Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 10 Agustus 2025

Makan di Luar Lebih Berbahaya Daripada Naik Kendaraan Umum

Satgas Covid-19: Mobilitas Penduduk Harus Dibatasi
Redaksi - Minggu, 13 September 2020 09:12 WIB
422 view
Makan di Luar Lebih Berbahaya Daripada Naik Kendaraan Umum
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Pengunjung menunggu pesanan makanan di pusat jajanan serba ada (Food Court)  
Jakarta (SIB)
Makan di luar rumah saat ini mungkin memiliki risiko lebih tinggi tertular Covid-19 daripada menaiki transportasi umum atau potong rambut di salon, ungkap sebuah studi.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat (CDC), menyoroti risiko aktivitas saat orang tidak selalu bisa memakai masker dan mempraktikkan jarak sosial, seperti makan dan minum saat di restoran.

Untuk keperluan studi, para peneliti menganalisis informasi dari 314 orang dewasa yang dites Covid-19 di salah satu dari 11 fasilitas perawatan kesehatan di seluruh Amerika Serikat.

Semua peserta mengaku mengalami beberapa gejala yang membuat mereka diuji. Sekitar setengah dari peserta ternyata positif Covid-19 sedangkan setengah lainnya negatif.

Mereka diwawancarai tentang aktivitas yang mereka lakukan selama 14 hari sebelum gejala muncul termasuk pergi ke toko, gym, kantor, salon, bar atau kedai kopi; menghadiri acara keagamaan, menggunakan transportasi umum atau makan di restoran.
Secara keseluruhan, orang yang dites positif Covid-19 melaporkan dua kali lebih sering makan di restoran dalam 14 hari sebelum jatuh sakit daripada orang yang dites negatif.

Begitu para peneliti mengecualikan orang yang memiliki kontak dengan pasien Covid-19, mereka menemukan, partisipan yang positif hampir tiga kali lebih sering makan di restoran, dan hampir empat kali lebih sering pergi ke bar atau kopi dibandingkan mereka yang dites negatif.

Tidak ada aktivitas lain dari survei yang dikaitkan dengan peningkatan risiko Covid-19.
Para penulis mencatat, salah satu batasan dari penelitian mereka tidak membedakan antara makan di dalam dan di luar ruangan.
"Paparan dan aktivitas saat penggunaan masker dan jarak sosial sulit dipertahankan, termasuk pergi ke lokasi yang menawarkan makan dan minum di tempat, mungkin menjadi faktor risiko penting untuk infeksi SARS-CoV-2," ujar peneliti seperti dilansir Livescience, dikutip Sabtu.

Para pakar kesehatan merekomendasikan kiat untuk mengurangi risiko tertular Covid-19 saat makan di restoran, termasuk mengenakan masker saat tidak makan dan menjaga jarak 1,8 meter dari orang yang tidak tinggal bersama Anda; duduk di luar jika memungkinkan, dan menelepon terlebih dahulu untuk menanyakan apakah semua staf di restoran mengenakan masker saat bekerja.
Hasil studi ini didapatkan CDC setelah menganalisis 314 orang dewasa yang dites Covid-19 dan memiliki gejala. Ternyata 154 di antaranya dinyatakan positif dan 160 lainnya dinyatakan negatif.

Peneliti kemudian menanyakan lebih lanjut soal kebiasaan pasien dalam memakai masker dan melakukan kegiatan keluar. Termasuk apakah makan di restoran, bar, atau ke gym baru-baru ini.

Hasilnya, 42 persen orang dewasa yang positif Covid-19 dilaporkan memiliki kontak dekat dengan setidaknya 1 orang yang memang positif Covid-19, dibanding 14 persen pasien yang hasil tesnya negatif. Dan kebanyakan kontak dekat yang dimaksud adalah anggota keluarga pasien.

Peneliti juga menemukan 71 persen orang dewasa yang positif Covid-19 dan 74 persen yang negatif selalu mengenakan masker saat di luar. Tidak ada perbedaan signifikan antara partisipan yang positif dan negatif virus Corona dalam urusan belanja, kumpul-kumpul dengan kurang dari 10 orang di rumah, ke kantor, ke gym, salon, naik kendaraan umum atau menghadiri pertemuan keagamaan menurut studi.

Namun mereka yang positif lebih mungkin makan di restoran dalam kurun waktu dua minggu sebelum mereka merasakan gejala sakit.

Menurut CNN Health (11/9), penyebab seseorang bisa terpapar Covid-19 di restoran lantaran tidak menggunakan masker dengan baik di restoran. Faktor utama lain ialah karena ventilasi udara di restoran tertutup.

"Laporan paparan virus di restoran dikaitkan dengan sirkuasi udara. Mulai dari arah, ventilasi, dan intensitas aliran udara dapat memengaruhi penularan virus. Walaupun sudah jaga jarak dan menggunakan masker," tulis peneliti.

Pemakaian alat makan bersama juga bisa jadi faktor yang dapat menyebabkan paparan Covid-19 di restoran terjadi. "Beberapa kuman dapat ditularkan melalui pembagian peralatan makanan," ungkap Tarik Jasarevic, Juru Bicara World Health Organization (WHO).

Selama pandemi Covid-19, pihak restoran diminta pemerintah terkait untuk memperketat protokol kesehatan. Salah satunya dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020.

Pihak restoran atau rumah makan harus menyediakan sarana cuci tangan berupa sabun atau handsanitizer, mewajibkan pekerja dan pelanggan menggunakan masker. Ada juga pengecekan suhu tubuh, jika ditemukan pekerja atau pengunjung dengan suhu > 37,3 derajat celcius (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit) tidak diperkenankan masuk.

Lalu menyediakan sarung tangan, penjepit makanan guna mengurangi kontak langsung. Tidak menerapkan sistem prasmanan (buffet), menjaga kualitas udara restoran, mengupayakan pembayaran dengan nontunai, mengatur jarak minimal 1 meter antar pengunjung, hingga meingkatkan pelayanan pemesanan makanan secara online.

Harus Dibatasi
Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menilai, di masa pandemi virus corona atau Covid-19 mobilitas penduduk memang harus dibatasi.

Sebab, menurut dia, mobilitas penduduk bisa saja menimbulkan penularan Covid-19 pada kelompok rentan. "Dengan adanya pandemi ini maka memang mobilitas penduduk itu harus dibatasi agar betul-betul potensi penularan itu bisa dicegah" kata Wiku di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (11/9).

Wiku menjelaskan, ada kemungkinan orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain sudah terinfeksi Covid-19, sehingga ketika berpindah tempat justu menularkan ke penduduk lain di daerah tersebut. "Karena biasanya terjadinya penularan apabila orang yang kemungkinan sakit dia tidak tahu dan pindah ke tempat lain di mana ada orang yang rentan untuk bisa terkena infeksi," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, perlu diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah. Wiku mengatakan, PSBB dilakukan juga dalam rangka membatasi mobilitas penduduk di masa pandemi. "PSBB itu juga dalam rangka untuk membatasi mobilitas penduduk di wilayahnya masing-masing sehingga tidak tertular dari satu tempat ke tempat yang lain," ucap dia.

Sebelumnya, Pakar Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Iwan Ariawan mengatakan, ada korelasi antara pergerakan (mobilitas) penduduk dengan tingginya penambahan kasus positif Covid-19.

Jika mobilitas penduduk tinggi di suatu waktu, jumlah kasus Covid-19 semakin banyak pada waktu tersebut. "Kita lihat ada korelasi antara pergerakan penduduk dengan jumlah kasus. Artinya semakin banyak penduduk bergerak, jumlah kasus Covid-19 itu makin banyak pada hari itu," ujar Iwan dalam talkshow bersama Satgas Penanganan Covid-19 yang ditayangkan secara daring di kanal YouTube BNPB, Jumat (11/9).

Menurut Iwan, pergerakan masyarakat bisa dilihat secara harian maupun ketika libur panjang.
Pergerakan harian dengan intensitas tinggi biasanya terjadi di pagi hari dan di sore hari. "Yakni pada saat orang berangkat ke kantor di pagi hari dan ketika pulang dari kantor di siang hari," kata dia.

Skenario Terburuk
Secara terpisah Erick Tohir mengatakan, kasus konfirmasi positif virus Corona (Covid-19) di Indonesia diperkirakan bisa mencapai 500.000 pada akhir tahun ini untuk skenario terburuk.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir dengan asumsi terjadi infeksi sebanyak 3.000 per hari. “Kalau kita asumsi jelek saja 3.000 per hari, di akhir Desember ini bisa 500.000. Ini sebuah kenyataan yang harus kita hadapi,” kata Erick dalam orasi ilmiah Dies Natalis Universitas Padjadjaran, Jumat (11/9) melalui layanan telekonferensi.

Namun demikian, apabila dibandingkan dengan negara lain posisi kasus Covid-19 di Indonesia saat ini masih lebih baik. Adapun, India mendapat tambahan 1 juta kasus positif dalam tempo 12 hari dan saat ini bersama dengan Brasil kasus positif Covid-19 di negara tersebut telah melebihi 4 juta kasus. “Kalau kita tidak disiplin dari masyarakat, kita akan melihat angka-angka yang sangat tinggi juga di awal tahun depan,” imbuh Erick.

Lebih lanjut, dia menyatakan penemuan vaksin dan komitmen yang diberikan sejumlah pihak diharapkan bisa menjadi penawar pada akhir tahun nanti. (Ant/detikfood/Bisnis/Kps/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru