Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 11 Juli 2025
Perubahan Iklim Mempercepat Dampak Global

Kenaikan Permukaan Laut Meningkat, Masyarakat Dataran Rendah Terancam

* 1 Miliar Orang Terancam Gigitan Nyamuk Mematikan
- Minggu, 31 Maret 2019 10:37 WIB
983 view
Kenaikan Permukaan Laut Meningkat, Masyarakat Dataran Rendah Terancam
SIB/INT
Ilustrasi
Jakarta (SIB)-Badan Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporannya mengatakan bahwa dampak fisik dan finansial dari pemanasan global semakin mempercepat perubahan iklim. Rekor tingkat gas rumah kaca mendorong suhu ke "tingkat yang semakin berbahaya." Laporan Kondisi Iklim Tahun 2019 WMO bertepatan dengan laporan Badan Energi Internasional (IEA) yang melaporkan peningkatan CO2 pada tahun 2018. Namun, data baru dari Inggris menunjukkan turunnya emisi gas kaca sebesar 3%.

Ini merupakan laporan ke-25 yang dikeluarkan WMO sejak pertama kali mengeluarkan laporan terkait perubahan iklim tahun 1995 yang menyebutkan tingkat kadar karbon dioksida berada di level 357 bagian per juta (ppm) di atmosfer. Namun pada tahun ini, level karbon dioksida saat ini telah meningkat menjadi 405,5 ppm dan diperkirakan akan terus naik.

Kenaikan ini berdampak pada kenaikan suhu dengan tahun 2018 tercatat sebagai tahun terpanas. "Laporan ini semakin memperjelas bahwa dampak perubahan iklim semakin cepat," kata Prof Samantha Hepburn yang merupakan direktur Pusat Energi dan Sumber Daya Alam Hukum di Deakin University di Australia. "Kami tahu bahwa jika konsentrasi gas rumah kaca terus naik, suhu dapat meningkat 3 - 5 derajat Celcius dibandingkan dengan tingkat pra-industri pada akhir abad ini dan kami telah mencapai 1 derajat," katanya.

PERMUKAAN LAUT
Sementara beberapa dari angka-angka ini diterbitkan dalam rilis awal studi dari November lalu, versi lengkapnya memiliki data tentang banyak indikator iklim utama, yang menurut WMO menjadi terobosan baru.

Salah satu contohnya adalah kondisi panas di lautan. Lebih dari 90% energi yang terperangkap oleh gas rumah kaca masuk ke lautan dan menurut WMO, tahun 2018 merupakan rekor tertinggi jumlah kandungan panas lautan ditemukan di ketinggian 700 meter di atas lautan.

Permukaan laut juga terus meningkat dengan permukaan laut tahun 2018 rata-rata naik 3,7 mm lebih tinggi. "Laporan ini menyoroti peningkatan kenaikan permukaan laut, dan ini merupakan keprihatinan nyata bagi mereka yang tinggal di daerah dataran rendah, untuk negara maju dan berkembang," kata Dr Sally Brown, seorang peneliti di Universitas tersebut.

"Kami tahu bahwa kenaikan permukaan laut adalah masalah global yang tidak akan hilang dan upaya perlu dilakukan untuk membantu mereka yang benar-benar rentan dengan kenaikan permukaan laut atau pindah ke daerah yang lebih aman," jelasnya. Menurut laporan itu, sebagian besar bahaya alam yang mempengaruhi hampir 62 juta orang pada 2018 dikaitkan dengan cuaca ekstrem dan peristiwa iklim.

Sekjen WMO Petteri Taalas mengatakan bahwa tanda-tanda pemanasan terus terlihat dalam peristiwa sejak pergantian tahun. "Cuaca ekstrem terus berlanjut di awal 2019, baru-baru ini dengan Siklon Tropis Idai, yang menyebabkan banjir dahsyat dan banyaknya korban tewas di Mozambik, Zimbabwe dan Malawi. Ini mungkin menjadi salah satu bencana terkait cuaca paling mematikan yang melanda belahan bumi selatan," kata Taalas.

"Badai Idai menerjang kota Beira, kota yang tumbuh cepat yang terletak di dataran rendah di garis pantai yang rentan terhadap gelombang badai dan sudah menghadapi konsekuensi kenaikan permukaan laut. Banyaknya korban tewas akibat badai Idai memperlihatkan mengapa kita membutuhkan agenda global tentang pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim adaptasi dan pengurangan risiko bencana," kata Taalas.

Namun awal pekan ini Badan Energi Internasional menerbitkan data yang menunjukkan bahwa pada tahun 2018 emisi karbon naik 1,7%, yang disebabkan pertumbuhan tercepat dalam penggunaan energi dalam enam tahun terakhir.

Pemerintah Inggris juga telah merilis data tentang emisi gas rumah kaca selama setahun terakhir yang menunjukkan penurunan kadar emisi gas sebesar 3 persen. Faktor-faktor yang mendorong penurunan emisi di Inggris di antaranya penggunaan batu bara sebagai sumber listrik hanya 5% pada tahun 2018. Pemerintah sekarang mengatakan bahwa emisi karbon berada pada level terendah sebelum pergantian abad ke-20.
TERANCAM
Secara terpisah, satu hasil studi ilmiah terbaru menyebut bahwa sekitar satu miliar orang mungkin akan terancam oleh nyamuk pembawa penyakit serupa demam berdarah, akibat dari pemanasan global.

Para ilmuwan mengatakan bahwa kabar tersebut adalah pertanda buruk, bahkan bagi daerah dengan iklim yang kurang cocok untuk habitat nyamuk, demikian sebagaimana dikutip dari media sains Eurek Alert, Jumat (29/3).

Pasalnya, nyamuk-nyamuk yang hidup saat ini bisa bermutasi dengan cepat di kondisi cuaca tertentu, yang kerap kali berubah dalam siklus waktu yang berdekatan akibat pemanasan global.

"Perubahan iklim adalah ancaman terbesar dan paling komprehensif terhadap keamanan kesehatan global," kata Colin J Carlson, seorang ahli perubahan biologi global, yang juga merupakan rekan pascadoktoral di departemen biologi, Georgetown University.

"Nyamuk hanya bagian dari tantangan, tetapi setelah wabah Zika di Brasil pada 2015, kami semakin khawatir tentang apa yang terjadi selanjutnya," lanjutnya pesimis.

Diterbitkan dalam jurnal akses terbuka PLOS Neglected Tropical Diseases, tim peneliti pimpinan Carlson dan Sadie J. Ryan dari University of Florida, mempelajari apa yang akan terjadi jika dua nyamuk pembawa penyakit paling umum, Aedes aegypti dan Aedes albopictus, bergerak menyebar secara luas seiring perubahan suhu selama beberapa dekade.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), nyamuk adalah salah satu hewan paling mematikan di dunia, membawa penyakit yang menyebabkan jutaan kematian setiap tahun.

Baik Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat membawa virus dengue, chikunguyna dan Zika, serta setidaknya puluhan penyakit lain yang tidak kalah berbahaya, di mana menurut peneliti, berisiko menjadi ancaman dalam 50 tahun ke depan.

Akibat pemanasan global, masih menurut peneliti, hampir seluruh populasi dunia dapat terpapar oleh risiko penyakit tropis dalam 50 tahun ke depan. Meningkatnya suhu Bumi akan berdampak pada semakin hangatnya wilayah-wilayah subtropis, seperti misalnya Florida dan Mediterania.

"Risiko penularan penyakit adalah masalah serius, bahkan selama beberapa dekade berikutnya," kata Carlson.
"Tempat-tempat seperti Eropa, Amerika Utara, dan dataran tinggi di daerah tropis, yang dulunya terlalu dingin untuk virus berkembang biak, akan menghadapi penyakit baru seperti demam berdarah," lanjutnya memperingatkan. (BBC/Liputan6/f)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru