Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 18 Mei 2025

Pendistribusian Tanah-tanah Eks HGU PTPN-2 untuk Rakyat Tersendat Hampir 20 Tahun

* Oleh: Tim Khusus Wartawan SIB
Redaksi - Kamis, 27 Agustus 2020 09:20 WIB
4.073 view
Pendistribusian Tanah-tanah Eks HGU PTPN-2 untuk Rakyat Tersendat Hampir 20 Tahun
Sejak periode pertama presiden SBY, seluas 5.873,06 hektar lahan atau tanah eks Hak Guna Usaha PT Perkebunan Nusantara (HGU PTPN)-II yang ada di tiga daerah di Sumatera Utara (sekitar Medan, Deliserdang dan Langkat/Binjai), dinyatakan akan diserahkan atau disalurkan kepada rakyat daerah ini, khususnya para petani dan kaum UKM yang sudah berkiprah lama dalam proyek-proyek plasma perkebunan dan berandil besar dalam perkembangan ekonomi devisa Sumut melalui sektor pertanian atau perkebunan.

Dalam perkembangannya, terutama sejak tahun 2002 pasca semua kebijakan baik berupa SKB 3 Menteri tentang program pelepasan lahan tersebut, maupun SK Meneg BUMN (mulai dari masa Laksamana Sukardi, Rini M Suwandi dan Dahlan Iskan) untuk pelepasan lahan tersebut ternyata belum juga seperti yang diharapkan masyarakat selama ini.

Dari total luas 5.873,06 hektar tersebut, seluas 2.768 hektar pada tahun lalu telah memperoleh izin penghapusbukuan dan Presiden Jokowi telah meminta Gubernur Sumut Edi Rahmayadi agar segera mendistribusikannya kepada masyarakat yang berhak. Keputusan itu diambil Presiden Jokowi dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu, 11 Maret 2020 lalu. Sedangkan seluas 3.104 hektar lahan belum memperoleh izin penghapusbukuan dari Kementerian BUMN, namun telah ditetapkan daftar nominatif kepada pihak yang berhak.

Apakah lahan yang sudah dilepaskan seluas 2.768 hektar itu memang disalurkan kepada masyarakat? Lalu, apakah lahan yang seluas 3.104 hektar itu bisa dipastikan untuk rakyat atau petani dalam arti sebenarnya?

Berikut adalah penelusuran kolektif oleh Tim Liputan Khusus Wartawan SIB yang terdiri dari : Drs Ads Franse Sihombing, Firdaus Perangin-angin SH, Roland Tambunan SE, Ridho Adeward Sitompul SH, Sukardi Bakkara dan juru foto Danres Saragih.

Publik atau rakyat Sumut ini benar-benar prihatin. Pasalnya, realisasi pelepasan lahan eks HGU PTPN 2 tersebut (gabungan PTP-II dan PTP-IX) ternyata tersendat dari tahun ke tahun hingga periode enam gubernur di Sumut khususnya mulai dari era Gubsu Raja Inal Siregar, T Rizal Nurdin, Syamsul Arifin, Rudolf Pardede, Gatot Pujo Nugroho yang kemudian diteruskan Gubsu T Erry Nuradi.
Apa sebenarnya yang terjadi?

Inilah sebagian riwayat atau kronologi kasus panjang lahan eks HGU di PTPN 2 tersebut
Awalnya, di masa kolonial Belanda, semua perkebunan Belanda di sekitar Medan, Deli Serdang dan Langkat sejak Kemerdekaan Indonesia 1945 sampai 1959 masih dikelola pihak Belanda dengan alas hak perkebunan berupa konsesi lahan selama 70 tahun. Pada masa itu sejumlah aset bangunan milik perkebunan nasional (RI) dipinjam-pakai kepada pemerintah daerah.

Kemudian, era nasionalisasi bagi perusahaan Belanda pada 1959, sebagian lahan dan bangunan diambil alih pemerintah Indonesia untuk kepentingan dan fasilitas umum, misalnya untuk perkantoran pemerintah.

Pada 1960, terbitlah UUPA yang mulai memberlakukan sistem HGU selama 30 tahun kepada PTP (sebutan PTPN dulunya).

Pada 1966-1967 melalui Operasi Sadar pihak pemerintah juga merampas (baca :mengambil alih) tanah-tanah rakyat yang punya alas hak berupa Kartu Rakyat Pengelola Tanah (KRPT) yang sebagian dibuat menjadi HGU PTP pada tahun 1970.

Lalu, pada saat kepemimpinan Gubernur Sumut EWP Tambunan (1978 - 1983), sebagian perkebunan eks Belanda berakhir masa konsesinya. Gubsu EWP Tambunan ketika itu membagi tanah tersebut kepada sejumlah perguruan tinggi di Sumut, antara lain untuk perkebunan milik USU di Langkat, untuk UMA di kawasan Medan Estate (Jalan Pancing), IKIP (Unimed sekarang), Universitas Amir Hamzah dan UHN (Nomensen Medan). Sebagian lagi lahannya dijadikan perkantoran pemerintah di Jalan Pancing, perumahan Veteran di Lau Dendang dan untuk kantor lembaga sosial lainnya di daerah ini. Selain itu Gubernur EWP Tambunan juga mendistribusikan lahan-lahan tersebut kepada rakyat dengan SK Gubsu, yang semuanya dilakukan tanpa ganti rugi atau tanpa pembayaran kepada pihak PTP IX (sekarang PTPN 2).

Kemudian, pada saat Gubsu Raja Inal Siregar, sebagian HGU perkebunan yang diterbitkan tahun 1960 /1962 juga berakhir. Gubsu Raja Inal ketika itu mengambil alih lahan-lahan eks HGU yang tidak diperpanjang untuk dibagikan kepada masyarakat dan kepentingan umum. Namun, dalam perjalanannya lahan ini akhirnya disalahgunakan atau nyasar menjadi milik kalangan swasta (developer). Misalnya lahan eks lapangan terbang Helvetia menjadi sarana balapan yang dikelola 'TS', putra seorang pemimpin negara di era orde baru, lalu dijual lagi ke swasta developer Graha Helvetia.

Hanya saja salah satu direktur PT Graha Helvetia, Haryanto, tidak bersedia berkomentar apapun walau menyahut ketika ditelepon setelah di sms-wa pada Selasa (25/8) kemarin.

Selain itu, lahan eks HGU PTP IX (PTPN 2) di kawasan Tuntungan, berikut lahan eks lapangan pacu kuda dan perkebunan Seiglugur yang dialokasikan untuk perumahan pegawai negeri (Yayasan Karya Dharma), ternyata dialihkan kepada pihak pengembang swasta (developer) perumahan Bumi Tuntungan Sejahtera . Namun belakangan developer perumahan Bumi Tuntungan Sejahtera Elbiner Silitonga menyebutkan perumahan di areal eks lahan PTP IX (kini PTPN 2) tersebut kini dikembangkan dengan membangun perumahan Griya Tiara Tuntungan dan Medan Hills pasca kerjasama dengan investor asing (Uni Emirat Arab). Begitu juga lahan di Kuala Namu dan Hamparan Perak.

"Semua lahan eks HGU tersebut dibagi Gubernur untuk kepentingan umum dan pemerintah tanpa ada pembayaran kepada pihak PTPN 2," ujar Raja Makaya Harahap SH dan Ir Raya Timbul Manurung MSc dari tim Citizen Lawsuit yang ikut menangani masalah lahan eks HGU PTPN 2 selama ini.

Kepada wartawan SIB, Drs Ads Franse Sihombing pekan lalu (14/8), mereka memaparkan hal itu ketika menanggapi realisasi pelepasan dan pembayaran lahan eks HGU PTPN 2 untuk areal atau proyek kawasan olahraga terpadu (Sport Centre Sumut) di Desa Sena Kecamatan Batang Kuis Medan, Rabu (12/8) pekan lalu.

Sembari menunjukkan copy data dan mengungkap fakta, mereka juga memaparkan kronologi lainnya tentang lahan yang belum berakhir masa HGU-nya tetapi sudah dijual pihak PTP ke swasta seperti : kepada PT. Citra Lamtoro Gung (Tutut Soeharto) yang dijadikan perumahan Citra Land sekarang. Lahan lainnya juga dijual kepada swasta tertentu (Pangripta Group) yang sekarang menjadi Pancing Distrik Busines (PDB) Medan. Namun untuk ini pimpinan PT Pangripta, Elbiner Silitonga, tidak bersedia dikonfirmasi lanjut dan tidak menyahut ketika dihubungi ke ponselnya, Senin dan Selasa kemarin (24/25). Namun, rekan bisnis (cs) Elbiner menyebutkan areal tersebut telah dialihkan lagi ke developer lain yang berinisial AW.

Demikian juga, lahan eks HGU PTPN 2 yang semula sudah jadi perkantoran Pemda Sumut yang dibuat Gubsu EWP Tambunan di Jalan Pancing Medan, kini malah beralih kepada swasta menjadi kompleks Pancing Mas dan lainnya.

Pada masa Gubsu Rizal Nurdin, berakhirlah HGU yang terbit pada tahun 1968 - 1970. Lahan-lahan itu sebagian besar mulanya adalah tanah rakyat eks KRPT, yang sempat dikuasai kalangan 'Angkatan Perkebunan' dalam Operasi Sadar 1966-1967 .

Ketika itu, rakyat menuntut pengembalian tanah atau lahan eks KRPT dan ditanggapi Gubernur dengan membentuk Tim B Plus yang membuat daftar inventarisasi pengembalian tanah rakyat. Berdasarkan daftar dari Tim B Plus inilah kemudian diatur bersama program perkembangan tata ruang daerah, maka sebagian HGU PTPN tersebut tidak bisa diperpanjang.

Tindakan bersejarah lalu terjadi pada saat Gubernur Syamsul Arifin, ketika pada tahun 2010 dilakukan proses ganti rugi pembayaran lahan Kantor Gubsu di Jalan Diponegoro Medan seluas 5.000 meter persegi sebesar Rp 1.000 kepada pihak PTPN 2 yang disaksikan langsung MenegBUMN Sofyan Jalil.

Di masa Gubernur Sumut Erry Nuradi, daftar nominasi penerima tanah eks HGU PTPN 2, berbeda dengan daftar hasil Tim B Plus sebelumnya. Di sini Gubsu Erry menyetujui pembayaran ganti rugi lahan kepada pihak PTPN 2. Namun, hal itu juga belum terealisasi ketika masa tugasnya sebagai Gubsu berakhir.

Begitulah keenam Gubernur Sumut tersebut ternyata belum bisa merealisir pelepasan atau distribusi lahan-lahan tersebut kepada rakyat di daerah ini.

Tapi di masa Gubsu sekarang (Edi Rahmayadi) sebagian lahan tersebut (seluas 2.768 hektar) sudah dilepaskan berdasarkan publikasi Kepala Kanwil BPN Sumut Bambang Priono SH, pada Oktober 2018 lalu, walaupun hal itu masih dipertanyakan publik keabsahannya.

Tim Distribusi dan Daftar Nominatif
Gubsu Edi Rahmayadi saat ini ternyata telah menyiapkan langkah khusus untuk realisasi pelepasan lahan-lahan eks HGU PTPN 2 tersebut. Salah satu realisasinya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat umum di bidang olahraga, dengan melakukan pembayaran lahan eks HGU PTPN 2 sebesar Rp 152.951.975.472 (Rp 152,95 M) dari dana APBD Sumut.

Untuk itu, Gubsu Edi Rahmayadi menyatakan pihaknya kini sedang memproses siapa-siapa saja yang berhak memperoleh lahan tersebut.

"Untuk memastikan lahan tersebut dibagikan kepada yang berhak, kita telah membentuk tim yang terdiri dari Pemprov Sumut, Kejaksaan, BPN, PTPN II, Kabupaten/Kota dan juga unsur pemerintah pusat, serta pihak terkait lainnya. Hal ini dilakukan dalam rangka membuat daftar nominatif. Nanti kalau sudah pas orangnya, siapa yang berhak, maka daftar nominatifnya saya tandatangani," katanya kepada Wartawan SIB Roland Tambunan, Jumat (14/8).

Gubsu menegaskan proses pendistribusian lahan itu ada tahapannya, antara lain pelurusan data dari nominatif di atas peta. "Tahapan ini untuk memastikan dengan ril, apakah orang itu yang punya hak untuk memperoleh bagian lahan tersebut.

Saat ditanya, apakah ada peta 5.873 hektare lahan eks HGU PTPN II tersebut dan daftar nominatif siapa-siapa aja yang berhak, Gubsu Edi menyebut itu semua ada di BPN.

Dia juga menegaskan, penerima lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873 hektar itu harus benar-benar kepada pihak yang berhak. Lalu progres pendistribusian lahan eks HGU PTPN II ini kini masih dalam proses.

Namun Gubsu tidak mau menegaskan, kapan persisnya lahan eks HGU PTPN 2 itu didistribusikan. Dirinya hanya menegaskan, selama dirinya menjadi Gubernur Sumut sampai akhir periode mendatang, pendistribusian lahan tersebut harus jelas atau hanya kepada masyarakat yang betul-betul punya hak. "Jadi yang diberikan adalah orang (pihak) yang berwewenang berdasarkan surat pelepasan aset eks HGU itu dari Kementerian BUMN tahun 2000," paparnya.

Harus Tuntas di Masa Gubernur Edi
Atas nama masyarakat Sumut, anggota Komisi A DPRD Sumut H Subandi SH, tokoh akademisi yang juga pakar agraria Syafrudin Kalo SH M.Hum yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), aktivis ormas Jesayas Tarigan, Ketua Barisan Pemuda Karo, Manambus Pasaribu Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Sumatera Utara (BAKUMSU) dan Capt. Tagor Aruan SE dari Komunitas Rakyat Peduli Tani, secara terpisah menegaskan, persoalan 5.873,06 hektar lahan eks HGU PTPN II harus tuntas di masa kepemimpinan Gubernur Sumut Edi Rahmayadi, karena kasus ini sudah berlangsung sangat lama. Bahkan sudah enam kali berganti gubernur tidak juga ada penyelesaiannya.

"Kita tidak ingin persoalan lahan eks HGU PTPN II ini terus berlarut-larut. Di masa periode Gubernur Edi Rahmayadi ini harus tuntas, karena sudah banyak korban dari pihak masyarakat maupun perkebunan dalam perebutan tanah tersebut," tandas Subandi kepada wartawan SIB Firdaus Perangin-angin SH, Kamis (13/8) di kantor DPRD Sumut.

Politisi Partai Gerindra Sumut ini juga mengingatkan semua pihak agar jangan lagi menonjolkan kelompoknya dalam pembagian lahan tersebut, karena yang berhak mendapatkannya adalah masyarakat yang namanya tertera dalam daftar nominasi.
"Kita heran, sudah enam kali ganti gubernur, mulai dari Raja Inal Siregar, HT Rizal Nurdin, Drs Rudolf Pardede, H Syamsul Arifin, H Gatot Pujo Nugroho, HT Erry Nuradi, masalah lahan eks HGU belum juga tuntas. Kok untuk bagi-bagi saja sangat susah”, ujar Subandi sembari mengungkapkan kekecewaannya.

Hal senada juga dicetuskan Syafrudin Kalo SH, bahwa Gubernur Sumut Edi Rahmayadi sudah saatnya bertindak tegas dan bijak dalam menata dan mengelola peruntukan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah dihapusbukukan oleh PTPN 2.

"Dari sekian banyak gubernur yang menjabat, sudah saatnya persoalan pelepasan lahan eks HGU PTPN II dituntaskan oleh gubernur yang saat ini menjabat (Edi Rahmayadi). Dalam hal ini, siapa yang mewakili negara? Ya sudah pasti gubernur. Dalam UU itu tegas mengatakan bahwa yang berkuasa penuh terhadap peruntukan atau kelanjutan penggunaan lahan tersebut adalah gubernur. Jadi kita berharap agar untuk kali ini, jangan lagi lama diambil tindakan, segeralah gubernur bertindak dengan tegas dan bijaksana. Gubernur harus berani bersikap," katanya kepada wartawan SIB Ridho Adeward Sitompul SH, Senin (17/8).
Menurutnya, persoalan tanah eks HGU ini sudah terlalu lama tak diselesaikan oleh negara. Sehingga dikawatirkan akan menimbulkan segudang permasalahan di kemudian hari. Dalam UU Pokok Agraria pada pasal 2 ayat 4 tegas dikatakan bahwa apabila status tanah sudah tidak diperpanjang HGU nya, maka tanah atau lahan tersebut akan kembali dikuasai oleh negara.

Soalnya, sebagaimana juga dicetuskan Jesayas Tarigan dan Manambus Pasaribu, bahwa problem dan kasus tanah eks HGU PTPN 2 masih terus menggurita dari tahun ke tahun, sehingga masyarakat dan dunia usaha jadi bingung menanti kepastiannya
"Komitmen pemerintah pusat maupun Pemda (Gubsu) sejak dulu memang terkesan tidak serius dalam penetapan distribusi lahan-lahan eks HGU ini, terlebih adanya indikasi perubahan daftar nominatif setiap kali pergantian gubernur. Banyaknya kebijakan baru oleh pemerintah untuk membebaskan atau melepaskan 5.873,06 hektar lahan eks hak guna usaha PT Perkebunan Nusantara (HGU) PTPN 2, ternyata belum juga membuahkan hasil final untuk distribusi lahan itu," kata Manambus Pasaribu bersama staf-nya Kepala Devisi Advokasi Tanah, Halim Sembiring SH, kepada SIB di kantornya, Sabtu (15/8).

Lalu, Jesayas Tarigan pun menyatakan prihatin dengan masih maraknya aksi protes masyarakat berupa demo-demo massa untuk menuntut pembebasan 'sisa' lahan dari yang 5.873 hektar itu.

"Aksi demo itu kini jadi bervariasi, apakah cuma aksi tolak okuvasi lahan untuk sekedar mempertahankan garapan, atau aksi solidaritas untuk memperjuangkan hak pembagian lahan tersebut. Apakah terus dibiarkan ini terjadi lagi?" katanya kepada SIB.

Sikap BPN dan PTPN 2
Untuk masalah ini pihak Badan Pertanahan Nasional di Sumut belum bisa memaparkan tindak lanjut dari agenda distribusi lahan-lahan eks HGU PTPN 2 di Sumut, khususnya terhadap sisa lahan yang seluas 2.768 hektar lagi dari total 5.873 hektar tersebut, termasuk yang seluas 1.210 hektar di Kabupaten Langkat dan 160-an hektar di kawasan Sei Mencirim Deliserdang yang disebut-sebut sedang diincar satu pengusaha properti (developer) di daerah ini.

"Maaf ya pak, saya sedang tugas luar kota. Hari ini sedang di daerah Tapsel dan besok saya ke perbatasan Tapsel-Sumbar. Nantilah saya kabari karena Senin 17-an kebetulan libur pula," ujar Kakanwil BPN Sumut, Dadang Suhendi, kepada SIB, melalui hubungan seluler, Kamis (13/8) pekan lalu.

Hal serupa juga dicetuskannya ketika dihubungi Senin petang (17/8) ketika dihubungi via WA sehingga belum diperoleh tindak lanjut atau sikap BPN Sumut terhadap finalisasi pelepasan lahan eks HGU PTPN 2 tersebut, baik tentang nominal harga lahan permeter maupun soal daftar nominasi yang disebutkan pihak Pemprovsu.

Sementara itu, pihak PTPN 2 juga belum bersedia dikonfirmasi formal oleh tim lipsus wartawan SIB tentang situasi terkini pemanfaatan lahan-lahan eks HGU tersebut.

"Kami dengan pihak direksi sedang di Parapat, nantilah saya kabarkan kapan bisa audiensi, tapi yang jelas lahan-lahan eks HGU PTPN 2 itu secara perdata masih kewenangan kami dan kami (PTPN 2) masih berhak untuk menerima pembayaran pelepasan lahan-lahan eks HGU tersebut," ujar Sutan Panjaitan SH, Kabag Humas PTPN 2, kepada SIB Rabu (12/8) lalu melalui hubungan seluler.

Hal itu ditegaskannya menanggapi pro kontra publik soal serah terima pembayaran Rp 152,95 M untuk pelepasan 300 hektar lahan eks HGU oleh Pemprov kepada PTPN 2 (bukannya oleh Pemprov kepada Meneg BUMN) untuk Sport Centre Sumut baru-baru ini.
Dari pihak PTPN 2, juga belum diperoleh penjelasan soal realisasi rencana pelepasan lahan-lahan eks HGU di daerah Langkat, sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat masih menunggu tim dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara untuk proses penyelesaian lahan eks HGU PTPN II.

"Untuk lahan seluas 1.210 hektar di Kabupaten Langkat yang dikeluarkan oleh PTPN II melalui BPN sekitar tahun 2002 lalu, sampai sekarang tim dari Provinsi Sumut belum ada secara resmi menyerahkan lahan eks HGU PTPN II di Langkat kepada masyarakat maupun kepada Pemerintah Kabupaten Langkat," ujar Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin angin melalui Sekdakab Langkat, dr Indra Salahuddin, kepada wartawan SIB Sukardi Bakkara via telepon selularnya, Kamis (13/8).

Pemkab Langkat sendiri, ujar Sekda, jauh-jauh hari telah memohon pinjam pakai lahan kepada PTPN II untuk Perkantoran Pemkab Langkat dan Polres Langkat (yang ditempati saat ini) seluas 200 Ha. Namun pemberian pinjam pakai itu disebut-sebut dari lahan eks HGU PTPN II namun ditanya sisa lainnya , ia tidak tahu karena bukan kewenangan Pemkab.

Namun, pihaknya mengakui Pemkab Langkat memang sedang meminjam pakai lahan PTPN II saat ini untuk perkantoran Pemkab Langkat di Stabat seluas 200 hektar serta pinjam pakai lahan keperluan hutan kota (vegetasi) seluas 30 Ha dan baru ditanam berkisar 2-3 hektar di Desa Kwala Begumit . Selain itu pinjam lahan masing masing seluas 10 hektar di dua lokasi terpisah Kecamatan Stabat yakni di Gang Intel untuk perumahan dan pembangunan stand Dinas Perindag Langkat.

“Kita tidak tahu apalagi ada informasi sampai diperjualbelikan segala, sedangkan lahan yang dilepaskan saja sampai saat ini belum ada kita tahu secara resmi . Lagi pula siapa yang berani (menjual- red)," katanya.

Fakta ini juga menunjukkan kondisi yang sama terhadap lahan-lahan eks HGU lainnya di area PTPN 2 seperti di sekitar Medan (Batangkuis, Sei Mencirim, Selambo, Percut Sei Tuan, Sunggal, Tanjung Gusta, dan lainnya. (c)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru