BPR (Bank Perkreditan Rakyat) merupakan Bank konvensional yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Oleh karena itu usaha BPR tidak menambah jumlah uang yang beredar.
Di Provinsi Sumatera Utara telah beroperasi sebanyak 62 BPR. Melihat kondisi semakin meluasnya pelayanan disertai peningkatan volume usaha Bank Perkreditan Rakyat, maka semakin meningkat pula risiko BPR sehingga mendorong kebutuhan terhadap penerapan tata kelola Perusahaan yang baik (GCG) untuk BPR. Namun dalam pelaksanaan GCG dibutuhkan SDM yang memiliki pemahaman yang baik atas hal-hal prinsip dan mendasar dalam tata kelola perusahaan, sehingga masing-masing perangkat perusahaan memahami akan fungsi dan tanggung jawabnya.
Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar, yakni prinsip keterbukaan (transparansi), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness). Dalam menerapkan kelima prinsip dasar tersebut, Bank harus berpedoman pada berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan pelaksanaan Good Corporate Governance. Tahap dasar dalam keseluruhan penerapan GCG yang efektif adalah adanya pemahaman yang mendalam mengenai GCG, dan ini harus dimulai dari komitmen pemegang saham pengendali dan oleh mereka yang menjadi pimpinan di dalam perusahaan.
GCG sebagai budaya perusahaan
Karena budaya perusahaan merupakan sesuatu yang harus dibentuk dan merupakan akumulasi dari sebuah perjalanan, maka menjadikan GCG sebagai budaya perusahaan tidak seperti membalikkan telapak tangan. Agar GCG dapat menjadi budaya perusahaan, sebaiknya BPR harus melakukan beberapa point penting berikut ini :
1. Deklarasi Anti Fraud
Deklarasi Anti Fraud adalah suatu pernyataan yang jelas dan tepat mengenai sikap Manajemen terhadap aktivitas fraud. Dalam Deklarasi Anti Fraud, Bank Panin menyatakan komitmennya "Zero Tolerance to Fraud" untuk melakukan bisnis yang sesuai dengan kode etik dan standar hukum yang tinggi juga untuk tidak melakukan tindakan fraud dan tindakan tidak sesuai lainnya.
2. Pedoman Etika Dan Perilaku (Code Of Conduct)
Dalam pelaksanaan Pedoman Etika dan Perilaku, BPR bertujuan untuk mengkomunikasikan suatu ekspektasi tindakan dan perilaku etis bagi seluruh karyawan dan Manajemen. Tanggung jawab atas tindakan etis merupakan suatu tanggung jawab pribadi dan masing-masing karyawan dan Manajemen akan diminta bertanggung jawab atas tindakannya. Standar etika merupakan suatu kerangka ekspektasi dimana semua karyawan dan Manajemen Bank diharapkan untuk bertindak sesuai kerangka ekspektasi tersebut. Pedoman Etika dan Perilaku tersebut harus berfungsi sebagai pedoman dasar yang berlaku bagi seluruh karyawan Bank. Penerapan Pedoman Etika dan Perilaku dilakukan sesuai dengan Kebijakan Pedoman Etika dan Perilaku yang berlaku di Bank serta dikaji secara berkala agar sesuai dengan lingkungan Bank yang dinamis.
3. Whistle Blowing System
WBS adalah perangkat yang dapat digunakan oleh karyawan dan nasabah dalam melaporkan kemungkinan adanya insiden fraud; bila karyawan / nasabah tersebut merasa segan untuk melaporkannya langsung kepada atasan. WBS menyimpan kerahasiaan identitas pelapor (whistleblower) dan memberikan jaminan bagi karyawan, nasabah, dan rekan bisnis bahwa mereka terlindungi dari tindakan pembalasan dendam atas laporan kecurigaan mereka mengenai tindakan yang tidak sesuai, bahkan jika pelakunya adalah atasan mereka. Bank harus memastikan bahwa kebijakan ini dipahami oleh semua karyawan, nasabah, rekan bisnis, untuk meningkatkan kesadaran akan program ini.
4. Customer Awereneness
Tahap persiapan penerapan GCG dimulai dari awarness melalui berbagai sosialisasi di seluruh level, salah satunya adalah customer awereness yang merupakan edukasi yang dilakukan Bank ke nasabah. Edukasi dapat berupa tagline yang ada pada banner di dikantor cabang.
5. Anti Pencucian Dan Prinsip Mengenal Nasabah
Penerapan Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah yang dilakukan harus mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 12/20/PBI/2010 mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Dalam rangka menerapkan Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah, BPR sebaiknya secara konsisten dan melakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Menyusun program-program dalam rangka penerapan Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah.
2. Menyusun kebijakan dan prosedur Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah.
3. Melaksanakan program pelatihan dan sosialisasi Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah untuk seluruh karyawan.
4. Melakukan pengawasan/audit terhadap penerapan Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah
5. Menyiapkan sistem teknologi informasi untuk mendukung penerapan Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah.
Harapan
Prinsip GCG ini juga penting untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mendatang. "Menjelang MEA, para pelaku perbankan harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjadi jauh lebih baik. Sebagai suatu sistem, GCG memang merupakan suatu perangkat yang ideal karena didalamnya terkandung tata kelola perusahaan yang baik termasuk kode etik yang dijalankan perusahaan dalam berbisnis. BPR yang mengelola dana masyarakat, mau tidak mau harus memiliki standar dasar tata kelola perusahaan yang menjamin terwujudnya nilai-nilai dasar bisnis yang sehat.
Good Corporate Governance bisa jadi merupakan suatu sistem yang dapat diterapkan di BPR. Nilai-nilai GCG yang harus ditegakkan BPR akan mendorong peningkatan kinerja BPR yang pada akhirnya bermuara terciptanya mekanisme pertanggungjawaban pengelola BPR kepada stake holder. Bukan tidak mungkin penerapan GCG di BPR akan mendorong lingkungan usaha diseputar BPR akan mengarah keperbaikan pengelolaan perusahaan dan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional. (y)