tertunduk dalam kekalahan dan terpuruk pada kondisi yang tidak menggenakkan, diminta berhenti berkabung, melainkan mengangkat kepala tanda menang ketika Raja Kemuliaan itu datang.

Hal ini bermakna, menyambut kehadiran Raja Kemuliaan, harusnya dilakukan dengan girang, tanpa ragu namun dengan optimisme tinggi sebagaimana simbol kepala ditegakkan. Sukacita kemenangan harusnya menjadi warna khusus cara menyambut kemuliaan Sang Raja di atas segala raja itu. Tidak ada lagi kepedihan, yang ada adalah kepastian dalam kemenangan. Mengapa? Sebab yang datang ini adalah Pribadi yang jaya perkasa, yakni TUHAN yang berkasa dalam peperangan (ay.8).

2. TERANGKATLAH PINTU
Pintu apakah itu? Tiap orang atau rombongan yang akan memasuki kota, wajib berhenti sejenak untuk menunggu pintu gerbang kota terbuka sebagai tanda bahwa rombongan ini diterima. Menariknya, pemazmur mengunakan kalimat seru sebagai tanda perintah agar mereka segera masuk. Dan bunyi perintah itu bukan: "terbukalah pintu" melainkan ia menyebut kalimat: "terangkatlah pintu-pintu". Memerintahkan pintu-pintu yang sudah ada berabad-abad di situ untuk terangkat dan bukan terbuka menunjuk pada makna: "hilangkan pintunya, tidak usah memakai pintu lagi".

Apa maknanya? Bahwa selebar apapun pintu itu dibuka, ia tidak sanggup terbuka lebih lebar lagi menyambut kemuliaan Raja Kemuliaan yang Mahabesar itu. Pintu-pintu itu tidak sanggup menandingi besarnya kemuliaan TUHAN, Allah Israel yang Mahamulia. Pintu-pintu yang dibangun oleh tangan manusia itu tidak cukup layak untuk "menyambut dan mempersilakan masuk" TUHAN, Allah yang MahaAgung itu. Pintu-pintu gerbang yang disebutkan dalam bacaan ini ialah pintu gerbang bait Allah yang sudah tua. Pintu gerbang itu diajak menjadi besar dan lebar, sehingga Raja besar dan mulia dapat masuk. Dialah Raja yang perkasa, telah memenangkan peperangan, Dia adalah Raja semesta alam. Ayat-ayat ini menunjuk kepada Mesias karena Raja Kemuliaan itu adalah Tuhan Yesus (bnd. Yoh 1:14). "Angkatan orang-orang yang menanyakan Dia" (yaitu, orang-orang percaya yang setia) harus berdoa agar "Raja Kemuliaan" datang. Doa ini untuk datangnya kerajaan Allah mengantisipasi pemerintahan kekal Kristus dan kebinasaan terakhir dari kejahatan.Raja Kemuliaan yang berdiri di depan pintu juga kembali disaksikan dalam pewahyuan kepada Yohanes; "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. (Why 3:20). Setiap saat Tuhan Yesus berdiri di depan pintu hati kita, ia hendak masuk dan bertakhta di dalamnya untuk memerintahkan damai sejahtera bagi setiap orang yang membuka pintu hatinya bagi Raja Kemuliaan itu. Mari membuka pintu hati, Yesus Kristus hendak bertakhta di dalamnya. (a)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru