Jayapura (SIB)- 31 Pekerja Jembatan di Jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga dibunuh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pembunuhan itu dilakukan di Hari Papua Merdeka.
"Memang sudah lama mereka (KKB) memberikan ancaman akan membunuh orang yang lewat dari jalan tersebut," kata Kapolres Jayawijaya AKBP Yan Piter Reba saat dihubungi melalui telepon selularnya, Selasa (4/12).
Pada 1 Desember, para anggota KKB itu sedang melakukan perayaan HUT Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Tidak jauh dari lokasi kejadian salah seorang pekerja terdapat mengambil foto, sehingga mereka marah lalu membunuh para pekerja tersebut.
"Informasi yang kita terima di saat KKB merayakan peringatan Hari OPM/TPN pada 1 Desember 2018 salah satu dari pekerja mengambil foto. Hal itu kemudian diketahui oleh kelompok KKB. Membuat mereka marah dan mencari orang yang mengambil foto hingga berimbas kepada pekerja lainnya yang ada di kamp pembangunan jembatan," jelas Yan Reba.
Saat ini, kata Yan Reba anggota TNI/Polri belum bisa masuk ke lokasi kejadian karena masih dijaga oleh kelompok KKB.
"Anggota kita belum bisa masuk ke lokasi karena anggota KKB memblokir jalan dan menjaga lokasi kejadian," katanya.
Anggota KKB tersebut diperkirakan sekitar 200 orang kelengkapan dengan senjata api dan senjata tajam.
"Mereka ada sekitar 200 orang dan memiliki senjata api dan senjata tajam. Hanya saja saya belum tahu berapa jumlah senjata api," ujarnya.
Tembak Mati Anggota TNI
Dikabarkan juga, setelah membunuh 31 karyawan, mereka menyerang Pos TNI Yonif 755/Yalet di Mbua, Nduga, menyebabkan 1 orang anggota TNI tewas dan satu terluka.
"Tadi malam KKB juga melakukan penyerangan terhadap Pos Satgas Yonif 755/Yalet, menyebabkan 1 anggota tewas ditembak. Pos ini merupakan pos TNI terdekat dengan lokasi kejadian (pembantaian pekerja jembatan)," kata Wakapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Dax Sianturi di Makodam Cenderawasih di Jayapura, Selasa (4/12).
Dax mengatakan, saat ini telah dipersiapkan evakuasi korban dengan pesawat helikopter menuju Wamena.
"Menyangkut nama, sampai saat ini belum dapat kami terima, karena hubungan komunikasi dengan Pos Yonif 755/Yalet sulit," katanya.
Dax menambahkan, untuk mengejar kelompok KKB, telah diberangkatkan personel gabungan TNI/Polri sebanyak 150 orang dan langsung dipantau Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Yosua Pandit Sembiring dan Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin, yang sudah berada di Wamena.
"Pasukan yang kita gerakkan dari Wamena sudah line up di pos TNI Yonif 755/Yalet merupakan gabungan TNI dan Polri," ujarnya.
Menyerah atau Diselesaikan
Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyebut KKB bukanlah kelompok kriminal namun pemberontak.
"Dia (KKB) itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak," ujar Ryamizard di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12).
"Kalau sudah nembak-nembak begitu ya siapapun lah. Tidak ada kriminal nembak sebanyak-banyak orang itu, ngapain," imbuhnya.
Ryamizard menjelaskan alasannya menyebut KKB pemberontak. Sebab kelompok itu ingin memisahkan Papua dari Indonesia.
"Ya kan mau memisahkan diri, Papua, dari Indonesia. Itu kan pemberontak, bukan kriminal lagi. Penanganannya harus TNI. Kalau kriminal iya, polisi," katanya.
"(Orang) Lama-lama. Itu-itu juga orangnya," imbuh Ryamizard.
Ryamizard mengatakan, penanganan kasus itu sudah menjadi tugas pokok Kementeriannya. Dia menegaskan tak ada kata negosiasi dalam penanganan kasus itu.
"Ingin memisahkan Papua dari Indonesia itu apa? Ingat, ingin memisahkan diri. Tugas pokok Kementerian Pertahanan, tugas pokok juga untuk TNI, Satu, menjaga kedaulatan negara. Kedua, menjaga keutuhan negara. Tiga, menjaga keselamatan bangsa," tutur Ryamizard.
"Bagi saya tidak ada negosiasi. Menyerah, atau diselesaikan. Itu saja," sambung dia.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal sebelumnya menyatakan, pada Sabtu (1/12) terjadi pembunuhan terhadap 31 pekerja proyek jembatan di jalur Trans Papua, tepatnya di Kali Yigi dan Kali Aurak, Kabupaten Nduga, Papua. Pekerja tersebut merupakan karyawan PT Istaka Karya.
KKB Papua awalnya menembak 24 pekerja proyek. Sementara 8 pekerja proyek lainnya melarikan diri dan bersembunyi di rumah salah satu anggota DPRD setempat. Namun KKB mendatangi rumah tersebut dan menembak 7 orang pekerja. Satu orang berhasil melarikan diri dan belum diketahui nasibnya.
Aparat gabungan TNI dan Polri belum bisa mencapai lokasi karena jalan menuju lokasi diblokir. Aparat telah bergerak dari Wamena menuju Distrik Yigi. Namun saat tiba di kilometer 46, tim bertemu dengan salah satu mobil dari arah Distrik Bua dan menyampaikan agar tim segera balik karena jalan di blokir oleh KKB.
Egianus Kogoya
Sementara itu, pihak Kodam XVII/Cenderawasih memastikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Nduga yang dipimpin Egianus Kogoya, bertanggung jawab terhadap serangkaian penembakan dan pembunuhan 31 pekerja. Di mana diketahui Egianus Kogoya selama ini disebut aparat kepolisian dan TNI memiliki catatan kriminal dengan serangkaian aksi penembakan yang dilakukan bersama pengikutnya.
Jauh sebelumnya, kelompok yang dipimpin Egianus Kogoya melakukan penyerangan terhadap lapangan terbang di Kenyam, ibukota Kabupaten Nduga, satu pilot Trigana Air terluka, empat orang yang terdiri dari dua orang anak dan kedua orangtuanya tewas dibunuh serta dua orang luka-luka.
Menurut Wakapendam Dax, Egianus Kogoya memiliki banyak catatan kriminal dan juga kelompok yang bertentangan langsung dengan keutuhan NKRI.
"Jadi Egianus Kogoya ini dalam catatan kita, adalah kelompok yang secara politik bertentangan dengan NKRI. Tak sedikit dari mereka memiliki catatan kriminal," ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, setidaknya kelompok ini memiliki 20-25 senjata api berstandar militer yang diduga hasil rampasan dari anggota TNI dan Polri yang mereka ambil secara paksa.
"Sampai sejauh ini, kita terus berupaya untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok ini. Hanya saja mereka sampai sejauh ini belum bisa kita tangkap," lugasnya.
Dax menambahkan, Egianus Kogoya telah dicap oleh TNI sebagai teroris. "Perbuatannya mereka ini sudah lebih dari teroris. Sangat tak manusiawi. Itu para korban membangun jalan untuk membuka ketertinggalan," pungkasnya.
BERLANJUT
Di bagian lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mendapat kabar soal penembakan 31 pekerja Trans Papua di Kabupaten Nduga, Papua. Jokowi memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengecek kasus tersebut.
Jokowi mengatakan, dirinya pernah mengunjungi kawasan Kabupaten Nduga, Papua. Wilayah itu memang masuk dalam zona merah alias berbahaya.
"Kejadiannya itu terjadi di Kabupaten Nduga, dulu memang warnanya merah. Saya dulu pernah kesana," kata Jokowi ditanya wartawan di Gedung Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (4/12).
Atas kasus penembakan oleh kelompok bersenjata itu, Jokowi meminta Panglima TNI dan Kapolri menelisik jelas kasus tersebut. Sebab dia mengatakan masih ada kabar yang simpang siur.
"Saya perintahkan tadi pagi ke Panglima dan Kapolri untuk dilihat dulu, karena ini masih simpang siur. Karena diduga itu, karena sinyal di sana nggak ada. Apa betul kejadian seperti itu," katanya.
Namun, Jokowi mengatakan, dia menyadari bahwa pembangunan di tanah Papua memang ada kesulitan, termasuk adanya gangguan dari kelompok bersenjata.
"Kita menyadari pembangunan di tanah Papua itu memang medannya sangat sulit. Dan juga masih dapat gangguan seperti itu," katanya.
Meski demikian, Jokowi menegaskan pembangunan di Papua terus berlanjut. "Pembangunan ditambah di Papua, tetap berlanjut," katanya.
Komisi I Pertanyakan
Komisi I DPR mempertanyakan keamanan untuk pekerja di daerah rawan.
"Kita juga kaget DPR dengarnya, kenapa pekerja-pekerja di daerah-daerah rawan nggak ada pengamanannya? Harusnya ada itu dong. Kita akan tanya lagi kalau ada rapat-rapat dengan Panglima TNI, dengan polisi, kita akan tanya lagi," kata Wakil Ketua Komisi I Asril Hamzah Tanjung, Selasa (4/12).
"Kok sampai terjadi begitu. Berarti masalah keamanan mereka nggak perhatikan, padahal daerah-daerah rawan. Kita rasanya juga marah itu. Bagaimana coba? Ini siapa yang salah? Kita selama ini percaya itu semua sudah ditangani oleh polisi dan TNI. Ternyata sampai sekarang kok ada begitu? Berarti nggak aman, dong," lanjutnya.
Asril menyatakan saat ini tengah dilakukan penyelidikan terkait kasus penembakan oleh KKB. Ia menegaskan tidak akan ada negosiasi dengan pelaku penembakan ini.
"Tidak ada, negosiasi dengan siapa? Ini negeri kita, kok. Apa kalian mau Papua dimerdekain gitu? Kita berapa sudah darah-darah di sana, pengorbanan. Setiap jengkal itu negara kita. Nggak ada negosiasi sama siapa, nggak ada, kita amankan negeri kita," tegasnya.
Lebih lanjut Asril menyatakan akan memanggil pihak TNI dalam rapat kerja atau rapat dengar pendapat untuk mencari informasi terkait kasus ini. Ia kembali menegaskan seharusnya ada pengawalan dari pihak TNI dalam kegiatan pembangunan.
"Harusnya begitu. Kalau memang pembangunan itu penting dikawal dong, iya kan? Kenapa ini kok diam-dia orang tahu-tahu mati saja?" ujarnya.
Teror Bangsa
Sedangkan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Andreas Hugo Pariera menyebut pembunuhan 31 pekerja Trans Papua oleh KKB merupakan tindakan keji. Andreas mengatakan peristiwa ini merupakan teror terhadap bangsa.
"Ini bukan merupakan tindakan kriminal biasa. Ini adalah teror terhadap negara," kata Andreas kepada wartawan, Selasa (4/12).
Karena itu, menurut dia, pemerintah harus bersungguh-sungguh menghadirkan keamanan bagi warga negara. Ia mengatakan para pekerja di kawasan Papua itu merupakan anak bangsa yang tengah bertugas membangun negeri.
Selain itu, Andreas menilai kasus ini menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di Papua. Ia berharap kejadian serupa tak terulang lagi.
"Kasus ini menunjukkan bahwa pembangunan di Papua, khususnya di daerah pedalaman, harus ditangani secara khusus, bukan hanya masalah teknis pembangunan fisik, tetapi perlu diikuti dengan pendekatan-pendekatan kultural dan keamanan agar kejadian-kejadian perlawanan terhadap negara yang menyebabkan jatuhnya korban sebagaimana kejadian di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, ini tidak berulang," ujarnya. (detikcom/Okz/h)