Jakarta (SIB)
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI angkat bicara soal WhatsApp Group (WAG) bernama 'KAMI Medan' menyebut 'DPR sarang setan'. MKD DPR menyayangkan adanya seruan itu karena mencoreng kehormatan dan merusak demokrasi.
"Terkait kelompok yang menamakan KAMI yang diduga mengajak rusuh di gedung DPR dan ada pembahasan mencoreng kehormatan lembaga DPR, saya rasa sangat disayangkan karena kelompok yang diklaim akan memperbaiki kondisi negara malah justru melakukan tindakan/hasutan tidak terpuji yang akan merusak sendi-sendi demokrasi," kata Wakil Ketua MKD DPR, Andi Rio Padjalangi, kepada wartawan, Jumat (16/10).
Politikus Partai Golkar itu mengatakan DPR merupakan lembaga yang harus dihormati seperti halnya lembaga negara lain. Jika ada anggota DPR yang melenceng, menurutnya, itu tak bisa digeneralisasi. "DPR itu lembaga negara yang dipilih langsung rakyat tentunya harus dihormati, seperti lembaga kepresidenan dan lembaga tinggi negara lainnya. Jika kemudian di DPR dianggap koruptor semuanya, sebenarnya tidak dibenarkan karena tidak semua anggota DPR masuk kategori itu," ujar Andi Rio.
Pria yang akrab disapa Rio ini mendukung langkah polisi memproses kelompok yang memicu aksi ricuh. Tentu, lanjutnya, proses hukum itu didasari bukti yang kuat. "Saya mendukung langkah kepolisian untuk memproses hukum jika ada bukti kuat untuk mengungkap aksi rusuh di balik demonstrasi yang menolak UU Cipta Kerja," imbuhnya.
Sebelumnya, polisi menyebut ada WhatsApp Grup bernama KAMI Medan yang mengajak rusuh di depan gedung DPR RI. Adanya grup tersebut menjadi barang bukti polisi untuk menetapkan salah satu anggota KAMI menjadi tersangka. "KA (Khairi Amri), peran sebagai admin WAG Medan KAMI, Ini kami menemukan dalam satu handphone, ada WA grup namanya 'KAMI Medan'," ucap Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10).
Menurut Argo, Khairi menghasut anggota grup untuk mengajak rusuh. Dia mengirim foto gedung DPR dengan tulisan menyebut DPR sebagai sarang pencuri. "Disampaikan di sini adalah, pertama dimasukkan di WAG ini, ada foto Kantor DPR RI, foto kantor DPR RI dimasukkan di WAG itu, kemudian isinya apa tulisannya? 'Dijamin komplit, kantor sarang maling, dan setan', di situ ada tulisannya," kata Argo.
Tolak
Terkait hal itu, Senayan ramai-ramai menolak cap 'DPR sarang setan'.
Fraksi-fraksi di DPR RI ramai-ramai mengecam narasi 'sarang setan' ini. Berikut rangkumannya:
1. PDIP
PDIP menganggap narasi 'DPR sarang setan' tidak logis. Politikus PDIP, Hendrawan Supratikno, menyebut anggota DPR bisa berkantor di Senayan karena dipilih rakyat.
"Pernyataan yang tidak logis dan sarat kepentingan. Anggota Dewan jumlahnya 575 orang, dipilih dari sekitar 8.000 calon, dengan mekanisme kontestasi yang ketat. Dari perspektif demokrasi, mereka adalah orang-orang pilihan," kata Hendrawan kepada wartawan, Kamis (15/10).
2. Golkar
Golkar menilai segala niatan merusak aset negara harus ditindak. Narasi 'DPR sarang setan' amat tak bisa diterima Golkar.
"Memprovokasi masyarakat untuk bertindak kekerasan dengan tindakan merusak gedung DPR tentu hal tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum. Gedung DPR itu dibangun dari uang rakyat, karena itu tindakan berniat untuk merusak aset negara ya harus ditindak sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku," ucap Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily.
3. NasDem
NasDem mengakui DPR RI bukan lembaga yang sempurna. Namun, jika ada rencana sistematis untuk membuat kerusuhan di DPR, NasDem menyatakan itu harus diusut tuntas dan diberi sanksi tegas.
"Sebagai institusi, saya mengakui bahwa DPR bukan lembaga yang suci dan paling sempurna. Namun begitu, bila ada sebuah rencana sistematis untuk membuat rusuh di DPR, hal ini harus diusut tuntas dan dan diproses setegas-tegasnya," kata Bendahara Umum Fraksi NasDem DPR RI Ahmad Sahroni.
"Karena ini lembaga tinggi resmi negara, salah satu simbol kewibawaan negara," ucapnya.
4. PAN
PAN menilai ujaran 'DPR sarang setan' sarat emosional terhadap masalah yang saat ini tengah disoroti. PAN yakin masyarakat objektif dalam melihat kinerja DPR.
"Saya melihat itu ujaran emosional, dan ada hal yang lagi disoroti ramai-ramai. Itu juga disebut terbatas, oleh karena itu silakan saja penilaian seperti itu, dan tentu masyarakat juga nanti akan memberikan penilaian objektif terhadap kinerja DPR," kata Plt Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay, kepada wartawan, Kamis (15/10).
5. PPP
Menurut PPP, pihak yang memaki dan menjelekkan orang lain seperti mencap DPR sarang setan perlu dipertanyakan kewarasannya.
"Buat saya siapa saja yang kerjanya hanya marah-marah, maki-maki, menjelek-jelekkan orang lain maka ya memang perlu dipertanyakan kewarasannya," kata Sekjen PPP Arsul Sani.
Geledah
Pada kesempatan terpisah, polisi melakukan penggeledahan di rumah Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Khairi Amri. Rumah tiga orang lainnya yang ditangkap di Medan juga digeledah polisi.
"Sudah," kata Kapolrestabes Medan, Kombes Riko Sunarko, saat dimintai konfirmasi, Jumat (16/10).
Riko tak menjelaskan, detail kapan penggeledahan itu dilakukan. Dia mengatakan ada beberapa barang yang diamankan. "Ada beberapa barang yang diamankan. Nanti dirilis sama Bareskrim," ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dugaan penghasutan terkait demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020. Mereka diduga memiliki peran masing-masing dalam memicu ricuhnya demo di sejumlah daerah itu.
Sembilan tersangka yang ditetapkan yakni Khairi Amri (KA), Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH) dan Anton Permana (AP). Kemudian, Juliana (JG), Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP), Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi (DW).
Khairi Amri yang merupakan KAMI Medan ditangkap di Medan bersama tiga tersangka lainnya, yakni Juliana, Novita Zahara S, Wahyu Rasasi Putri yang juga merupakan aktivis.
Khairi diduga berperan sebagai admin WhatsApp group (WAG) KAMI Medan. Dalam WAG itu, Khairi diduga menyampaikan ujaran kebencian terhadap DPR RI.
Khairi juga sudah buka suara. Dia mengakui ada ajakan untuk membuat situasi seperti tahun 1998. "Bukan (ujaran kebencian) SARA, tapi ada apa ya, ke penguasa pula. Mengajak (demonstrasi) sampai chaos. Saya kaget itu, 'Ayo kita buat seperti '98'. Tidak ada kayaknya SARA, nggak ada. Cuma ketidaksenangan ke kebijakan pemerintah, apalagi kita sama-sama nggak tahu nih omnibus law, tapi kita anggap kita menolak gitu," ujar Khairi. (detikcom/d)