Jakarta (SIB)
Organisasi Kesehatan Dunia WHO memprediksi pandemi virus corona dapat berakhir dalam dua tahun ke depan.
Direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus membandingkan pandemi Covid-19 dengan flu Spanyol 1918, yang membutuhkan waktu dua tahun untuk mengatasinya.
Tedros mengatakan bahwa kemajuan teknologi saat ini dan di sektor perawatan kesehatan dapat membantu dunia mengatasi virus dalam waktu yang lebih singkat.
“Tentunya dengan lebih banyak konektivitas, virus memiliki peluang lebih besar untuk menyebar,†katanya, dikutip dari Insider.com
"Tapi pada saat yang sama, kami juga memiliki teknologi untuk menghentikannya dan pengetahuan untuk menghentikannya. Jadi kami berharap pandemi ini selesai dalam waktu kurang dari dua tahun," katanya.
Ghebreyesus juga menekankan pentingnya "persatuan nasional, solidaritas global" dalam memerangi virus, yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, China pada Januari.
Diketahui, flu Spanyol menginfeksi 500 juta orang sekitar sepertiga dari populasi dunia saat itu dalam empat gelombang berturut-turut. Selama dua tahun, penyakit itu menewaskan sekitar 50 juta orang, termasuk 675.000 orang Amerika, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru, sejauh ini telah menginfeksi lebih dari 22,9 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan hampir 800.000 orang, menurut pelacak oleh Universitas Johns Hopkins.
Komentar Tedros muncul ketika beberapa negara melihat lonjakan baru dalam infeksi virus corona setelah periode musim panas. Di Korea Selatan, otoritas kesehatan telah mencatat 324 kasus baru pada hari Jumat, total satu hari tertinggi sejak Maret.
Sementara itu, lebih dari 1.000 kematian baru diumumkan di AS pada hari Jumat, sehingga jumlah total kematian menjadi lebih dari 175.000, menurut angka CDC baru.
Rugi Besar
Perusahaan pemrosesan aplikasi visa, Electronic System for Travel Authorization (ESTA) merilis laporan terbaru tentang negara-negara yang mengalami kerugian besar akibat Covid-19 di sektor pariwisata.
“Ketika pariwisata harus berhenti selama beberapa bulan, negara-negara di dunia yang bergantung kepada industri pariwisata mengalami penurunan pendapatan signifikan. Pandemi Covid-19 benar-benar meluluhlantakkan pariwisata yang selama ini berkontribusi hingga US$8,9 triliun terhadap Produk Domestik Bruto [PDB] dunia,†kata Direktur International Development ESTA, Jayne Forrester, dikutip dari Travelpulse, Minggu (23/8).
Berdasarkan laporan The Financial Impact of Covid-19 on World Tourism yang dirilis ESTA, terangkum 10 negara yang mengalami kerugian besar akibat krisis kesehatan ini.
Amerika Serikat
Amerika Serikat yang menyandang predikat sebagai negara dengan kasus infeksi terbanyak di dunia, Negara Paman Sam ini harus merelakan pendapatan di sektor pariwisata hilang hingga US$30,71 juta.
Hingga akhir Maret 2020, 30 dari 50 negara bagian di Amerika Serikat (AS) mengimplementasikan lockdown dan pemerintah mengeluarkan larangan bepergian level 4 agar masyarakat menghindari pergi ke luar negeri. AS juga menutup pintu perbatasannya dengan Uni Eropa, serta Inggris dan Irlandia.
Spanyol
Negara-negara di Uni Eropa berkontribusi hingga setengah dari 10 negara yang terdampak signifikan terhadap Covid-19. Hingga Juni 2020, Spanyol dilaporkan mengalami penurunan kedatangan internasional sebanyak 98 persen dan menempati posisi kedua sebagai negara yang mengalami kerugian terbesar di sektor pariwisata.
Pendapatan Spanyol terpangkas US$9.7 juta akibat pandemi Covid-19.
Prancis
Prancis yang merupakan negara dengan kunjungan internasional terbanyak di dunia, setidaknya menerima 89 juta turis mancanegara tiap tahunnya. Tetapi, pada tahun ini, Covid-19 telah memangkas pendapatan dari sektor pariwisata hingga US$8,8 juta.
Thailand
Thailand yang dilaporkan berhasil meredam angka penularan dengan tidak ada angka kasus baru selama 87 hari menyatakan tidak akan menerima kunjungan wisatawan internasional hingga tahun mendatang. Sepanjang Januari-April 2020, Thailand tercatat mengalami kerugian senilai US$7,82 juta akibat pandemi ini.
Jerman
Sebagai bagian dari zona Schengen yang merupakan episentrum dari Covid-19, Jerman termasuk negara-negara yang memberlakukan lockdown pada Maret 2020. Akibatnya, Jerman harus relah kehilangan pendapatan senilai US$7,22 juta. Jerman dilaporkan sudah mulai membuka kembali pintunya bagi wisatawan asing yang berasal dari Uni Eropa, Inggris, Islandia, Norwegia, dan Swiss.
Italia
Ketika Covid-19 menyebar dengan cepat di Eropa pada Maret 2020, Italia menjadi episentrum penularan sehingga memaksa negara ini memberlakukan lockdown selama beberapa minggu. Pergerakan di kawasan Uni Eropa dilarang dan masyarakat diperintahkan untuk berdiam diri di rumah.
Dengan tidak adanya aliran kunjungan wisatawan internasional, Italia mencatatkan kerugian pendapatan hingga US$6,2 juta sepanjang Januari-April 2020.
Inggris
Inggris merupakan salah satu negara yang tidak segera menutup pintu perbatasannya atau memberlakukan karantina 14 hari bagi wisatawan internasional ketika Covid-19 menyebar di Eropa. Meski demikian, Inggris akhirnya melakukan kedua hal tersebut pada Juni 2020.
Akibatnya, angka penularan menanjak tajam sehingga negara-negara melarang kedatangan wisatawan Inggris dan begitu pula sebaliknya. Inggris dilaporkan rugi senilai US$5,82 juta selama Januari-April 2020.
Australia
Nampaknya 2020 bukan tahun yang baik bagi Australia. Setelah sempat mengalami kebakaran hutan yang hebat pada awal tahun ini, Australia kembali harus menelan pil pahit ketika pandemi Covid-19 mengharuskan aktivitas ekonomi berhenti total.
Australia dilaporkan mengalami kerugian di sektor pariwisata senilai US$5,82 juta.
Jepang
Krisis kesehatan kali ini memaksa Jepang untuk menunda penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas 2020 di Tokyo. Padahal, ajang olahraga dunia ini diperkirakan bakal memberikan pendapatan signifikan bagi Negeri Matahari Terbit ini. Akibat pandemi Covid-19, Jepang harus rela merugi hingga US$5,43 juta selama Januari-April 2020.
Hong Kong (China)
Hong Kong menjadi wilayah pertama yang memberlakukan protokol kesehatan terhadap semua pendatang dari luar negeri sejak April 2020. Semua wisatawan dari luar negeri diharuskan melakukan karantina di hotel yang disediakan pemerintah selama 14 hari.
Dengan anjloknya kunjungan wisatawan internasional, Hong Kong dilaporkan harus merugi US$5 juta selama empat bulan pertama tahun ini. (Bisnis/d)