Didorong oleh keyakinan akan penyertaan Allah dan mengimani kuasa kebangkitan Yesus Kristus dari kematian salib dan janji penyertaan Roh Kudus, maka Gereja Methodist Indonesia (GMI) Wilayah I melaksanakan Konferensi Tahunan (Konta) dengan tema “Hidup Bersama Dalam Keteraturan (Filipi 2:5)†yang berlangsung secara virtual pada 2-4 Oktober 2020. Sebuah konferensi yang dilaksanakan setiap tahun dan dihadiri seluruh Pendeta dan utusan warga gereja guna memahami, memaknai panggilan menggereja di dalam realitas perubahan zaman secara khusus era Revolusi Industri dan adanya bayang-bayang ancaman pandemi Covid-19 saat ini.
Sadar akan makna Konferensi adalah the means of grace in a community of faith, sarana Anugerah Tuhan di dalam komunitas orang beriman sebagaimana diwariskan oleh John Wesley sebagai pendiri Gereja Methodist, maka Konferensi Tahunan ini adalah sebuah panggilan mewujudkan identitas sebagai garam dan terang dunia. Justru di dalam bayang-bayang pandemi Covid-19 saat ini, Gereja Methodist Indonesia harus menjawab tantangan realitas guna mewujudkan panggilan menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di dalam dunia. Itulah sebabnya, sub tema konferensi ini bertajuk “Merevitalisasi Sumber Daya Pelayanan di Tengah-tengah Pandemi Covid-19 untuk Kemajuan Gereja Methodist Indonesia yang Memberkati Semua Ciptaanâ€.
Sebuah kesadaran akan panggilan warisan spirit transformatif Methodist yang lahir pada krisis sosial dan krisis kerohanian di Inggris. Sebuah realitas pada masa itu yang berpotensi adanya kerusuhan sosial dan adanya frustasi iman. Justru dalam realitas yang mengancam kehidupan itulah John Wesley bersama umat Tuhan dalam gerakan Methodist berjuang keras mengabarkan Injil, berita pertobatan sehingga gerakan Methodist telah menyelamatkan Inggris dari kerusuhan sosial, pertumpahan darah sebagaimana terjadi dalam revolusi Prancis.
Panggilan Adaptif
Jika kita menyadari sepenuhnya makna panggilan Tuhan Allah bagi gereja-Nya, maka salah satu pergulatan teologis terpenting yang harus disadari yaitu adanya sebuah pencarian kehendak Tuhan di dalam realitas yang dihadapi umat-Nya. Sebuah pemaknaan adaptif terhadap panggilan gereja sebagai garam dan terang dunia sehingga umat Tuhan tetap dinavigasi oleh kehendak Allah. Maka, pada kesadaran panggilan adaptif demikianlah gereja mampu menjawab tantangan zamannya sebagaimana catatan warisan sejarah bahwa gereja, umat Tuhan dibangkitkan oleh Allah dalam menghadapi pergumulan hidup.
Sebab, pada faktanya, sejarah perjalanan umat Tuhan yang dipanggil dalam komunitas kudus sejak masa Israel, masa gereja mula-mula sampai masa kini, kehidupan umat beriman selalu diperhadapkan pada realitas sosial yang selalu berubah bahkan realitas hidup yang mengancam identitas gereja itu sendiri. Sejarah mewariskan bahwa kehidupan umat Tuhan pada masa gereja mula-mula sangat ditandai adanya ancaman penganiayaan yang sangat besar. Tetapi, justru dalam realitas yang destruktif demikianlah gereja bangkit dan menjadi gereja yang besar di seluruh dunia sebagaimana adanya saat ini.
Di sisi lain, peradaban manusia ternyata tidak nihil dengan ancaman pandemi. Setidaknya catatan Yuval Noah Harari dalam buku best sellernya “Homo Deus†menjadi salah satu rujukan. Menurut penulis buku besar “Sapiens†ini, bahwa lebih dari puluhan juta bahkan ratusan juta mayat manusia pernah dimakamkan dengan cara tidak lajim sebagai akibat epidemi bakteri “yersinia pestis, bakteri maut hitam, virus cacar (small vox), flu spanyol, sars, flu burung, flu babi dan ebolaâ€. Bahkan menurut Harari, jumlah ratusan juta nyawa yang hilang akibat epidemi tersebut sesungguhnya melebihi jumlah nyawa korban perang dunia pertama yang membunuh empat puluh juta orang sejak tahun 1914 sampai 1918.
Maka sesungguhnya, gereja masa kini tidak boleh putus asa, tidak boleh mati oleh virus, tidak terjebak pada kubangan perdebatan mengenai boleh tidaknya melakukan Konferensi Tahunan atas ancaman virus yang ditemukan pada akhir Desember 2019 sehingga disebut Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Justru pada realitas semakin beratnya penderitaan hidup umat beriman, maka gereja harus menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Justru pada kondisi semakin menguatnya krisis sosial ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19, gereja hadir menyatakan kuasa Allah yang membangkitkan Yesus dari kematian mengalahkan penderitaan maut.
DIGITAL MINISTRY
Dengan mempertimbangkan catatan-catatan teologis para ahli mengenai panggilan kepemimpinan, pelayanan gereja di masa pandemi Covid-19, maka sesungguhnya kepada kita diperhadapkan sebuah kesadaran untuk segera merespon realitas itu sendiri dalam terang kuasa Allah yang membangkitkan Yesus dari kematian. Kesadaran responsif demikian mendorong gereja masa kini tetap pada visi pelayanan yang sangat jauh ke depan dengan bersifat adaptif, tanggap darurat guna menjawab tantangan zamannya.
Maka, salah satu pertanyaan terpenting yang menjadi pergulatan Konferensi Tahunan ini adalah, bagaimanakah makna menggereja di masa pandemi Covid-19 saat ini? Sebuah pertanyaan menggereja masa kini dalam konteks masih menguatnya pemahaman dan romantisme pelayanan gereja sebelum adanya pandemi Covid-19. Sebuah pertanyaan yang mengharapkan upaya transformatif gereja dalam wujud kepemimpinan, konsep teologis, praktek koinonia, fungsi marturia dan makna diakonia sehingga umat Tuhan tidak mengalami frustasi iman.
Guna menjawab tantangan mendesak tersebut, maka Gereja Methodist Indonesia Wilayah I dalam praktek menggerejanya akan membangun pelayanan dengan paradigma “digital ministryâ€. Sebuah pelayanan gereja dengan menggunakan sarana teknologi khususnya media sosial yang sudah sangat dekat dengan kehidupan umat Tuhan. Sebuah paradigma pelayanan yang bukan hanya dilahirkan untuk menjawab realita sosial sebagai dampak pandemi Covid-19.
Paradigma pelayanan dengan digital ministry sesungguhnya didasarkan pada realitas adaptifnya gereja pada kemajuan teknologi sebagaimana peradaban manusia ditandai dengan era Revolusi Industri. Sebuah peradaban bahwa kehidupan manusia sangat dekat (kebutuhan) dengan penggunaan teknologi. Dengan kesadaran adaptif demikian, maka pandemi Covid-19 menjadi faktor pemicu, momentum perubahan paradigma gereja dalam menjawab tantangannya.
SALURAN ANUGERAH MASA PANDEMI
Dengan adanya kesadaran akan panggilan adaptif Gereja Methodist Indonesia Wilayah I dalam merespon realitas pergumulan iman jemaat secara khusus adanya pandemi Covid maka diyakini bahwa umat Tuhan akan mengalami penyertaan-Nya dalam kehidupan keseharian melalui pelayanan transformatif para Pendeta. Besarnya harapan terhadap makna pelayanan menggereja demikian menjadi nilai utama (virtue) panggilan kependetaan Gereja Methodist Indonesia yang terus dijunjung, dihayati dan dipraktekkan melalui Konferensi Tahunan saat ini.
Di sisi lain, Konferensi Tahunan ini juga menjadi wadah persaudaraan bagi para Pendeta Gereja Methodist Indonesia tanpa mengesampingkan adanya pergumulan, adanya dinamika yang berkembang. Justru adanya pergumulan yang dihadapi, maka ada “pertemuan rohaniwanâ€, sebuah pertemuan yang dianugerahi oleh Tuhan guna memaknai dan menggumuli dinamika yang ada secara rohani. Sehingga Konferensi Tahunan ini benar-benar menjadi “gerejanya†para Pendeta. Sebab di dalam konferensi inilah nama-nama para Pendeta Gereja Methodist Indonesia didaftarkan dipanggil dan disebut pada awal Konferensi Tahunan.
Dengan demikian, adanya komitmen yang kuat pada panggilan dalam mewujudkan pelayanan Gereja Methodist Indonesia, maka Konferensi Tahunan ini akan benar-benar menjadi sarana anugerah dalam kehidupan umat Tuhan. Atas keyakinan demikianlah maka harapan terhadap penetapan dan penempatan para pendeta oleh Bishop akan menjadi berkat bagi gereja tempat pelayanannya.
Oleh karenanya, saya Bishop Kristi Wilson Sinurat, Pimpinan Gereja Methodist Indonesia mendorong para Pendeta agar meyakini panggilan pelayanan kita sebagaimana doa John Wesley ketika menempatkan para Pendeta Methodist. “Kami mempersembahkan diri kami kepada kuk ketaatan. Kami bukan milik kami lagi, tetapi milik-Mu. Tempatkanlah kami kemana Engkau mau. Golongkanlah kami dengan siapa saja Engkau mau. Buatlah kami bekerja. Buatlah kami menderita. Biarkanlah kami dipakai untuk Tuhan atau disingkirkan untuk Tuhan. Ditinggikan untuk Tuhan atau direndahkan untuk Tuhan. Biarlah kami kenyang. Biarlah kami lapar. Biarlah kami memiliki semuanya. Biarlah kami tidak memiliki apa-apa. Kami dengan bebas dan dengan rela menyerahkan segala sesuatu untuk melayani-Mu dan menyenangkan-Mu.†(a)