Jakarta (SIB)
Tim jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan mantan Direktur Utama PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), periode tahun 2011 - Maret 2016, ARD sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penggelolan keuangan PT Asabri. Selain ARD, Kejagung juga menetapkan 7 orang lainnya sebagai tersangka dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 23 triliun.
"Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi kasus dugaan korupsi pada PT Asabri, tim jaksa penyidik menetapkan 8 orang sebagai tersangka, salah satunya mantan Direktur Utama PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), periode tahun 2011 - Maret 2016, ARD," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Leornad Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, di Jakarta, Senin (1/2).
Leo sapaan akrab Kapusepenkum Kejagung menegaskan, selain ARD, Kejagung juga menetapkan 7 orang lainnya sebagai tersangka kasus serupa, yakni SW selaku Direktur Utama PT Asabri (Persero) periode Maret 2016 s/d Juli 2020, BE selaku Mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014;HS selaku Direktur PT Asabri (Persero) periode 2013 s/d 2014 dan 2015 s/d 2019, BE selaku Mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, HS selaku Direktur PT Asabri (Persero) periode 2013 s/d 2014 dan 2015 s/d 2019, IWS selaku Kadiv Investasi PT Asabri Juli 2012 s/d Januari 2017, LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan.
"Para tersangka langsung dilakukan penahanan di Rutan kelas I Jambe Tigaraksa Tangerang. Penahanan para tersangka tersebut untuk waktu 20 hari terhitung sejak Senin, 1 Februari 2021 s/d 20 Februari 2021," ujar Leo.
Sementara 2 tersangka lainnya yaitu BTS selaku Direktur PT Hanson Internasionaldan HH selaku Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra karena berstatus sebagai terdakwa dalam perkara yang lain tidak dilakukan penahanan (ditahan dalam perkara lain).
Mantan Asintel Kejati Sumut itu menegaskan kronologis perkara tersebut berawal tahun 2012 s.d 2019 Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, serta Kadiv Investasi PT Asabri bersama-sama telah melakukan kesepakatan dengan pihak di luar PT Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun MI (Manajer Investasi) yaitu HH, BTS, dan LP, untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio PT Asabri dengan saham-saham milik HH, BTS, dan LP dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio PT Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT Asabri, lanjut Leo, saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh pihak HH, BTS, dan LP berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi PT Asabri, sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS dan LP serta merugikan investasi atau keuangan PT Asabri, karena PT Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut.
"Untuk menghindari kerugian investasi PT Asabri, maka saham-saham yang telah dijual dibawah harga perolehan, ditransaksikan (dibeli) kembali dengan nomine HH, BTS dan LP serta ditransaksikan (dibeli) kembali oleh PT Asabri melalui underlying Reksadana yang dikelola oleh MI yang dikendalikan oleh HH dan BT,"beber Leo.
Selanjutnya, seluruh kegiatan investasi PT Asabri pada kurun waktu 2012 sampai dengan 2019 tidak dikendalikan oleh PT Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh HH, BTS dan LP.
"Kerugian Keuangan Negara sedang dihitung oleh BPK dan untuk sementara sebesar Rp23.739.936.916.742,58," tukasnya.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat pasal sangkaan yakni Primair : pasal 2 ayat (1) jo, pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Subsidair : pasal 3 jo asal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebelumya, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menyebut dugaan kerugian keuangan negara dari kasus itu mencapai Rp 17 triliun. Tidak lama kemudian, Menteri BUMN, Erick Thohir mendatangi Kejagung untuk membahas khusus kasus Asabri.
Erick Tohir sempat meminta Jaksa Agung agar intitusinya menangani kasus itu karena memiliki kemiripan dengan skandal Jiwasraya yang sebelumnya diusut kejaksaan. Pasalnya, ada dugaan kuat dua tersangka kasus Jiwasraya juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi di perusahaan milik pemerintah tersebut. (J02/a)
Sumber
: Hariansib edisi cetak