Medan (SIB)
Meski dinyatakan negatif menderita virus corona (Covid-19), tersangka AL (54) selaku bos LJ Hotel Medan ditolak ditahan di Rutan maupun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Tanjung Gusta Medan, Selasa (31/3) sore. Padahal, sebelumnya tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan ini sudah pernah ditahan di Rutan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Dwi Setyo Budi Utomo didampingi Kasi Pidum, Parada Situmorang mengatakan, tersangka mempunyai riwayat ke luar negeri sehingga berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP). Kemudian, tersangka dilakukan rapid tes untuk membuktikan apakah terjangkit virus corona atau tidak.
"Setelah dites, ternyata hasilnya negatif," ucap Dwi kepada wartawan. Setelah dinyatakan negatif, pihak kejaksaan berencana mengembalikan tersangka untuk ditahan di Rutan. Namun, Rutan menolaknya. "Ketika diantar ke LPKA karena Kanwil Kemenkum HAM Sumut mengosongkan LPKA untuk tahanan yang dicurigai gejala Covid-19, juga ditolak," tandas Dwi.
Karena ditolak, Kasi Pidum Parada Situmorang sempat berkordinasi dengan Kepala (Ka) Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan Rudi Sianturi. "Tapi Ka Rutan menjawab bahwa saran Kadiv PAS Kanwil Kemenkum HAM Sumut agar ditangguhkan. Hal ini menyulitkan," pungkas Dwi.
Akhirnya, tersangka dititipkan oleh pihak kejaksaan di Tahanan dan Titipan (Tahti) Polda Sumut. Berkas tersangka saat ini sudah kita limpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. "Tahanan sudah kita titip ke Tahti Polda Sumut. Tersangka sempat ditahan di Rutan sebelumnya," ucap Dwi.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Meily Nova menjelaskan, tersangka pada Rabu tanggal 18 Maret 2020 telah menjalani isolasi selama 14 hari di RS Haji Medan. Pasalnya, RSUP Adam Malik menolak dengan alasan full. "Hasil negatifnya dikeluarkan RS Haji," cetus Nova.
Sementara itu, Humas Kanwil Kemenkumham Sumut Josua Ginting saat dikonfirmasi perihal tersebut mengatakan, pihaknya tetap merujuk pada Surat Menteri Hukum dan Ham RI Yasonna H Laoly No M.HH.PK.01.01.01-04 yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan Jaksa Agung Republik Indonesia tertanggal 24 Maret 2020. Perihal surat itu adalah penundaan sementara pengiriman tahanan ke Rutan/Lapas di Lingkungan Kementrian Hukum dan HAM sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19.
"Yang didalam suratnya pada intinya mengingat tahanan merupakan kelompok yang rentan terpapar pandemi Covid-19 dan kondisi Rutan/Lapas sebagian besar over kapasitas, dimohon agar dilakukan penundaan pengiriman tahanan ke Rutan/Lapas di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM," ucap Josua via WhatsApp, Selasa malam.
Sebelumnya, Abdul Latif menyandang status Daftar Pencarian Orang (DPO) selama 8 bulan. Dia akhirnya ditangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta pada 27 Februari 2020 lalu. Penangkapan ini setelah sebelumnya pihak Imigrasi Bandara Soekarno Hatta menerima surat DPO Nomor: DPO/R/100/VII/2019/Ditreskrimum Poldasu, serta Surat Nomor B/4115/VII/RES.1.11/2019/Ditreskrimum Poldasu yang meminta bantuan pencegahan ke luar negeri terhadap Abdul Latif.
Untuk diketahui, Abdul Latief terjerat kasus dugaan penipuan dan penggelapan bermula dari sewa menyewa tanah dan bangunan milik korban, Tatarjo Angkasa yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Nomor 17A, Medan.
Abdul Latif telah menyewa tanah dan bangunan milik Tatarjo yang dijadikan sebagai usaha hotel, yakni LJ Hotel Medan. Sewa menyewa tersebut tertuang di dalam akta perjanjian sewa menyewa Nomor 2 tanggal 02 Agustus 2018 yang dibuat di hadapan notaris Poeryanti Poedjiaty.
Namun, selama perjanjian berlangsung, Tatarjo dirugikan karena Abdul Latif sampai saat ini menguasai tanah dan bangunan tanpa membayar sewa. Memang Abdul Latif ada memberikan bilyet giro yang setelah dikliringkan ternyata tidak dapat diuangkan. Dalam kasus ini, Tatarjo Angkasa selaku pemilik malah digugat Abdul Latif ke Pengadilan Negeri Medan. (M14/d)