Medan (SIB)
Sidang perkara gugatan permintaan penghentian lanjutan pembangunan proyek Bandara Sibisa karena dugaan pencaplokan lahan warga akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Balige, Jumat (5/3). Gugatan yang teregistrasi dalam perkara Nomor 75/Pdtg/2020/PN Blg ini beragendakan pembuktian dari penggugat.
Kuasa hukum penggugat, Dwi Ngai Sinaga mengungkapkan, gugatan ini telah menjalani sidang lapangan pada Jumat (26/2) pekan lalu. Selanjutnya, perkara ini akan dilanjutkan dengan sidang pemeriksaan saksi dan pembuktian. "Kami sudah menyiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi sebagai pertimbangan majelis hakim memutus perkara ini," ungkap Ngai Sinaga kepada wartawan di Medan, Kamis (4/3).
Dia sekali lagi menegaskan bahwa kelanjutan proyek semestinya dihentikan sampai nanti gugatan tersebut ada putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap). "Karena pembangunan proyek dibiayai uang negara, sebaiknya dihentikan saat ini sampai ada putusan inkracht," tandas Ngai Sinaga.
Sementara itu, politisi PDIP Franky Partogi Wijaya Sirait menegaskan, pemerintah harus segera menyelesaikan konflik lahan pembangunan Bandara Sibisa Kabupaten Toba sebelum melanjutkan pembangunan proyek strategis nasional tersebut.
Adanya dugaan pencaplokan lahan warga sementara pemerintah terus melanjutkan pembangunan merupakan preseden buruk.
"Apabila masih ada konflik persoalan lahan sebelum pembangunan lebih baik di selesai kan dulu oleh pemerintah baik secara musyawarah adat maupun hukum. Karena apabila belum selesai konflik tapi sudah berjalan pembangunan ini merupakan gambaran pendzoliman kepada masyarakat," tegas Partogi yang juga anggota Komisi A DPRD Sumut, kepada wartawan.
Menurutnya memang benar keberadaan bandara dibutuhkan masyarakat khususnya untuk meningkatkan perekonomian di daerah wisata Toba maupun kawasan Sibisa dan sekitarnya.
Tapi, apabila masih ada konflik persoalan lahan sebelum pembangunan, lebih baik diselesaikan dulu oleh pemerintah. "Intinya saya berdiri bersama rakyat," tegas anggota dewan dari Daerah Pemilihan (Dapil) Siantar dan Simalungun ini.
Diketahui, proyek pembangunan Bandara Sibisa Kabupaten Toba, menuai gugatan. Sebab, pembangunan proyek strategis nasional dalam mendukung pengembangan pariwisata Danau Toba ini diduga kuat mencaplok lahan milik warga.
Pemkab Toba dan Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara pun ikut digugat ke PN Balige. Karena dalam status sengketa, pembangunan proyek yang sudah dimulai sejak tahun 2017 inipun diminta dihentikan.
Penggugatnya adalah Pahala Sirait (64) warga Lumban Gambiri Kelurahan Pardamean Sibisa Kecamatan Ajibata dan Ramsion Berutu (62) warga Jalan Merdeka Desa Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Simalungun.
Kuasa hukum penggugat, Dwi Ngai Sinaga menjelaskan, pada tanggal 2 Mei 1975, sebanyak 31 warga Pardamean Sibisa Kecamatan Lumbanjulu menyerahkan tanah kepada Pemkab Tapanuli Utara (Taput) berdasarkan peralihan surat pernyataan/risalah penyerahan dan pelepasan hak atas tanah dengan luas 200 x 2000 meter.
Penyerahan lahan untuk pembangunan lapangan udara tanpa ganti rugi itu dilakukan warga dengan kompensasi warga sekitar Desa Pardamean Sibisa akan diprioritaskan memperoleh lapangan pekerjaan di bandara. Kemudian pada tahun 2017, Pemkab menerbitkan sertifikat hak pakai Nomor 02 tahun 2017.
Di atas lahan bersertipikat Nomor 02 inilah sedang dibangun Bandara Sibisa. Akan tetapi, penerbitan sertipikat hak pakai Nomor 02 oleh Pemkab Toba tidak lagi mengacu kepada surat pernyataan/risalah penyerahan dan pelepasan hak atas tanah pada tahun 1975 dengan luas 200x2000 meter persegi.
Diduga, pencaplokan lahan warga ini terjadi karena adanya perubahan sketsa bandara sehingga menyebabkan sekitar 3,7 hektar masuk ke dalam sertipikat yang diterbitkan secara sepihak ini.
Dia merinci, luas tanah penggugat I, Pahala Sirait yang diambil oleh Pemkab Toba selaku tergugat I seluas 17.482,5 meter. Sebagian lahan ini diketahui ditanami Eucalypthus, atas perjanjian kerjasama dengan PT PIR Hutani Lestari.
Total, Pahala memiliki tanah seluas 20,9 hektar di Desa Sibisa berdasarkan surat pengesahan dan persetujuan Camat Lumban Julu, Kepala Desa Pardamean Sibisa dan Kepala Dinas Kehutanan.
Sedangkan luas tanah penggugat II, Ramsion Berutu yang dicaplok seluas 2 hektar dan 2800 meter. Ada sejumlah warga lain yang tanahnya juga dicaplok. Namun karena keterbatasan, hanya dua warga ini yang menggugat. (A17/d)
Sumber
: Hariansib edisi cetak