Lubukpakam (SIB)-Anggota DPRD Deliserdang fraksi PDI Perjuangan Amit Damanik mengatakan, jika pihak Satpol PP Deliserdang dan Seksi Trantibnya tidak berani membongkar bangunan tanpa IMB di lahan HGU atau eks HGU PTPN II berarti "impoten".
Soal bongkar dan membongkar adalah tugas Satpol PP, mereka memiliki personil yang jumlahnya cukup banyak, bahkan peralatan untuk membongkar bangunan cukup lengkap. "Tidak perlu surat dari masyarakat setempat atau harus berkordinasi dengan dinas perijinan terkait. Jika tidak ada plank IMB, pihak Satpol PP wajib membongkarnya, apalagi bangunan di atas lahan PTPN II yang statusnya HGU atau Eks HGU tidak mungkin keluar IMB-nya," ujarnya ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (22/1) sore.
Seharusnya Satpol PP langsung membongkarnya, ketika bangunan berdiri tanpa plank IMB, karena diyakini bangunan itu pasti bermasalah. "Kenapa masih berdiri megah tidak dilakukan pembongkaran, ada apa, apa ada," kesal Amit.
Dirinya menduga, pihak Satpol PP Deliserdang dan seksi trantib kecamatan tidak melaksanakan tugas sesuai tupoksinya, sehingga ribuan bangunan telah berdiri megah dan tidak dibongkar. Sementara institusi Satpol PP merupakan Penegak Perda harus taat aturan peraturan dan bekerja sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur), ujar Amit.
SIAP BONGKAR
Menyikapi ribuan ruko (rumah toko), sekolah, kios dan perumahan mewah yang telah berdiri megah tanpa IMB di atas lahan HGU (Hak Guna Usaha) PTPN II No 02.04.26.07.2.00/04 di Kebun Bandarklippa, Kecamatan Percut Seituan, Asisten I Pemkab Deliserdang Dedy Maswardi menegaskan, Satpol PP siap membongkar seluruh bangunan tersebut kalau ada permintaan resmi dari PTPN II.
"Tidak ada masalah bagi Pemkab Deliserdang asal ada permintaan resmi dari PTPN II dan tentu akan didukung. Kalau PTPN II tidak mengusulkan atau meminta, atas dasar apa Pemkab Deliserdang yang dalam hal ini Satpol PP melakukan penertiban di lahan HGU PTPN II," kata Dedy mewakili Bupati Deliserdang Ashari Tambunan kepada SIB, Senin (21/1) di ruang kerjanya di Lubukpakam.
Diakuinya terkait lahan itu mulai dari dulu memang menjadi persoalan, namun yang harus keberatan dan bertindak itu harus PTPN II. "PTPN II kan mengklaim masih miliki lahan. Sampai sekarang kita tidak tahu secara pasti mana yang mau diperpanjang HGU-nya atau mana yang mau dilepas. Dari dulu kita bicarakan tentang itu, tetapi tak pernah duduk permasalahannya karena petanya sampai sekarang tidak pernah diperlihatkan sama kita," papar Dedy.
Menurutnya, PTPN II klaim sendiri karena semua pihak termasuk Pemkab tidak tahu lapangan batas-batasnya. Itu yang menurutnya menjadi persoalan yang digarap-garap masyarakat. "Kita tidak tahu, biasanya kan saat PTPN II merasa lahan itu masih mau diperpanjang HGU nya, biasanya mereka surati Pemkab Deliserdang. Seperti yang biasanya dilakukan PTPN di beberapa tempat yang akan diperpanjang HGU dengan meminta bantuan Satpol PP dan lainnya lakukan penertiban," kata Mantan Kadis PMD itu.
Menurutnya, kalau PTPN II membiarkan, ada kemungkinan akan diusulkan hak pelepasannya. "Permasalahannya kewenangan itu sekarang ada di gubernur, kepada siapa diberikan (pelepasan -red) itu nantinya, kita tidak tahu," imbuhnya.
Ditanya Perda Deliserdang tentang IMB di lahan HGU itu, Dedi menjawab bahwa persyaratan IMB itu menyangkut alas hak sah dan tidak mungkin diterbitkan. "Kalau sudah taunya orang di tanah PTPN II melakukan pembangunan dan PTPN II nya tidak keberatan, kalau kita urusi IMB nya siapa yang mau mengajukan. Yang pasti tidak mungkinlah mengajukan karena tidak punya alas hak. Kecuali dia punya surat dan lain sebagainya, serta di situ letak dilema melakukan pembangunan di atas tanah PTPN II," tuturnya.
Menurutnya, sekarang persoalan itu sama-sama saling menjaga karena belum ada kepastian hak. "Kalau melihat seperti itu, saya pastikan nantinya kemungkinan keluar hak. Namun itu menjadi kewenangan gubernur, kepada siapa diberikan, kemungkinan disesuaikan dengan tata ruang, ada perumahan karyawan, ada garapan dan ada tanah adat. Sampai sekarang. Mana-mana yang ditentukan untuk tata ruang, sampai sekarang malah kehilangan informasi Pemkab Deliserdang," akunya.
Menurutnya, ada 2.200 hektare yang diajukan, sebagai tata ruang Pemkab Deliserdang, namun sampai sekarang tidak ada tindaklanjut. "Mana tanah adat, mana permohonan dan perumahan karyawan sampai sekarang kita tidak tahu, makanya membingungkan kalau tanah HGU PTPN II ini," imbuhnya.
KEWENANGAN PUSAT
Terpisah Wakil Ketua DPRD Deliserdang, Kamarruzaman menegakkan bangunan-bangunan mewah di lahan HGU PTPN II itu pasti tidak punya alas hukum. "Yang punya kekuatan hukum itu negara, karena dasarnya merupakan tanah negara. Terkecuali ada oknum-onum aparat negara yang bermain di lahan itu," pungkasnya.
Sebaiknya kata politisi Gerindra itu, pemerintah pusat dalam hal ini Menteri BUMN harus membuat regulasi yang jelas. Sehingga rakyat tidak tersakiti, pemerintah tidak dirugikan dan tidak ada cukong-cukong yang ambil keuntungan. "Prinsip dasarnya kembalikan saja semua dulu ke Undang-Undang, bahwa tanah dan air yang terkandung di dalamnya merupakan kekayaan negara untuk kemakmuran rakyat," saran Kamarruzaman.
Dijelaskan, terkait persoalan bangunan mewah dan ribuan Ruko yang berdiri di lahan HGU PTPN II itu bukan regulasi di DPRD Deliserdang. "Persoalan tanah berapa banyak yang masuk ke DPRD ini, selama bertahun-tahun tidak pernah tuntas karena semua itu kewenangan Menteri BUMN.
Jadi, ketika masyarakat melanggar hukum seperti itu karena tidak regulasi yang jelas dari pemerintah pusat. "Rakyat itu sesuai UU, dengan pangan dan sandang yang memang hak normatif rakyat. Ketika rakyat tidak punya tanah dan rumah lalu ia pacak (kapling -red) di lahan HGU itu. Seharusnya regulasi harus jelas dari pusat bagaimana menyelesaikannya, kalau itu memang PTPN ya PTPN. Kalau memang harus dibalikkan ke negara dan diberikan kepada masyarakat ya dibuatlah regulasinya," sarannya.
Walaupun ada Perda Deliserdang tentang IMB, menurutnya untuk membuktikan harus ada alas haknya. "Misalnya kalau Pemkab mengutip pajak PBB terkait itu, ternyata tidak ada alas haknya bagaimana mau diterbitkan IMB. Maka stagnan statusnya, kita bilang tanah itu milik PTPN II yang harus bayar pajak sama Pemkab namun PTPN pasti mengaku tidak mengelolanya,'' kata Kamarruzaman berpendapat.
Sekali lagi, DPRD Deliserdang meminta segera pemerintah pusat ambil langkah-langkah yang cepat untuk menyelesaikan status tanah HGU dan eks HGU tersebut. Kalau tidak, menurutnya akan terjadi benturan dan tentunya lembaga DPRD dan Pemkab atau penegak hukum daerah yang akan repot. Karena benturan, tumpang tindih atau saling mengklaim yang nantinya pasti bertimbulan. (C06/C05/c)