Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 01 Juni 2025
Jika Tidak Ada Tindaklanjutnya akan Menggugat

TATAP Desak Pemerintah dan DPR RI Lanjutkan Pembahasan Protap

Redaksi - Senin, 14 Desember 2020 09:25 WIB
2.182 view
TATAP Desak Pemerintah dan DPR RI Lanjutkan Pembahasan Protap
Foto/SIB/Baren Antoni Siagian
DESAK: TATAP mendesak Pemerintah kembali membahas Provinsi Tapanuli. Mangapul Silalahi (tengah) didampingi anggota lainnya, Edward B Hutagalung, Ridwan Darmawan, Agus Rihat Manalu dan Tom Pasaribu saat memberikan keterangan terkait desakan TATAP
Jakarta (SIB)
Tim Advokasi Tragedi Provinsi Tapanuli (TATAP) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Tapanuli (RUU Protap). TATAP bersikeras, akan melakukan upaya hukum, yakni menggugat ke jalur hukum, jika Protap tidak dilanjutkan alias didiamkan.

"Desakan masih kuat agar, apalagi di kampung-kampung masih banyak permintaan untuk membentuk Provinsi Tapanuli. Yang pasti ini tinggal ujungnya, karena sudah jadi Rancangan Undang-undang,"kata Koordinator TATAP, Mangapul Silalahi, kepada SIB, di Jakarta, Minggu (13/12).

Mangapul Silalahi menjelaskan bahwa pembentukan Protap itu berawal dari aspirasi empat kabupaten/kota pada 2002 lalu, yakni Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Apalagi, sambungnya berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah mengatur bahwa sebuah provinsi dapat dibentuk minimal dari tiga kabupaten/kota. Sementara, lanjutnya, persyaratan minimal pembentukan Protap telah terpenuhi.

Mangapul juga menegaskan panitia pembentukan Protap terus melakukan berbagai upaya dan melakukan sejumlah langkah guna mewujudkan pendirian provinsi baru tersebut, bahkan berbagai syarat yang diamanatkan UU dan PP juga telah terpenuhi, hanya tinggal rekomendasi DPRD Sumatera Utara (Sumut) saja yang belum terpenuhi waktu itu.

Apalagi, secara sejarah, keinginan dibentuknya Protap sudah sangat lama, diidam-idamkan, masyarakat maupun tokoh-tokoh Batak. Apalagi di Sumatera, tinggal Keresidenan Tapanuli yang masih belum menjadi provinsi.

"Jika dilihat dari sejarah perjanjian Toba, luas wilayah, cakupan wilayah dan potensi, semua memenuhi syarat yang sebuah ditentukan untuk menjadi sebuah provinsi,"ucap Mangapul

Terkait Protap yang hingga saat ini belum ada kejelasan, Mangapul menilai bisa saja karena ada peristiwa aksi damai di Gedung DPRD Sumut, pada 3 Februari 2009 yang silam, berbagai elemen menuntut rekomendasi pembentukan Protap yang belum diberikan sebagai syarat pembentukan provinsi berakhir ricuh

"Sehingga terjadilah peristiwa yang dikenal dengan Tragedi Protap, yang mengakibatkan tidak kurang dari 69 orang ditangkap dan diadili,"ujarnya.

Selain itu, sambungnya, DPR RI juga telah menyusun RUU Pembentukan Protap dan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) saat itu juga sudah mengeluarkan Ampres (Amanat Presiden) dan menugaskan Mendagri dan Menkumham untuk melakukan pembahasan dengan DPR RI.

“Sehari setelah peristiwa itu, SBY menyatakan memberlakukan Moratorium Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB),”ungkapnya.
Mangapul mengungkapkan, sejumlah aktivis dan advokat berkumpul di Jakarta dan bersepakat untuk mengadvokasi tertangkapnya 69 massa aksi yang kemudian terbentuklah TATAP.

“Kerja-kerja maraton baik litigasi maupun non-litigasi telah dilakukan oleh TATAP saat itu. Meski moratorium pemekaran diberlakukan, faktanya hingga akhir 2014, pemekaran wilayah terus berlangsung di berbagai daerah,”kata Mangapul Silalahi
Selama itu pula, RUU Pembentukan Protap lenyap begitu saja tanpa kabar, tidak dicabut tetapi juga tidak dibahas, bahkan RUU itu juga tidak pernah masuk lagi ke dalam daftar Program Legislasi Nasional.

“Sebelas tahun sejak peristiwa 3 Februari 2009 telah berlalu, keinginan dan harapan akan terbentuknya Provinsi Tapanuli terus menguat. Sesuatu yang sangat wajar mengingat tinggal Keresidenan Tapanuli yang belum menjadi provinsi di samping juga tentu agar proses pemerataan pembangunan dan mendekatkan rentang kendali pemerintahan kepada daerah-daerah semakin dirasakan seluruh warga negara,”bebernya.

Mangapul juga menegaskan bahwa TATAP mendesak dan menuntut para pemangku kepentingan agar melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU Protap.

“Bahwa secara hukum, keberadaan RUU ini harus dipastikan posisinya, apakah dilanjutkan atau dihapuskan?. Ini harus jelas demi kepastian hukum, kami tidak menutup kemungkinan akan melakukan tindakan hukum untuk memastikan hal ini. Bagaimana sulitnya bagi seorang guru, yang bertugas di Sibolga, harus mengurus kenaikan pangkat ke Medan membutuhkan waktu yang panjang.

Belum lagi sumber kekayaan alam dan cakupan wilayah dan potensi. Ini tinggal satu langkah lagi. Makanya, setelah 11 tahun tertunda, kami melakukan konsilidasi bersama kawan-kawan, termasuk para tokoh-tokoh Batak yang pernah terlibat dalam rancangan Protap untuk membahas kelanjutan Protap yang tertunda ini,"ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Agus Rihat Manalu yang mengatakan, bahwa syarat sebuah daerah menjadi provinsi, telah terpenuhi.
"Ini yang kami ingin teruskan. Kami membatasi diri tidak masuk ke ranah politik tapi kami hanya bicara pada ranah hukum saja.

Langkah selanjutkan, kami akan mendatangi komisi II dan Kemendagri, khususnya Otoritas daerah. Kami ingin pertanyaan kemana RUU itu, apa masuk laci atau mau diteruskan. Jika Protap terbentuk tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kami tim advokasi, berbagai upaya, jika tidak ada kejelasan kami akan gugat, biar ada kejelasan,"beber Agus.

Agus Rihat Manalu menegaskan, TATAP berkeyakinan, pemerintah akan mengabulkan permintaan masyarakat Batak agar mengabulkan permintaan masyarakat dan tokoh-tokoh Batak, agar Provinsi Tapanuli disetujui menjadi provinsi baru.

"Kita tentukan langkah hukum agar protap ini tetap jadi. Kami berkeyakinan, Komisi II dan Pemerintah mau menyetujuinya,"tukasnya

DESAK PRESIDEN CABUT MORATORIUM
Sementara itu, Anggota TATAP lainya, Ridwan Darmawan, menyarankan Presiden Jokowi seharusnya segera mencabut moratorium pemekaran daerah dan segera menandatangani dua PP sebagai amanat UU Pemerintah Daerah yang terkait dengan Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah.

“Moratorium sudah cukup dan kekhawatiran bahwa pemekaran akan berlangsung menjadi bola liar harusnya tidak terjadi, jika PP itu sudah ditandatangani, karena pemekaran tidak lagi bisa dilakukan secara serampangan seperti terjadi pada masa lalu,” ungkapnya.
Dilain pihak, Anggota DPRD Sumut pernah juga mendesak Pemerintah untuk menindaklanjuti Protap.

Aspirasi 11 Anggota DPRD Sumut disampaikan kepada Presiden di Bina Graha. Tepatnya 16 Juli 2019 yang silam, 11 anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) menyambangi Komplek Istana Presiden, Jakarta.

Kedatangan mereka ke Gedung Bina Graha untuk menuntut pemekaran wilayah Provinsi Tapanuli (Protap) dari Sumut diterima langsung oleh Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo.

Anggota DPRD Sumut menjelaskan bahwa upaya pemekaran Tapanuli bukan hal baru dan sudah melalui proses yang panjang.
Menurut mereka, dari sisi administrasi, Protap sudah memenuhi syarat. Apalagi ada Amanat Presiden (Ampres) pada tahun 2013. Namun yang menjadi kendala, terhentinya Protap lantaran ada kebijakan moratorium yang menjadi batu sandungan pelaksanaan pemekaran. (J02/a)

Sumber
: Hariansib Edisi Cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru