Jakarta (SIB) -Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku sedih atas kondisi dan system demokrasi yang berlangsung selama ini. Sebab figur-figur yang berprestasi dan berakhlak baik tak mungkin bisa menjadi pemimpin bila tak punya uang.
Bila ada orang yang ingin menjadi kepala daerah seperti gubernur datang kepadanya dalam sistem dan kondisi seperti sekarang ini, kata Prabowo, maka prioritas perhatiannya adalah soal ketersediaan dana yang dimiliki si calon.
"Saya sedih, karena sekarang kalau ada yang mau jadi gubernur datang ke saya, apa pertanyaan pertama yang saya tanyakan kepada dia. 'Ente punya uang nggak? Saya tidak tanya Anda lulusan mana, prestasinya apa, pernah nulis buku apa, pernah jadi bupati enggak, pernah jadi camat nggak? (Tapi) yang saya tanya, 'Ente punya uang berapa?" papar Prabowo saat memberikan sambutan di Pondok Pesantren Al-Islah, Bodowoso, Jawa Tengah, Minggu, 23 Juli 2017.
Dalam rekaman video berdurasi 20 menit 56 detik yang diunggah ke YouTube oleh Spardaxyz News Channel pada 24 Juli 2017 itu, hadir di atas panggung sejumlah tokoh seperti Ketua Majelis Kehormatan PAN Amien Rais, pengusaha Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo), serta Kiai Maksum sebagai tuan rumah, dan tokoh lainnya.
Kalau untuk menjadi gubernur, kata Prabowo, di menit ke-15.22, minimal harus punya uang Rp 300 miliar. "Itu paket hemat, pahe." Ia menyebut Sandiaga Uno sebagai contoh figur yang memiliki uang sendiri untuk maju dalam pilkada di Jakarta.
"Tapi ada berapa orang kayak Sandi? Kalau wajah-wajah kalian ini susah nih jadi gubernur. (Karena) nggak punya Rp 300 miliar," seloroh Prabowo disambut tawa massa di hadapannya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menyebut apa yang dipaparkan Prabowo sebagai bentuk keprihatinan sekaligus kritik atas kebiasaan politik yang terjadi di Indonesia setiap pilkada. Prabowo hanya memberikan contoh, bukan fakta yang terjadi di partainya. "Itu kritik, bukan kebiasaan di Gerindra," kata dia tegas saat dihubungi, Sabtu (13/1).
Tingginya biaya untuk pilkada, dia melanjutkan, membuat Gerindra pernah mengusulkan agar kepala daerah tidak lagi dipilih langsung, melainkan kembali melalui DPRD.
Pada bagian lain, Ferry membantah pernyataan La Nyalla Mattalitti yang mengaku pernah dimintai uang Rp 40 miliar untuk mendapatkan rekomendasi sebagai calon gubernur Jawa Timur. Menurutnya, pernyataan tersebut harus dipertanggungjawabkan dan ditindaklanjuti.
Mantan Ketua MK Prof Mahfud MD, yang pernah ditawari menjadi calon Gubernur Jatim, pun memberikan kesaksian tak pernah ditanya-tanya atau dimintai uang.
"Waktu ditawari masuk bursa cagub Jatim alternatif untuk 3 parpol kemarin saya juga tak dimintai uang, malah dibilang tak usah memikirkan uang. Tapi saya tetap tak bersedia. Mengapa? Ya tak bersedia, begitu saja," kicau Mahfud, 11 Januari 2018.
akan Periksa
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan akan menyelidiki dugaan mahar politik di Jawa Timur yang melibatkan La Nyalla Mattalitti dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto. Dua pihak yang berseteru segera dipanggil Bawaslu Jatim.
"Masalah Pak La Nyalla ini perlu diklarifikasi dan Bawaslu Jatim sudah melayangkan surat pemanggilan ke La Nyalla, Pak La Nyalla akan diklarifikasi," ujar anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat.
Bawaslu Jatim, disebut Rahmat, akan menyelidiki soal pernyataan La Nyalla. Mantan Ketum PSSI itu akan ditanya tentang sejumlah hal, seperti bukti.
Agar adil, Prabowo juga turut dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
"Jangan sampai ini kabar burung diembuskan. Kami sepertinya akan panggil Pak Prabowo untuk menjelaskan supaya terang. Jadi clear nanti, apakah jelas ada mahar atau tidak," ucap Rahmat.
Soal mahar politik ini, kata dia, diatur dalam UU Pilkada No 10 Tahun 2016 Pasal 47 ayat 3. Jika terbukti, sanksi tegas menanti yang terlibat.
"Kalau ada masuk pengadilan sudah inkrah, maka paslon didiskualifikasi dan partai bersangkutan dilarang ikut dalam pilkada selanjutnya. Ini catatan kepada para parpol," jelas Rahmat.
Tak Mau Kuras Energi
Partai Gerindra belum akan mempolisikan La Nyalla Mattalitti meski La Nyalla telah menuding adanya mahar politik miliaran rupiah di Pilgub Jatim 2018. Gerindra menilai pemolisian La Nyalla bisa bikin lelah.
Ketua Bidang Hukum DPP Gerindra Habiburokhman mengatakan pihaknya emoh melapor ke polisi, meski misalnya difitnah. Dia menyebut hal ini dilatarbelakangi status Gerindra yang bukan partai penguasa.
"Harus diakui, proses hukum partai yang tak berkuasa menguras energi. Kita bikin laporan setumpuk, ditindaklanjuti sepersekian," ujar Habiburokhman dalam diskusi yang sama.
Habiburokhman mengatakan laporan polisi yang dilayangkan partai bukan penguasa lama ditindaklanjuti. Dia memberi contoh.
"Misal menghina penguasa, cepat ditangkap, menghina Prabowo bebas. Itu masalah juga," sebutnya.
Meski demikian, langkah hukum terhadap La Nyalla, disebut Habiburokhman, belum tertutup sepenuhnya. Dia mengatakan, partai besutan Prabowo Subianto itu akan melihat situasi sebelum bertindak.
"Tapi nggak masalah, kita lihat dua-tiga hari. Proses hukum kita lihat perkembangan dua-tiga hari," ucap dia.
(detikcom/h)