AS Naikkan Tarif 32%, Ekonomi Sumut Terancam

Medan(harianSIB.com)

Pengamat Ekonomi Sumut Gunawan Benyamin mengatakan, kinerja ekonomi Sumut tidak bisa dilepaskan dari industri sawit yang ada di wilayah ini.

"Sawit memberikan kontribusi lebih dari 60% untuk total ekonomi Sumut. Aktivitas industri sawit hulu dan hilir di Sumut sangat mendominasi. Pada umumnya, basis ekonomi Sumut masih didominasi oleh komoditas seperti sawit, karet, kakao, kayu hingga kopi," ungkap Gunawan, Jumat (4/4/2025).

Baca Juga:

• Polda Sumut Tegas Perang Terhadap Narkoba,Kasus 100 Kg Narkoba Kembali Diungkap
• Bobby Nasution Dorong Bupati/Wali Kota Maksimalkan Program KPR Subsidi FLPP, Rumah Murah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Di sisi lain, kinerja ekspor Sumut pada tahun 2024 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2023.
Secara kuantitas, eskpor Sumut turun 10.5%, dan di Januari 2025 eskpor Sumut turun 8.15% dibandingkan dengan Januari 2024 mengacu kepada rilis BPS. Dan saat ini ekspor Sumut kembali terancam setelah Trump naikkan tarif sebesar 32% untuk barang dari Indonesia.

Harga CPO dunia terpantau alami penurunan setelah AS naikan tarif impornya. Harga CPO pada 2 April berada dikisaran 4.532 ringgit per ton, turun menjadi 4.460 ringgit per ton saat ini.

Baca Juga:

• HUT ke-79 Bhayangkara, Kapolres Tapteng Beri Penghargaan Personel Berprestasi
• HUT Bhayangkara Ke-79 di Tanjungbalai, Wali Kota Doakan Polri Makin Profesional dan Dicintai Masyarakat

Dan sayangnya, sebut Gunawan ekspor Sumut ke AS pada Januari menduduki posisi tertinggi kedua setelah China. Porsi ekspor Sumut ke AS sebesar 14.01% atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan China sebesar 14.86%.

Kenaikan tarif impor AS untuk barang-barang dari Indonesia sebesar 32%, itu juga berlaku ke banyak negara mitra dagang Sumut lainnya seperti China, Jepang, India, Uni Eropa hingga sejumlah negara ASEAN lainnya. Yang berarti kenaikan tarif impor AS berpeluang menekan kinerja ekspor Sumut ke hampir semua negara tujuan ekspor Sumuit.

Jelas ekonomi Sumut terancam dengan kenaikan tarif impor AS tersebut. Sumut kian sulit untuk mencapai target pertumbuhan 5% ditahun ini. Bahkan Sumut akan alami kesulitan untuk merealisasikan pertumbuhan 4.6% hingga 4,8% di tahun 2025. Sumut menghadapi tantangan ekonomi yang rumit setelah lebaran ini. Kuncinya memang ada di harga komoditas Sumut khususnya harga sawit.

"Kita akan melihat bagaimana nantinya titik keseimbangan harga komoditas dunia setelah kenaikan tarif oleh AS. Walaupun sejauh ini saya pesimis harga komoditas akan alami pemulihan ditengah ancaman resesi atau perlambatan ekonomi. Situasi ekonomi dunia akan memburuk setelah kebijakan kenaikan tarif efektif dilakukan oleh AS," katanya.

Dikatakan, intervensi pemerintah untuk menjaga daya beli lewat bansos efeknya akan menurun jika harga komoditas Sumut alami penurunan. Terlebih jika inflasi alami kenaikan seiring terjadinya perang dagang yang tengah berlangsung saat ini. Untuk mensiasatinya, pemeritah diproyeksikan akan terfokus pada bantuan sosial guna meredam dampak kenaikan tarif yang akan menekan daya beli masyarakat.

Pemerintah provinsi Sumut katanya, sebaiknya didorong untuk lebih cepat merealisasikan pembangunan dengan penyerapanan APBD yang lebih cepat. Pemprovsu harus mencari jalan cepat untuk mengatasi potensi defisit APBD yang dipicu oleh memburuknya penyerapan pajak serta melemahnya kinerja industri di wilayah Sumut. Fokus pada kebijakan jangka pendek untuk meredam dampak kenaikan tarif. (*)