Penulis: Yohana Resia Siregar*
Simson (Ibrani: שִ×מְש×וֹן Šimšon, Tiberias Šimšôn, bahasa Inggris: Samson) adalah hakim ketiga yang diceritakan dalam kitab suci Yahudi, Tanakh (Alkitab Ibrani), Perjanjian Lama di Alkitab Kristen dan Talmud. Secara etimologi Shimshon (syim-syon) artinya "pria matahari”. Nama ini bermakna bahwa dirinya menebarkan cahaya dan perkasa, atau "Dia yang melayani Tuhan".
Simson adalah seorang tokoh yang menggunakan kekuatan fisiknya yang luar basa untuk bertempur melawan musuh-musuhnya dan melakukan beberapa aksi dari kepahlawanannya yang tidak bisa dibuat oleh manusia biasa. Dalam buku "Who's Who in the Bible:The Old Testament and the Apocrypha, The New Testament" menyatakan bahwa cerita Simson yang sedemikian akuratnya mengenai waktu dan tempat membuktikan bahwa Simson adalah figur yang nyata yang menggunakan kekuatan fisiknya untuk melawan bangsa-bangsa yang menjajah Israel dan bukan cerita legenda saja.
1. Jatuhnya Simson Karena Delila (Hakim-hakim 16:4-22)
Keterpikatan Simson terhadap seorang perempuan dari lembah sorek yang bernama Delila si pengkhianat ternyata membuatnya jatuh. Simson tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya penolong melainkan hanya cadangan, yang artinya ialah Simson akan menghampiri Tuhan hanya pada waktu-waktu yang tidak memungkinkan baginya saja. Kita boleh melihat bersama melalui kisah jatuhnya Simson, yang mana Simson jatuh karena dirinya sendiri yang mengijinkan Delila untuk mengetahui rahasia kekuatannya.
Simson tidak pernah tahu bahwasannya para penguasa Filistin telah meminta kepada Delila untuk mencari tahu darimana sumber kekuatan yang dimiliki oleh Simson. Pelanggaran Simson yang selalu dilakukannya ternyata sudah mencapai titik penghabisan, ia terlalu percaya hanya pada kekuatannya saja sehingga membuatnya merasa tinggi hati dan tidak lagi membutuhkan Allah dalam kehidupannya. Dalam hal ini penting bagi kita untuk mengejar apa yang menjadi keinginan Tuhan atas hidup kita, bukan mengejar apa yang menjadi keinginan dan kesenangan kita sendiri. Jangan sesekali kita meninggalkan Tuhan dan kembali mencarinya hanya karena keadaan dan waktu yang emergency saja.
2. Kehidupan Simson yang Kontradiksi ( Hakim-hakim 13:5)
Kehidupan simson merupakan sebuah kehidupan yang bertentangan. Simson merupakan seorang pria yang mempunyai kekuatan jasmani yang hebat akan tetapi dengan moralitas yang lemah. Simson memerintah sebagai seorang hakim atas bangsa Israel dalam zaman filistin selama 20 tahun. Sepanjang 20 tahun itupula simson tidak pernah berhasil dalam membebaskan umat Allah dari penindasan orang Filistin. Simson telah menjadi nazir (orang yang dikhususkan atau dipisahkan hidupnya hanya untuk Tuhan) Allah sejak dari kandungan ibunya, namun berulangkali pula ia gagal dalam memelihara peraturan nazir tersebut.
Roh Allah datang menguasainya dan memberinya kekuatan yang besar untuk melawan kaum Filistin, kaum penindas umat Israel. Hal ini dilakukan meskipun Simson mata keranjang dan pendendam. Kehidupan Simson mengajar bahwa kita harus berkata "tidak" pada godaan jasmani, bahwa Allah dapat menggunakan manusia yang berdosa untuk menggenapi rancangan-Nya, bahwa dosa selalu ada akibatnya, dan bahwa Allah berbelas kasihan. Allah berkehendak untuk menaklukkan bangsa filistin melalui simson, akan tetapi simson juga dituntut akan pertanggungjawaban atas dosanya, dan ia pun menikmati akibat dari kebodohan serta ketidaktaatannya itu.
3. Simson Bertobat Setelah dia Sadar Telah Membuka Celah Terhadap Godaan Iblis (Hakim-hakim 16:28).
Simson telanjur membuka celah terhadap godaan iblis melalui hawa nafsunya. Dia terjerumus ke dalam dosa dan akhirnya ditinggalkan oleh Allah. Dalam suasana sukaria, mereka (orang-orang filistin) memanggil Simson dari penjara untuk melawak di hadapan mereka. Simson, yang kini telah menjalani hukuman dalam kondisi lemah secara jasmani, telah berkembang dalam sikap bertobat di hatinya serta pembaharuan imannya kepada Allah. Dia tahu bahwa tugasnya sebagai nazir Allah adalah melakukan kehendak Allah, untuk tujuan penyelamatan Israel dari cengkeraman Filistin. [br]
Saat diikat dan disuruh melawak, Simson berseru dan memohon kepada Allah agar dia diberi kekuatan untuk menumpas orang-orang Filistin. Tuhan mengabulkan doa iman Simson. Simson mendapat kekuatannya kembali! Imannya kepada Allah terwujud secara nyata dalam keperkasaan yang luar biasa. Dia mampu merobohkan kedua tiang penyangga bangunan tempat pertemuan raja-raja kota itu. Kitab Hakim-Hakim mencatat peristiwanya, “Lalu membungkuklah dia sekuat-kuatnya, maka rubuhlah rumah itu menimpa raja-raja kota itu. Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak dari pada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya.” Simson pun mati bersama dengan kehancuran yang dilakukannya, tetapi kematiannya itu sungguh menjadi penggenapan proyek penyelamatan Allah atas Israel.
Keinginan daging dan godaan hawa nafsu memang sering membuat orang melenceng dari iman. Pada tahap yang lebih jauh, semuanya ini bahkan dapat mengagalkan panggilan Tuhan atas hidup kita. Simson adalah contohnya. Sekalipun awalnya Tuhan telah memberkati dan memberinya kuasa, Simson lebih mengikuti keinginan daging dan hawa nafsunya daripada kehendak Allah dan arahan Firman Tuhan melalui teguran orang tuanya. Syukurlah, pada akhirnya Simson bertobat dan memilih untuk bangkit dalam imannya. Pertobatan Simson dan imannya kepada Allah membuat namanya tercatat dalam daftar tokoh iman dalam kitab Ibrani. Dalam kelemahan jasmaninya, justru imannya tumbuh perkasa dan memberinya kekuatan baru hingga tujuan Tuhan bagi hidupnya tergenapi.
Dalam kesimpulannya, melalui kehidupan Samson kita diajarkan untuk melakukan apa yang Tuhan mau, jangan lari dari panggilan-Nya dan menuruti keinginan daging(Galatia 5:16-17) sebab keinginan daging akan membawa kita kedalam kehancuran serta kebinasaan. Selalu mengandalkan Tuhan dalam segala hal dan bukan hanya dengan kekuatan diri sendiri. Ketika kita memiliki kekuatan jasmani yang hebat, ada baiknya kita pergunakan untuk kemuliaan Tuhan, di balik kehebatan dari kekuatan jasmani, haruslah diseimbangi dengan moralitas yang baik. Dapatilah pasangan yang mampu saling menopang dan tidak memperdebatkan tentang masalah yang dihadapi.
Selain itu, yang mampuh melewati suka duka dengan selalu berpegang teguh hanya pada kasih setianya Allah saja, dan yang mau selalu ambil sikap dalam menyelesaikan misi atau pekerjaan Allah. Pada intinya, kita perlu sadar bahwasannya kita hidup oleh karena-Nya dan kita hidup hanya untuk-Nya, maka berilah hidup kita dipimpin oleh Roh-Nya.(Yohana Resia Siregar, Jurusan PAK, Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan)
Editor
: Bantors Sihombing