Jakarta (SIB)
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (
DJBC) Kementerian Keuangan (
Kemenkeu) melaporkan
penerimaan cukai menunjukkan perbaikan.
Penerimaan negara mencapai Rp 134,2 triliun atau mencapai 41,8% dari target penerimaan 2024.
Dilansir dari Koran SIB, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai
Encep Dudi Ginanjar mengatakan sektor bea masuk dan bea keluar tumbuh signifikan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (yoy) dengan masing-masing 0,3% (yoy) dan 52,6% (yoy).
Ia menjelaskan meski penerimaan
DJBC pada Juni 2024 selisih kurang 0,9% (yoy), nilai penerimaan meningkat jika dibandingkan penerimaan pada Mei lalu yang turun hingga 7,8% (yoy).
Baca Juga:
Menurutnya, peningkatan dipengaruhi penerimaan dari dua sektor. Pertama, bea masuk yang tercatat positif di angka Rp24,3 triliun atau 42,3% dari target (naik 0,3% yoy) dan kedua, bea keluar di angka Rp8,1 triliun atau 46,3% dari target (naik 52,6% yoy). "Capaian positif bea keluar dipengaruhi kebijakan relaksasi ekspor mineral, khususnya komoditas tembaga, sedangkan capaian bea masuk didorong oleh penguatan kurs dolar AS dan pertumbuhan nilai impor," ungkap Encep dalam keterangan resmi, Kamis (1/8).
Baca Juga:
Encep kemudian menjelaskan meski penerimaan sektor cukai mendominasi penerimaan
DJBC dengan total penerimaan sebesar Rp 101,8 triliun atau 41,4% dari target, nilai ini masih melemah 3,9% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (yoy).
Menurutnya, penurunan disebabkan kebijakan relaksasi penundaan pelunasan cukai dan downtrading produk hasil tembakau (HT) ke golongan (gol) yang lebih rendah atau murah.
"Ketentuan relaksasi ini membuat penundaan pelunasan cukai HT pada bulan Mei-Juni 2024 tercatat di angka Rp 26,9 triliun. Selain itu, adanya downtrading HT ke golongan rokok yang lebih murah berdampak pada penurunan
penerimaan cukai HT dari gol I sekitar Rp4,5 triliun dan gol II sekitar Rp 300 miliar," jelasnya. Adapun penerima dari cukai HT gol III, hanya bertambah Rp 100 miliar.
Selain kinerja penerimaan, hasil kinerja fasilitasi dan pengawasan
DJBC sampai Juni 2024 disebut menunjukkan hasil positif. Kinerja fasilitasi meliputi pemberian kepabeanan tercatat sebesar Rp 16,9 triliun, kontribusi signifikan dari kawasan berikat dan KITE dinilai berdampak terhadap ekonomi melalui ekspor sebesar US$ 5,8 miliar atau Rp 94,2 triliun (kurs Rp 16.252).
Sejalan dengan hal tersebut, Encep menjelaskan kinerja pengawasan pun menunjukkan peningkatan jumlah penindakan yang mencapai 17.382 kasus, dengan komoditas utama berupa hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), narkotika, psikotropika, dan prekusor (NPP), tekstil, dan besi baja.
"Perbaikan penerimaan, fasilitasi dan pengawasan
DJBC tidak lepas dari kontribusi seluruh lapisan masyarakat. Besar harapan kinerja positif ini dapat berlanjut sehingga dapat mendukung kinerja APBN dan
DJBC di tahun 2024, serta menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi berbagai tantangan global ke depan," jelas dia.(**)