Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 04 Juli 2025

Djoko Tjandra Rogoh Kocek Rp 17 M Lebih untuk 2 Jenderal dan Jaksa Pinangki

* Irjen Napoleon Bonaparte Didakwa Terima Rp 6 M untuk Hapus DPO Djoko Tjandra
Redaksi - Selasa, 03 November 2020 11:44 WIB
544 view
Djoko Tjandra Rogoh Kocek Rp 17 M Lebih untuk 2 Jenderal dan Jaksa Pinangki
Foto Ant/Sigid Kurniawan
SIDANG DAKWAAN: Terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra menjalani sidang dakwaan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). 
Jakarta (SIB)
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra melakukan berbagai upaya demi dapat lolos dari hukuman penjara selama 2 tahun. Setidaknya lebih dari Rp 15 miliar dikeluarkan Djoko Tjandra untuk 2 jenderal polisi dan seorang jaksa.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Djoko Tjandra didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, dan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Total uang yang dikeluarkan lebih dari Rp 15 miliar.
Namun, selain itu, ada sekitar Rp 2,1 miliar yang diberikan Djoko Tjandra ke perantara suap, yaitu Tommy Sumardi. Total keseluruhan uang yang dikeluarkan Djoko Tjandra lebih dari Rp 17 miliar.

Suap ke 2 Jenderal
Djoko Tjandra didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Bila dikurskan, SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar, sedangkan USD 270 ribu sekitar Rp 3,9 miliar lebih, sehingga totalnya lebih dari Rp 6 miliar.

"Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra turut serta melakukan dengan Tommy Sumardi yaitu memberi uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon Bonaparte selaku Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/11).
Lalu, Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD 150 ribu. Bila dikurskan, USD 150 ribu sekitar Rp 2,1 miliar.

"Dan memberi uang sejumlah USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo Utomo selaku Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya selaku Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri," imbuh jaksa.

Lalu, uang Djoko Tjandra lari ke mana lagi?
untuk Tommy Sumardi

Selain sebagai perantara suap, Tommy Sumardi disebut jaksa menerima uang dari Djoko Tjandra. Setidaknya ada 2 kali penerimaan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi setelah urusan mengenai red notice Interpol dan daftar pencarian orang (DPO) untuk Djoko Tjandra selesai.

"Pada tanggal 12 Mei 2020, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra kembali meminta Nurmawan Fransisca untuk menyerahkan uang sebesar USD 100 ribu kepada Tommy Sumardi yang selanjutnya diantar dan diserahkan oleh Nurdin kepada Tommy Sumardi di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat," ucap jaksa.

"Pada tanggal 22 Mei 2020, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra menghubungi Nurmawan Fransisca untuk menyerahkan uang sebesar USD 50 ribu kepada Tommy Sumardi yang selanjutnya diantar dan diserahkan oleh Nurdin kepada Tommy Sumardi di rumahnya di daerah Menteng, Jakarta Pusat," imbuhnya.
Total uang diterima Tommy Sumardi yaitu USD 150 ribu atau setara dengan Rp 2,1 miliar.

Suap untuk Pinangki
Djoko Tjandra juga didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar USD 500 ribu. Uang itu diberikan dengan maksud agar Pinangki sebagai jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) mengupayakan Djoko Tjandra yang saat itu menjadi buronan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali untuk tidak dieksekusi ketika pulang ke Indonesia dengan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).

"Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara berupa uang sebesar USD 500 ribu dari sebesar USD 1 juta yang dijanjikan oleh terdakwa Joko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian kepada Pinangki Sirna Malasari," ujar jaksa.

"Supaya Pinangki Sirna Malasari mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa Joko Soegiarto Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi, sehingga terdakwa Joko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," imbuh jaksa.
Pinangki sendiri sebelumnya sudah didakwa dalam perkara yang sama. Pemberian suap senilai USD 500 ribu itu apabila dikurskan sekitar Rp 7,2 miliar lebih.

Didakwa Terima Rp 6 M
Sementara itu, jaksa mendakwa Napoleon Bonaparte telah menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar. Suap itu diberikan Djoko Tjandra agar Napoleon mengupayakan penghapusan status buronan.
"Bahwa terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Brigjen Prasetijo Utomo masing-masing selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima uang SGD 200 ribu dan sejumlah USD 270 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan terpisah di pengadilan yang sama.

Irjen Napoleon datang langsung ke ruang sidang sebagai terdakwa. Dakwaan Irjen Napoleon dibacakan lebih dulu, sementara dakwaan untuk Brigjen Prasetijo Utomo dibacakan kemudian.

Perbuatan Irjen Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Jaksa menyebut Irjen Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Napoleon pun didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (detikcom/f)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru