Medan (SIB)
Penasehat Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut H Wagirin Arman mendesak Mendagri dan DPR RI untuk membahas pengembalian sistem Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), baik gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD (legislatif), guna menghindari pembiayaan "cukong" terhadap kepala daerah yang akan bertarung di Pilkada.
"Sistem pemilihan langsung oleh rakyat ini perlu didiskusikan kembali sekaligus mencari solusi terbaik untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD," ujar Wagirin Arman kepada wartawan, Selasa (15/9/2020) di DPRD Sumut menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, bahwa kepala daerah terpilih dibiayai "cukong" tidak sehat.
Dengan dikembalikannya Pilkada ke DPRD, ujar Wagirin, akan mengurangi kepala daerah tersandung proses hukum atau masuk penjara akibat korupsi maupun penyalahgunaan jabatan, karena untuk mengawasi legislatif sangat mudah dan membutuhkan biaya yang ringan.
"Kita tahu proses Pilkada yang diselenggarakan secara langsung oleh rakyat membutuhkan dana yang besar dan tentunya banyak calon kepala daerah yang dibiayai cukong. Bayangkan, untuk mendapatkan perahu saja membutuhkan dana besar ditambah biaya kampanye untuk rakyat," tandasnya.
Bantuan dana dari cukong tersebut, katanya, tentu tidak gratis, tapi harus ada deal-deal politik yang disepakati, sehingga ketika si calon sudah menjabat, tentu cukong akan mengendalikan pemerintahan dan berusaha menguasai seluruh sektor anggaran. Tentunya berjalannya roda pemerintahan tidak akan sehat.
"Masalah "cukong' atau pemodal di Pilkada ini juga pernah kita utarakan di hadapan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat itu dijabat Saut Situmorang dan petinggi Partai Golkar pada acara pencegahan korupsi kepala daerah di Jakarta 2019 lalu. Kita mengusulkan agar Pilkada dikembalikan ke DPRD, untuk menghindari cost politik yang besar," ujar Wagirin
Mantan Ketua DPRD Sumut ini secara tegas mengatakan, jika para calon kepala daerah maju di Pilkada dibiayai cukong, tentu sebagai pintu masuk praktik korupsi yang banyak menjerat kepala daerah dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), karena para kepala daerah akan berusaha keras untuk mengembalikan modal Pilkada.
"Jadi segi negatif Pilkada secara langsung oleh rakyat ini, para kepala daerah akan terus berlomba-lomba melakukan korupsi dan masyarakat juga dalam memilih kepala daerahnya bukan atas dasar penilaian yang kredibel, tapi atas dasar adanya pemberian sesuatu," ujarnya.
Berkaitan dengan itu, Wagirin meminta pemerintah pusat, baik Mendagri maupun DPR RI untuk segera mengkaji lagi peraturan Pilkada secara langsung, karena sangat tidak efektif bagi calon kepala daerah. Sudah saatnya dikembalikan ke sistem Pilkada yang dipilih oleh DPRD, agar kejahatan-kejahatan politik bisa lebih dieliminir.(*).