Medan (SIB)
Aktif berkontribusi, itulah satu kata yang menggambarkan perusahaan pabrik peleburan Aluminium satu-satunya di Indonesia yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum. Perjalanan Inalum dimulai sejak 6 Januari 1976, di mana Pemerintah Republik Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium (NAA) yang merupakan Konsorsium 12 investor Jepang sepakat mendirikan PT Inalum yang merupakan salah satu Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar di Indonesia.
Pada tahun 1976, pembangunan PLTA mulai dilakukan di daerah Paritohan Kabupaten Toba dan Asahan yaitu dekat hulu Sungai Asahan. Sedangkan pembangunan Pabrik Peleburan Aluminium mulai dilakukan di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara (dahulu masih Kabupaten Asahan). Sebelum adanya Inalum, lokasi tersebut masih merupakan hutan, lahan kosong, rawa-rawa dan sungai biasa yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kehidupan sehari-hari.
Seorang saksi sejarah awal pembangunan Inalum, H Soffyan yang juga Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Harian Analisa tak menampik saat awal pembangunannya, Inalum sempat “diganggu†semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jepang yakni “East West Seminar†dan “Yamamoto Foundationâ€.
Pasalnya, keberadaan Inalum dinilai akan merusak ekosistem dan lingkungan hidup di kawasan Danau Toba di sekitar kawasan Paritohan. Termasuk juga rencana pembangunan Pabrik Peleburan Aluminium di Kabupaten Batubara yang berpotensi menimbulkan polusi udara di kawasan tersebut.
Dalam dua kali pertemuan dengan kedua LSM itu, H Soffyan sempat memberikan argumentasi Indonesia harus memanfaatkan potensi airnya untuk membangun negara serta mendapatkan jaminan dari perusahaan Jepang untuk secara ketat menjaga kelestarian alam dan tidak akan mengganggu ekosistem di kawasan Danau Toba.
“Untuk membuktikan komitmen perusahaan Jepang itu konsisten menjaga lingkungan dan polusi udara, kami juga sempat dibawa berkunjung ke Pabrik Sumitomo di Okudogo, di salah satu pulau di Jepang, hal itu tak lain untuk membuktikan dengan pabrik yang lebih besar mereka menjaga lingkungan dan tanpa diganggu oleh polusi udara serta pencemaran lingkungan sebagaimana dikhawatirkan oleh LSM Jepang tersebut,†ujar H Soffyan.
“Apalagi keberadaan Inalum sejak tahun 1976 ternyata berperan sangat nyata dan besar dalam mewarnai pembangunan Sumatera Utara, Inalum telah memberikan sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta kontribusi lainnya terhadap pembangunan di daerah Sumatera Utara,†tambah H Soffyan yang juga mengaku menjadi saksi sejarah saat pertama kali pihak Jepang membersihkan lahan di kawasan Paritohan, lokasi pembangunan PLTA Inalum.
Lebih lanjut pada tahun 1982, Inalum resmi beroperasi. Dengan beroperasinya Inalum, kehidupan perekonomian masyarakat sekitar semakin meningkat. Hal ini disebabkan adanya aktivitas operasional Inalum yang turut mengembangkan kegiatan ekonomi pendukung bahkan cabang industri lain juga turut meramaikan Kuala Tanjung dan pada akhirnya penyerapan tenaga kerja sekitar sebagai karyawan Inalum dan industri lainnya sehingga ikut mendorong sektor perekonomian di Indonesia.
Setelah kurang lebih 31 tahun, Inalum beroperasi pada tahun 2013, perjanjian induk (Master Agreement) antara pemerintah Indonesia dan NAA terkait kepemilikan Inalum resmi berakhir melalui kompensasi yang dibayarkan Pemerintah Indonesia pada 19 Desember 2013 untuk mengambilalih seluruh saham Inalum, sehingga kepemilikan saham Inalum menjadi 100% milik Pemerintah Indonesia dan resmi menjadi BUMN ke-141 yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2014 tertanggal 21 April 2014.
Pasca menjadi BUMN sejak tahun 2013, pada 6 Januari 2021, Inalum telah menginjak usia ke-45 tahun. Di usia ini, Inalum juga meresmikan Gedung Perkantoran 8 lantai yang pertama di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Gedung yang dibangun sejak 2018 ini diharapkan mampu menjadi akselerator untuk percepatan perkembangan Industri di Sumatera Utara dan Kabupaten Batubara khususnya. Peresmian gedung ditandai dengan penandatanganan prasasti gedung secara virtual oleh Wakil Menteri BUMN I Republik Indonesia Pahala Nugraha Mansury.
Dalam hal pembangunan, Inalum konsisten memberikan kontribusi aktif untuk kemajuan Sumatera Utara sejak masih berstatus sebagai Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Bahkan sejak bertransformasi menjadi BUMN pada 2013, kontribusi Inalum semakin meningkat terhadap kemajuan Sumatera Utara.
Dalam 3 tahun terakhir, Inalum telah memberikan kontribusi dalam bentuk pajak dan retribusi daerah kepada Provinsi Sumatera Utara, termasuk kabupaten di sekitar wilayah operasi perusahaan dan juga menyalurkan bantuan PKBL & CSR dalam bentuk bantuan pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, bencana alam, fasilitas umum dan pengembangan kawasan wisata, pelestarian alam, pengentasan kemiskinan, olahraga, kesenian, kebudayaan dan program pemberdayaan UMKM. Program-program tersebut sesuai dengan Sustainable Development Goals dengan total penyaluran dana PKBL & CSR sejak menjadi BUMN sekitar Rp 214 miliar.
Hal ini sejalan dengan Noble Purpose Inalum, yakni “We Explore Natural Resources for Civilization, Prosperity dan Brighter Future†yang bertujuan untuk bermanfaat kepada kehidupan masyarakat, kesejahteraan bangsa dan masa depan Indonesia yang lebih baik.
“Dalam hal bantuan pelestarian alam, Inalum juga tercatat turut menjaga kelestarian Danau Toba sebagai ikon pariwisata terbesar di Sumatera Utara, Inalum berkontribusi aktif dalam konservasi Kawasan Danau Toba. Sejak tahun 2015 terhitung sekitar 440 ribu pohon sudah ditanam oleh Inalum pada lahan sekitar 750 hektar di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba,†terang H Soffyan.
Sementara pengamat ekonomi Sumatera Utara Wahyu Ario Pratomo menilai kontribusi Inalum sangat baik untuk kemajuan Sumut. Bahkan bila dibandingkan perusahaan lain di Sumatera Utara, Inalum merupakan salah satu perusahaan yang memberikan kontribusi pajak terbesar bagi kemajuan Sumatera Utara.
Wahyu menambahkan, pada momen Covid-19 ini, Inalum juga turut membantu pemulihan ekonomi yang terpuruk diakibatkan wabah Covid-19.
“Inalum pada saat Covid-19 ini juga ditunjuk sebagai Koordinator Satgas Bencana Nasional BUMN Wilayah Sumatera Utara. Dengan penunjukkan ini, Inalum berkontribusi aktif dalam memberikan bantuan kesehatan dan ekonomi untuk memacu pemulihan ekonomi masyarakat Sumatera Utara,†terangnya.
Pengamat ekonomi Sumut lainnya, Armin Rahmansyah Nasution SE MSi mengatakan, sebagai salah satu perusahaan yang besar di Sumut, Inalum diharapkan bisa memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat Sumut.
"Sejak dinasionalisasi, memiliki kewenangan untuk memberikan kontribusi yang cukup besar bagi Sumatera Utara. Tetapi tentu juga harus melihat bagaimana kinerjanya. Misalnya, kalau secara profit mengalami peningkatan, otomatis kontribusinya termasuk juga CSR atau bantuan ke masyarakat juga harus ditingkatkan," ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan (Unimed) ini.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini yang menghantam semua sektor ekonomi di masyarakat, Inalum sangat menjadi harapan bagi masyarakat Sumut dalam memberikan kontribusinya. Untuk itu Inalum berkontribusi aktif dalam memberikan bantuan Covid-19 berupa bantuan APD, sembako, rapid test dan lain-lain.
"Semua itu tergantung bagaimana kinerja dan profitnya. Tidak mungkin juga ketika dia secara grafik keuangan menurun kita meminta tingkatkan kontribusinya. Apalagi Inalum dalam bisnisnya berhubungan dengan internasional yang juga terimbas pandemi Covid-19 dan mengalami penurunan kinerja," sebutnya.
Di sisi lain, pengamat sosial ekonomi Sumatera Utara, Prof Aldwin Surya SE MPd PhD menyebutkan, selama 45 tahun Inalum berdiri, perusahaan tersebut secara konsisten menunjukkan kontribusi aktif bagi kemajuan Sumatera Utara.
"Inalum sudah meletakkan dasar yang sangat kuat dalam mendukung pembangunan di Sumut, sehingga memberikan kontribusi yang besar bagi daerah ini, khususnya sektor UMKM. Dengan program kemitraannya bersama warga sekitar secara berkesinambungan hingga saat ini, membantu pemerintah dalam menggalakkan keberhasilan meningkatkan UMKM di Sumut," ujarnya.
Prof Aldwin Surya menambahkan, banyak UMKM yang terdampak dengan adanya wabah Covid-19 dan melalui program kemitraan Inalum aktif berkontribusi membantu pemulihan UMKM sehingga hal ini sangat baik dan dapat dicontoh perusahaan lain.
Lebih lanjut, Inalum ke depannya dapat berkontribusi dalam membuka lapangan pekerjaan apabila dapat merealisasikan ekspansinya sebagai pusat pertumbuhan industri berbasis aluminium di Indonesia. Terlebih tambahan smelter aluminium di Kuala Tanjung, merupakan salah satu proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden No 56 Tahun 2018. Selain itu, berdasarkan Peraturan Presiden No 81 Tahun 2018 tentang kawasan industri Kuala Tanjung, Inalum bersama Pelindo 1 juga akan mengembangkan kluster aluminium di Kuala Tanjung.
Inalum juga sangat berambisi untuk dapat mengembangkan sayapnya menjadi perusahaan besar berbasis Aluminium yang terintegrasi sebagaimana Rencana jangka Panjang Perusahaan. Pada tahun 2030, diharapkan kapasitas produksi Inalum dapat mencapai sekitar 1,3 juta ton aluminium per tahun serta dapat melakukan integrasi ke hulu dengan menambah kapasitas produksi Alumina melalui PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) hingga 3 juta ton pertahun serta pembangunan pabrik CPC dan tidak menutup kemungkinan untuk berpartner dalam pabrikasi CTP, Aluminium flouride maupun di industri hilir baik remelting secondary aluminium, alloy, billet ataupun high end product. (*)