Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 01 Juni 2025

Indonesia Krisis Dosen Bergelar Doktor

- Selasa, 27 September 2016 15:43 WIB
231 view
Indonesia Krisis Dosen Bergelar Doktor
Jakarta (SIB)- Indonesia mengalami krisis jumlah dosen yang bergelar akademik doktor atau lulusan S3.

Kondisi ini berdampak signifikan pada minimnya jumlah publikasi ilmiah di tingkat internasional yang saat ini menjadi prioritas pemerintah.

Berdasarkan data Kementerian Riset dan Dikti (Kemristekdikti), perguruan tinggi di Indonesia kekurangan dosen bergelar akademik doktor atau lulusan S3.

"Hanya 10 persen dosen Indonesia yang bergelar doktor," kata Deputy Vice Chancellor and Vice President Monash University, Abid Khan, pada Doctoral Information Day yang digelar Monash University, di Jakarta, Minggu (26/9).

Angka tersebut, tambah Abid, masih sangat jauh dari target 20 persen jumlah doktor yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan nasional di bidang Sumber Daya Manusia di Indonesia.

Peningkatan angka kandidat doktoral maupun lulusan S3 akan berdampak pada publikasi ilmiah di tingkat internasional yang saat ini menjadi prioritas pemerintah.
Abid mengatakan antusiasme masyarakat Indonesia untuk menempuh pendidikan S3 sangat tinggi. Terlihat dari jumlah peminat Doctoral Information Day yang digelar kemarin sangat tinggi.

"Kami menerima respons luar biasa di acara ini, baik terhadap program doktoral maupun pasca sarjana," jelas Abid.

MINAT TINGGI
Minat masyarakat Indonesia untuk menempuh S2 dan S3 di luar negeri salah satunya di Monash University juga tinggi.

Setiap tahunnya Monash menerima sekitar 800-1.000 mahasiswa dari Indonesia. "Mereka menyebar di berbagai prodi, terutama di bidang-bidang seperti politik, seni dan sosial," sebut Abid.

Staf Ahli Direktur Kualifikasi, Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti, John Pariwono, mengatakan sejumlah beasiswa sebenarnya sudah banyak ditawarkan pemerintah untuk menempuh pendidikan S2 dan S3.

Salah satunya Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia (BUDI) yang diperuntukkan bagi para dosen.

Tahun ini saja, pemerintah menyiapkan 300 kuota beasiswa untuk dapat kuliah pasca sarjana di luar negeri. Namun sayangnya, daya serap beasiswa ke luar negeri tidak optimal.

Gelombang pertama saja hanya terserap 168 kuota, sebagian besar gugur saat seleksi karena terkendala masalah minimnya kemampuan bahasa Inggris.

Untuk mengatasi kendala bahasa, Jhon mengaku pemerintah telah menyiapkan pelatihan bahasa Inggris bagi dosen.

"Tapi memang jumlahnya terbatas, tidak banyak karena keterbatasan anggaran," papar Jhon. Selain itu, pendaftar beasiswa juga sering terkendala kelengkapan dokumen, seperti tidak adanya LOA (Letter of Acceptance).

"LOA ini juga harus ada dari kampus penerimanya," ungkap Jhon. Alumni Monash University, Novi Rahayu, mendorong para dosen untuk membekali diri dengan bahasa Inggris. (KJ/q)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru