Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 28 Agustus 2025
Paus Fransiskus di Irak Kunjungi Kota Ur dan Gereja di Mosul

Nama Allah Tidak Bisa Dipakai untuk Membenarkan Kekerasan

Redaksi - Minggu, 07 Maret 2021 10:21 WIB
575 view
Nama Allah Tidak Bisa Dipakai untuk Membenarkan Kekerasan
(Foto: Media Vatikan)
PIDATO : Paus Fransiskus saat menyampaikan pidato pada hari pertama kunjungannya ke Irak, Kamis (5/3). 
Baghdad (SIB)
Paus Fransiskus menyerukan untuk mengakhiri kekerasan dan ekstremisme sehingga rakyat Irak dapat hidup, bekerja, dan berdoa dengan damai.

Berbicara kepada otoritas pemerintah Irak dari aula Istana Kepresidenan di Baghdad, Bapa Suci mengatakan bahwa “agama, pada dasarnya, harus melayani perdamaian dan persaudaraan.”

“Nama Tuhan tidak dapat digunakan untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme dan penindasan,” katanya dalam pidato pertamanya saat tiba di irak, Jumat (5/3).

“Sebaliknya, Tuhan, yang menciptakan manusia dengan martabat dan hak yang setara, memanggil kita untuk menyebarkan nilai-nilai cinta, niat baik dan kerukunan.”

Paus Fransiskus mengatakan kepada Presiden Irak, Barham Ahmed Salih Qassim politisi serta diplomat lokal lainnya, bahwa Gereja Katolik di Irak ingin menjadi “teman bagi semua dan, melalui dialog antaragama, bekerja sama secara konstruktif dengan agama lain dalam melayani tujuan perdamaian.”

Paus menyerukan diakhirinya “kepentingan partisan” dan “kepentingan luar yang tidak mengutamakan warga setempat.”
Paus menyoroti “kehadiran umat Kristen di masa lalu” di Irak dan mengatakan bahwa “partisipasi mereka dalam kehidupan publik, sebagai warga negara dengan hak, kebebasan dan tanggung jawab penuh” akan bersaksi untuk pluralisme yang sehat dan “berkontribusi pada kemakmuran dan harmoni bangsa.”

Paus Fransiskus juga menunjuk pada penderitaan yang dialami oleh kaum Yazidi, yang katanya adalah “korban tak berdosa dari kekejaman brutal dan tidak masuk akal, dianiaya dan dibunuh karena agama mereka, dan yang identitas serta kelangsungan hidupnya terancam.”

“Hanya jika kita belajar untuk melihat melampaui perbedaan kita dan melihat satu sama lain sebagai anggota dari keluarga manusia yang sama, barulah kita dapat memulai proses yang efektif untuk membangun kembali dan meninggalkan dunia yang lebih baik, lebih adil dan lebih manusiawi kepada generasi mendatang,” kata Paus.

“Dalam hal ini, keragaman agama, budaya, dan etnis yang telah menjadi ciri khas masyarakat Irak selama ribuan tahun adalah sumber daya yang berharga untuk digali, bukan halangan yang harus dihilangkan.”

“Irak hari ini dipanggil untuk menunjukkan kepada semua orang, terutama di Timur Tengah, bahwa keragaman, alih-alih menimbulkan konflik, harus mengarah pada kerja sama yang harmonis dalam kehidupan masyarakat.”

Paus juga mengucapkan terima kasih kepada semua organisasi kemanusiaan yang telah bekerja untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar orang miskin.

“Ini adalah harapan doa saya bahwa komunitas internasional tidak akan menarik uluran tangan persahabatan dan keterlibatan konstruktif dari rakyat Irak, tetapi akan terus bertindak dalam semangat tanggung jawab bersama dengan otoritas lokal, tanpa memaksakan kepentingan politik atau ideologis,” kata paus.

KUNJUNGI KOTA UR
Paus Fransiskus juga direncanakan akan mengunjungi kota Ur, tempat kelahiran Abraham, tokoh Alkitab yang dihormati oleh umat Kristen, Muslim dan Yahudi, dan bertemu dengan ulama Muslim Syiah Irak, Ayatollah Ali Al-Sistani, 90 tahun.
“Di tanah Abraham, bersama dengan para pemimpin agama lainnya, kami mengambil langkah maju dalam persaudaraan antar umat beriman,” kata Paus Fransiskus.

Al-Sistani adalah salah satu tokoh terpenting dalam Islam Syiah, baik di Irak maupun di luar Irak. Dia memimpin banyak pengikut di antara mayoritas Syiah Irak dan memiliki pengaruh besar atas politik dan opini publik.

GEREJA DI MOSUL
Selain ke kota Ur, Paus juga akan mengunjungi kota Mosul yang bersebelahan dengan kota Niniwe yang disebutkan dalam Alkitab. Kota ini memiliki empat gereja yang mewakili denominasi berbeda, di sekitar lapangan kota yang dikelilingi oleh rumah-rumah bertingkat rendah. Ini adalah bukti peran komunitas Kristen Irak yang pernah berkembang pesat di sana.

Saat ini, keempat gereja itu dalam keadaan rusak atau hancur setelah kelompok teroris ISIS menduduki kota itu pada kurun 2014-2017. ISIS merusak banyak bangunan dan menggunakannya untuk menjalankan pemerintahannya, termasuk sebagai penjara dan pengadilan.

TINGGAL SATU GEREJA
Hari-hari itu telah berlalu. Saat ini hanya satu dari gereja Mosul yang masih berdiri menawarkan kebaktian pada hari Minggu untuk populasi Kristen yang telah menyusut menjadi hanya beberapa lusin keluarga dari sekitar 50.000 orang.

Komunitas Kristen di sana ditoleransi oleh mantan Presiden Saddam Hussein tetapi dianiaya oleh Al-Qaeda dan kemudian ISIS. Umat Kristen Irak sekarang berjumlah sekitar 300.000, seperlima dari total jumlah sebelum tahun 2003.

Beberapa dari mereka kembali setelah kekalahan ISIS, tetapi yang lain masih melihat terlalu sedikit prospek untuk tinggal di Irak dan ingin menetap di luar negeri.

Gereja Katolik Suriah, Gereja Ortodoks Siria, Gereja Ortodoks Armenia, dan Gereja Katolik Kasdim terletak berdampingan di dalam dan di sekitar alun-alun yang berdebu itu. Sekarang daerah itu menjadi reruntuhan, seperti halnya bagian lain kota. (Katoliknews/SH.com/a)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru