Jakarta (SIB)
Dua jenazah warga Papua di Sugapa meninggal karena adanya tindak berlebihan dari oknum TNI AD. Kedua warga Papua itu sempat dicurigai bagian dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) oleh sejumlah oknum TNI AD itu.
"Tanggal 21 April 2020 Satuan Yonif Para Raider 433/JS Kostrad saat melaksanakan sweeping mengamankan 2 orang dicurigai sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB)," kata Danpuspomad, Letjen Dodik Widjanarko dalam konferensi pers, di gedung Puspomad, Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Rabu (23/12).
Kedua warga tersebut atas nama Luther Zanambani dan Apinus Zanambani. Karena dicurigai anggota KKB, kedua warga tersebut dibawa ke Koramil 1705-11/Sugapa, Kodim 1705/Paniai, untuk diinterogasi.
Saat diinterogasi, kedua warga Papua itu mendapatkan tindakan berlebihan dari oknum TNI AD. Akibatnya, satu orang meninggal dan satu orang lagi mengalami kritis.
"Mereka pun diinterogasi di Koramil Sugapa dan mendapatkan tindakan berlebihan di luar kepatutan. Akibatnya saudara Apinus Zanambani meninggal dunia dan saudara Luther Zanambani dalam kondisi kritis," ujar Dodik.
Korban atas nama Luther Zanambani akhirnya tak selamat dan turut meninggal. Untuk menghilangkan jejak, sejumlah oknum TNI AD tersebut membakar kedua jenazah korban.
"Setelah tiba di Kotis Yonif PR 433/JS Kostrad, untuk menghilangkan jejak kedua mayat korban lalu dibakar dan abu mayatnya dibuang ke sungai Julai di Distrik Sugapa," ucap Dodik.
Puspomad kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan adanya kasus dua warga meninggal dan lalu dibakar. Puspomad menetapkan sembilan tersangka oknum TNI AD yang diduga terlibat dalam aksi pembakaran dua warga Papua itu.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi dan alat bukti maka penyidik menetapkan 9 tersangka, yakni 2 orang personil Kodim 1705 Panial (Mayor Inf ML dan Sertu FTP) serta 7 personil Yonif PR 433/JS Kostrad (Mayor Inf YAS, Lettu Inf JMTS, Serka B, Sertu OSK, Sertu MS, Serda PK, dan Kopda MAY)," jelas Dodik.
Selain menetapkan 9 tersangka, masih terdapat 3 personel TNI AD yang perlu dilakukan pendalaman. Hal tersebut untuk menentukan status hukumnya.
"2 personel atas nama Lettu Inf DBH dan Sertu LM sudah diperiksa dan masih ada 1 orang atas nama Lettu Inf FPH belum dimintai keterangan karena masih melaksanakan penugasan luar negeri dan bila sudah kembali akan segera diperiksa," katanya.
Mereka disangkakan dengan pasal 170 ayat 1, pasal 170 ayat 2 ke 3 KUHP, pasal 351 ayat 3 KUHP, pasal 181 KUHP, pasal 132 KUHPM, dan pasal 55 (1) ke 1 KUHP.
BELUM TETAPKAN
Terpisah, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) masih belum menetapkan tersangka tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani. Tim TGPF bersama Polda Papua masih mengumpulkan data untuk mencari tau apakah tersangka berasal dari sipil atau militer.
"Saat ini kita belum menentukan apakah tersangkanya sipil atau militer. Setelah mengumpulkan data dan sudah mulai terlihat rangka kasusnya, rangka masalahnya dan anatomi masalahnya, mereka tertuju ke oknum anggota TNI maka mereka akan memerintahkan kepada kami. Namun kami akan tetap melakukan proses penyelidikan secara terbatas supaya kami tidak mengganggu proses yang dilakukan TGPF dan Polda Papua" kata Letjen Dodik Widjanarko.
Selain memeriksa 14 personil satgas penebalan apter BKO Kodam XVII/Cendrawasih, tim penguatan proses hukum Mabesad dan Pomdam XVII/Cendrawasih akan melaksanakan bantuan untuk segera mendapatkan keterangan dari personel TNI AD yang melihat dan mengetahui kejadian tersebut.
"Surat itupun sudah direspon pihak penanggungjawab operasi militer wilayah Papua dengan segera menghadirkan 21 personel paling lambat Februari 2021 mendatang setelah dilakukan rotasi satgas," imbuhnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md membacakan hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi di Intan Jaya, Papua. Mahfud mengatakan peristiwa tewasnya pendeta Yeremia Zanambani diduga ada keterlibatan oknum aparat.
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat, meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga," kata Mahfud di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (21/10).
Dia mengatakan hasil pengumpulan data dan informasi dari TGPF untuk membuat terang sebuah peristiwa. Dia mengatakan hasil investigasi TGPF bukan untuk kepentingan pembuktian hukum karena merupakan ranah aparat penegak hukum.
Mahfud mengatakan kasus ini akan diselesaikan lewat jalur hukum. Dia mengatakan Kompolnas akan mengawal proses kasus kekerasan ini.
"Untuk selanjutnya pemerintah akan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara," kata Mahfud.
"Sejauh menyangkut tindak pidana berupa kekerasan dan atau pembunuhan, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan untuk itu pemerintah meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengawal prosesnya lebih lanjut," tambahnya. (detikcom/a)
Sumber
: Hariansib edisi cetak