Jakarta (SIB)
Menko Polhukam Mahfud Md meminta data penghitungan suara Pilkada serentak 2020 diumumkan secara terbuka. Hal itu agar tidak terjadi keributan jika ada pihak yang merasa tidak puas.
"Di sini agar tak terjadi keributan saya minta agar dibuka akses, akses ke media massa, dibuka akses ke pemantau, dibuka akses ke quick count, buka saja, yang penting tertib dijaga, agar kita tidak dianggap tertutup, pokoknya terbuka aja, kalau ada yang curang diberitakan saja, itu biasa ini negara demokrasi, jadi agar tak timbul berbagai fitnah, buka akses," ujar Mahfud dalam jumpa pers di YouTube BNPB, Rabu (9/12).
Mahfud mengatakan, jangan ada tindak kekerasan. Maka itu Mahfud minta data hitung suara dibuka.
"Kan memang aturannya terbuka, dihitung terbuka, papannya terbuka, kecuali bilik yang ditutup, rahasia bagi masing-masing. Tapi ketika dihitung, ditabulasi dan sebagainya itu supaya terbuka dan silakan saja kalau ada mau buat quick count dari hasil itu juga jangan dilarang, sekarang tak bisa main-main dengan informasi," imbuhnya.
Dia menjelaskan, kalau tantangan Pilkada itu juga bakal dihadapi setelah hari pencoblosan dan proses pelantikan dilakukan. Selain pandemi Corona, tantangannya adalah ketidakpuasan paslon di Pilkada Serentak.
"Itu juga harus diantisipasi dari sekarang, kepada peserta yang mau menggugat hasil Pilkada ini supaya disiapkan juga data-datanya dari sekarang," tutur dia.
Mahfud yang pernah menjabat sebagai Hakim MK, lantas bercerita saat dirinya mengadili ratusan hasil pilkada. Dia mengatakan gugatan di MK sebagian ada yang sekadar coba-coba.
"Ada yang sekadar coba-coba aja, sudah tahu kalah, siapa tahu bisa menghubungi hakim, siapa tahu bisa menang siapa tahu bisa dapat memalsukan data-data yang mengecoh dan sebagainya, itu coba-coba tapi memang ada satu daerah atau satu kawasan daerah tertentu yang pokoknya siapa pun yang menang dilawan meskipun tahu kalah," ujar Mahfud.
2 Tantangan
Mahfud Md juga mengungkapkan dua tantangan ke depan terkait Pilkada Serentak 2020. Mahfud mengatakan tahapan Pilkada Serentak masih berlanjut sampai proses pelantikan.
"Tahapan Pilkada itu masih akan berlangsung terus sampai akhirnya keputusan final KPU yang diteruskan pelantikan oleh pemerintah terhadap mereka yang dinyatakan sebagai kepada daerah terpilih. Oleh sebab itu teruskan kewaspadaan seperti yang sudah kita lakukan selama ini," kata Mahfud Md.
Tantangan pertama yang disampaikan Mahfud Md berkaitan dengan penularan virus Corona (Covid-19). Menurut dia, pandemi Covid-19 masih akan terjadi meskipun vaksin saat ini sudah tiba di Tanah Air.
"Oleh sebab itu, kita harus tetap berhati-hati karena bagaimana pun yang sekarang dipakai itu protokol kesehatan. Kalau jumlah yang didapat pemerintah kan terbatas kalau sampai bulan Januari, belum lagi pelatihan penyuntikan penentuan priroitasnya dan sebagainya, itu masih lama," kata Mahfud.
Tantangan kedua, kata Mahfud, yaitu soal ketidak-puasan paslon di Pilkada Serentak. Ketidakpuasan ini, sambung Mahfud, kerap menimbulkan kekerasan fisik di sejumlah daerah.
"Nah oleh sebab itu juga harus diantisipasi dari sekarang, kepada peserta yang mau menggugat hasil Pilkada ini supaya disiapkan juga data-datanya dari sekarang," tutur dia.
Mahfud lantas bercerita saat dirinya menjadi hakim konstitusi. Menurut dia, ada ratusan pilkada yang diadili. Sebagian di antara mereka serius mengajukan gugatan dan sebagian lain hanya coba-coba.
"Ada yang sekadar coba-coba aja, udah tahu kalah, siapa tahu bisa menghubungi hakim, siapa tahu bisa menang siapa tahu bisa dapat memalsukan data-data yang mengecoh dan sebagainya, itu coba-coba tapi memang ada satu daerah atau satu kawasan daerah tertentu yang pokoknya siapa pun yang menang dilawan meskipun tahu kalah," ujar Mahfud.
Karena itu, Mahfud meminta semua untuk lebih meningkatkan kewaspadaan. Apalagi, kata dia, situasi saat ini tengah pandemi Covid-19.
"Makanya sekarang harus tetap berhati-hati dan situasi pandemi sekarang ini memang agak menuntut kita untuk lebih ekstra hati-hati," imbuh dia.
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga mendengarkan laporan dari tim BNPB, yakni dokter Dewi Nur Aisyah, dan sejumlah TPS di Indonesia. Mahfud didampingi Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo.
"Ketika kita memutuskan dulu, untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 ini ada kekhawatiran yang sangat serius dari sebagian warga masyarakat terutama pemerhati masalah-masalah sosial dan kesehatan, dan politik, bahwa pilkada serentak ini akan menjadi klaster baru yang sangat membahayakan," kata Mahfud.
Dalam menerima laporan dari sejumlah TPS di Indonesia, bahwa penyelenggaraan Pilkada 2020 berjalan cukup lancar. Mahfud menyebut tren angka perkembangan Covid-19 di daerah yang melakukan pilkada dan tak pilkada tak berbeda.
"Itu ternyata tidak bedanya tren perkembangan Covid ini antara daerah yang melakukan pilkada dan non-pilkada. Bahkan, di beberapa daerah yang tidak ada pilkada, itu justru Covid juga besar, memang di daerah-daerah yang pilkada perkembangan terinfeksi ada yang besar juga," ujarnya.
Atas hal tersebut, Mahfud menyebut tak ada kaitannya membesarnya angka infeksi Covid-19 dengan pelaksanaan Pilkada 2020. Hal itu pun, menurut Mahfud, mematahkan kekhawatiran sejumlah elemen masyarakat.
"Jadi tidak ada kaitan sebenarnya, antara membesarnya terinfeksi Covid-19 dengan penyelenggaraan pilkada," ucap Mahfud.
Mahfud Md memantau perkembangan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tahun ini. Mahfud mengatakan tak ada kaitan antara membesarnya angka terinfeksi Corona (Covid-19) dengan penyelenggaraan Pilkada 2020. (detikcom/d)
Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak