Medan (SIB)
Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environmental Day yang ke-46 pada 5 Juni 2020, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menilai negara masih lalai dalam melakukan penegakan hukum lingkungan, dari pelangaran aktivitas korporasi perusahaan ekstraktif seperti perkebunan, pertambangan, HTI dan lainnya.
Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, Roy Lumban Gaol mengatakan hal tersebut melihat banyaknya kasus yang melanggar ketentuan hukum di sektor lingkungan hidup di Pemprovsu, sehingga pelanggaran hukum yang dilakukan korporasi mengabaikan keselamatan lingkungan hidup.
"Lingkungan sebagai hal paling vital untuk manusia yang harus menjadi perhatian paling penting, dikarenakan sangat berdampak terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. Melalui tema tahun ini adalah Biodiversity atau Keanekaragaman Hayati , diharapkan negara selalu mendorong perbaikan tata kelola lingkungan, baik lewat kebijakan pemerintah dan penegakan hukum lingkungan hidup terhadap perusahaan-perusahaan ekstraktif yang melakukan pelanggaran Hukum,"katanya melalui rilisnya kepada SIB, Jumat (5/6) malam.
Dikatakannya, mandat hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia menyatakan “Setiap orang berhak atau mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat" tertuang pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Republik Indonesia pasal 28 H Ayat 1, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 65 ayat 2, Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia, UU Nomor 23 Tahun 1992 pasal 4 tentang Kesehatan. Namun sampai saat ini, Walhi Sumut menilai negara masih lalai dalam penegakan hukum lingkungan.
"Penilaian Walhi bahwa korporasi masih mengabaikan sustainable deveploment triangel yaitu melalui 3 aspek utama, lingkungan, ekonomi dan sosial menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Namun temuan di lapangan aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sangat buruk. Kebijakan pemerintah tidak pro terhadap lingkungan hidup , tetapi lebih mementingkan kepentingan oligarki dan investasi sehingga keselamatan rakyat dan lingkungan hidup masih jauh dari amanat undang-undang NKRI. Termasuk Undang-Undang Minerba yang baru disahkan, kemudian Draf UU Cipta Kerja Omnibus law yang juga akan disahkan ,"katanya.
Lanjutnya, Walhi dan lembaga masyarakat sipil lainnya telah memberikan warning kepada pemerintah bahwa kebijakan ini akan membawa dampak buruk terhadap keselamatan lingkungan hidup, ruang kelola rakyat , buruh, tani dan lainnya. Namun, lagi-lagi negara mengabaikan kritikan dan masukan demi memuluskan jalan kepentingan oligarki dan elit politik.
"Walhi Sumut menilai selama Covid-19 melanda Negara Indonesia, khususnya Kota Medan telah membawa perbaikan lingkungan hidup. Seperti menurunnya polusi udara, penggunaan kantong plastik dan sampah masyarakat. Semuanya dikarenakan berkurangya aktivitas Industri rumahan, pariwisata, pusat perbelanjaan dan aktivitas lainnya . Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia sangat menentukan masa depan lingkungan hidup dan kehidupan yang berkelanjutan. Namun disisi lain , justru ada yang mengambil kesempatan atas situasi pandemi ini, seperti perusahaan-perusahaan industri ekstraktif, yang tetap melakukan perampasan ruang hidup rakyat, eksploitasi alam,"katanya.
Roy mengatakan Walhi Sumut menilai pemerintah dalam pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan khususnya di Kota Medan masih jauh dari harapan, seperti limbah medis Covid-19 dari 25 rumah sakit yang ditunjuk dalam penanganan pasien. Nyatanya, data dan informasi didapat bahwa limbah medis tidak transparan pengelolaanya, di mana titik lokasi pembuangannya, berapa banyak sampah medis dihasilkan selama kurang lebih 3 bulan.
"Pada Hari Lingkungan Hidup se-Dunia ke-46 tahun ini, Walhi Sumut menyampaikan kepada masyarakat harus memahami hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai dengan hukum serta prinsip Ketuhanan, kemanusian dan keadilan. Kita menghimbau kepada masyarakat melakukan gerakan perjuangan penyelamatan lingkungan hidup yang nyata, perbaikan serta pemulihan.
Masyarakat dapat menuntut terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada pemerintah, gubernur, bupati, bahkan presiden sekalipun. Demi keselamatan lingkungan hidup dan sumber daya alam untuk kehidupan yang berkelanjutan di masa yang akan datang,"(Rel/M20/c)