Jakarta (SIB)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan hingga saat ini belum ditemukan varian virus Corona (Covid-19) B117 di DKI Jakarta. Kemenkes menyebut pihaknya terus memonitor varian Corona asal Inggris itu.
"Setelah kami lakukan pelacakan kasus dan sampelnya diambil dari pekerja migran Indonesia, ternyata asal kasus ini bukan dari Jakarta," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tirmidzi dalam siaran YouTube BNPB, Jumat (12/3).
"Jadi total 6 kasus variasi B117 yang sudah ditemukan dan dilaporkan ini pertama kita tahu adalah 2 kasus di Karawang, Jawa Barat, 1 kasus di Sumatera Utara, 1 Kasus di Sumatera Selatan, 1 kasus lagi di Kalimantan Timur dan yang terakhir adalah 1 kasus di Kalimanatan Selatan," kata dia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel, Siti menyebut belum ada laporan mutasi Corona B117 di Ibu Kota. Namun salah satu laboratorium pemeriksaan memang berkedudukan di Jakarta.
"Jadi sampai saat ini kasus yang berkedudukan di Jakarta kita belum temukan adanya mutasi dari varian B117. Nah ini mengapa kemudian pada laporan itu memang tertulis adalah laboratorium yang melakukan pemeriksaan dan asal sampel. Jadi kemarin kita klarifikasi lagi, kita lakukan pelacakan kasus. Jadi 6 kasus itu tidak ada yang berasal dari provinsi DKI Jakarta," jelasnya.
Siti menyebut pemerintah terus melakukan pemantauan terhadap mutasi Covid-19. Siti menyebut mutasi pada virus memang sering terjadi.
"Tentunya kita terus-menerus melakukan monitoring terhadap adanya variasi mutasi virus Covid-19. Karena kita tahu bahwa sebenarnya mutasi ini memang adalah salah satu yang harus dilakukan, karena kita tahu mutasi itu adalah hal yang biasa dilakukan oleh virus dan kegiatan yang kita sebagai whole genome sequencing artinya pemeriksaan seluruh genom yang dilakukan melalui pemeriksaan PCR itu memang sudah dilakukan sejak awal dari pandemi Covid-19," kata dia.
Hingga saat ini, Siti menyebut pemerintah terus memantau 3 varian Covid-19 yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain varian Inggris, pemerintah juga memantau varian Corona dari Afrika da Brazil.
"Ada tiga mutasi yang sudah direkomendasikan oleh WHO untuk menjadi perhatian utama kita, yang pertama adalah tentunya B117, kemudian kita tahu ada dua yang lainnya, ini yang kita lakukan monitoring, kemudian dari Afrika, dan yang terakhir varian dari Brazil. Ketiga ini merupakan yang sering kita lakukan pengamatan.
Tak Terdeteksi
Sementara itu, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjelaskan varian Corona asal Inggris ini berpotensi akan mempengaruhi sensitivitas dari tes polymerase chain reaction (PCR).
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, awalnya memaparkan fenomena mutasi virus. Dari mutasi itu, Amin menilai tingkat keganasan mutasi dari virus itu ada pada kisaran 4%.
"Jadi virus ini di mana pun dia berada kalau dia sempat bertambah banyak dia akan mengalami mutasi secara acak. Dari sekian banyak mutasi sebetulnya hanya 4% yang menyebabkan virus itu jadi lebih berbahaya, artinya mengalami perubahan yang signifikan. Sebagian besar akan menyebabkan bahkan kematian virus itu sendiri atau tambah lemah atau tidak terjadi apa-apa. Yang menyebabkan keganasan dan sebagainya itu hanya 4% dari mutasi-mutasi," kata Amin melalui siaran YouTube BNPB.
Virus Corona B117 ini, kata Amin, memang menular lebih cepat. Kecepatan penularan ini akan menyebabkan angka reproduksi Corona meningkat.
"Nah, virus B117 ini mengalami beberapa mutasi sehingga dia memiliki salah satu karakteristik yang signifikan adalah bisa menginfeksi manusia dengan kecepatan lebih tinggi, tadi sudah disebutkan 40-70%. Tapi juga karena dia menginfeksi lebih cepat dikhawatirkan dia menular lebih cepat atau bisa menularkan ke lebih banyak orang, berarti yang kita khawatirkan dia akan meningkatkan angka reproduksi. Kita harapkan angka reproduksi itu di bawah satu supaya tidak ada penularan, tapi kalau virusnya menjadi lebih cepat menular, bisa lebih dari 3, itu yang kita khawatirkan," katanya.
Lebih lanjut, Amin mengatakan perubahan gen pada Corona B117 ini dikhawatirkan akan mempengaruhi diagnosis molekuler. Dia menyebut sensitivitas tes PCR berpotensi menurun.
"Tentu ada sifat lain, karena ada perubahan di dalam gennya, maka dikhawatirkan diagnosis molekuler, yaitu PCR, itu juga akan terganggu, jadi akan menurun sensitivitasnya, itu yang kita khawatirkan dengan PCR tidak terdeteksi, jadi negatif, tapi itu masih belum dianggap perlu untuk mengubah PCR-nya. Dikhawatirkan memang ada penurunan, tapi penurunannya belum signifikan, jadi belum dianggap perlu untuk mengubah PCR-nya," jelasnya.
Selain itu, Corona B117 ini berpotensi tidak dikenali oleh antibodi yang telah terbentuk oleh vaksin Covid-19. Namun, sejauh ini, berdasarkan penelitian, Amin menyebut vaksin COVID-19 masih efektif untuk mencegah penularan Corona B117.
"Berikutnya karena perubahan itu dia mungkin menyebabkan antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi tidak lagi mengenali si virus karena ada perubahan struktur sehingga antibodi tidak mengenali. Jadi dikhawatirkan lagi bahwa virus ini nanti tidak bisa dinetralisasi oleh si antibodi setelah vaksinasi. Tapi sekali lagi ini sudah dicoba oleh beberapa perusahaan vaksin besar ini belum secara signifikan. Jadi vaksin-vaksin yang sekarang beredar itu dianggap masih efektif untuk varian ini," kata dia. (detikcom/f)
Sumber
: Hariansib edisi cetak